webnovel

Wanita yang Malang

Ruangan dengan ukuran yang luas dan disain interior yang penuh dengan ukiran khas Eropa yang kini dimasuki oleh Amora membuat kedua matanya terbelalak. Dia sama sekali tidak menyangka kalau ruangan ini akan diperkenalkan sebagai kamarnya.

Amora bahkan semakin dibuat tidak percaya kala Giana menunjukkan lemari pakaian yang ada di kamar itu. Semua terlihat menakjubkan karena ternyata pakaian yang ada di kamar ini semua berukuran sama dengan tubuh Amora.

Tidak hanya itu, ukuran sepatu hingga pakaian dalam pun sama. Amora dibuat takjub olehnya. Seolah kamar ini adalah kamar miliknya. Benar-benar di luar dugaan.

"Kau suka kamarmu, Sayang?" tanya Giana yang menuntun Amora untuk duduk di sofa yang ada di kamar itu.

Amora mengangguk. "Tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyukai kamar ini, Nyonya," sahutnya.

Jari telunjuk Giana melayang di udara dan berakhir di bibir Amora dengan sempurna. "Eiit, kau sama sekali tidak boleh memanggilku 'nyonya'! Panggil aku 'Tante Giana' seperti apa yang dipanggil oleh Travis! Paham?"

"I-iya, Nyo … eh, iya Tante Giana," sahut Amora terbata. Dia merasa sangat kikuk sekarang.

"Kenapa tubuhmu kotor begini, Honey?" tanya Giana yang kemudian sudah memperhatikan tubuh Amora dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Amora tidak langsung menjawab. Dia sedang bingung untuk memilih kata-kata saat ini. Tidak mungkin dia mengatakan kalau dia hamper saja mengakhiri hidupnya tadi. Apalagi di hadapan wanita cantik yang sangat lembut ini. Rasanya Amora tidak sanggup.

Ditambah lagi Travis yang menolongnya pasti akan semakin membuat Giana terkejut. Ah, terlalu banyak isi pikiran Amora saat ini yang membuatnya susah untuk menjawab. Dia memilih untuk tertunduk sambil meremas ujung dress yang dikenakan olehnya.

"Kenapa kau diam saja, Sayang? Apa pertanyaanku membuatmu sedih?" Giana mengangkat dagu Amora. Ingin melihat ekspresi wanita itu sekarang.

Amora menggeleng dengan pelan. "Tidak Tante, hanya saja. Ceritanya terlalu panjang." Air mata Amora tampak menganak sungai.

"Jangan ceritakan sekarang kalau hal itu membuatmu sedih! Ah, sebaiknya kau mandi dan membersihkan diri sekarang! Aku akan menunggumu untuk makan malam bersama dengan Travis juga, Honey!" Dengan lembut Giana membelai pucuk kepala Amora.

Sentuhan tangan wanita ini membuat Amora kembali teringat pada ibunya. Pada saat-saat di mana mereka hanya hidup berdua saja dengan penuh rasa saling menyayangi satu sama lain.

Tidak ada orang lain yang mengganggu mereka. Tidak ada orang lain yang mempengaruhi pikiran ibunya. Benar-benar hidup berdua dalam kehangatan walau kekurangan.

Kadang Amora berhaya seandainya saja mereka masih dalam kesusahan, apa dia tidak akan kehilangan sosok hangat ibunya? Apa semua masih akan baik-baik saja bagi mereka berdua?

Susah menebaknya!

Lagipula, semua hal sudah terjadi. Dia sudah tidak dianggap lagi sebagai seorang anak yang disayang oleh ibunya sendiri. Bahkan wanita itu lebih memilih orang lain dan mempercayai mereka dibandingkan Amora.

Sesak!

Itu adalah perasaan yang menghinggapi diri Amora saat ini. Terlalu kejam kenyataan yang harus diterima olehnya. Ibunya benar-benar sudah membuangnya.

"Apa pun masalah yang kau hadapi sebelumnya, kau harus percaya kalau aku dan Travis akan selalu ada untuk membantumu, Sayang!"

Suara lembut Giana yang masih membelai pucuk kepalanya membuat Amora tersadar dari lamunan tentang kelam hidupnya. Dia merasa kehangatan yang diberikan oleh orang-orang yang baru dikenalnya ini menyentuh hatinya yang terdalam.

"Terima kasih, Tante Giana. Kita bahkan baru bertemu kurang dari satu jam, tapi kau sudah memperlakukanku dengan sangat baik seperti ini," ucap Amora dengan bibir bergetar. Air matanya masih mengambang di bening matanya.

"Kau jangan berkata seperti itu, Sayang. Kau adalah seseorang yang berhak bahagia. Jadi, jangan cemaskan hal itu. Walau aku baru mengenalmu, dan begitu pun kau yang baru mengenalku, itu tidaklah menjadi jarak bagi kita untuk tidak boleh berbagi kasih sayang," ungkap Giana membuat Amora terharu.

Amora mengangguk lemah. Dia merasa bersyukur karena bisa bertemu dengan wanita sebaik ini. Ya, walaupun dia sendiri tidak tahu bagaimana sifat asli Travis Darmoko untuk saat ini, setidaknya dia sudah merasa sangat nyaman dengan Giana.

Giana kemudian menuntun Amora untuk berdiri beranjak dari kursi yang mereka sedang duduki.

"Mandilah, Sayang. Para pelayan akan membantumu untuk berpakaian nanti. Aku akan keluar untuk membantu menyiapkan makan malam," ujar Giana dengan senyumnya yang sangat manis.

Amora mengangguk pelan dan berkata dengan lembut, "Iya, Tante Giana."

Sesaat setelah Amora masuk ke dalam kamar mandi, Giana tampak menarik napasnya berat. Wanita yang usianya hamper memasuki kepala empat itu tampak menggelengkan kepalanya.

Dia tidak bisa membayangkan apa yang sudah dialami oleh Amora sampai membuat wanita itu terlihat menyedihkan dan begitu tersiksa batinnya. Pantas saja jika Travis sangat terlihat sedih ketika membawanya pulang tadi.

Dengan langkah cepat Giana meninggalkan kamar Amora setelah meminta pada pelayan untuk membantu Amora bersiap-siap dan berdandan. Kali ini Giana merasa kalau dia harus bertemu dengan Travis dan membicarakan beberapa hal.

Wanita cantik dengan rambut sebahu ini kemudian mengetuk pintu ruang kerja keponakannya itu. Meskipun dia adalah nyonya di rumah bak istana kecil ini, tetapi itu tidak berarti kalau dia bisa sesuka hatinya masuk ke ruangan yang merupakan tempat privasi Travis.

"Masuklah, Tante Giana," sahut Travis yang membuat Giana membuka pintu dengan cepat dan berjalan menghampiri keponakannya yang berada di meja kerjanya.

"Kau belum berganti pakaian? Astaga, Travis!" seru Giana dengan tangan berkacak pinggang.

Travis mengangkat alisnya. "Sejak kapan Tante mengurusi urusan aku berganti pakaian? Aku sedang bekerja sekarang," tukas Travis.

"Hey, tentu saja ini menjadi urusanku hari ini! Kau membawa seorang wanita cantik ke rumah ini, kan? Itu berarti kau juga harus berpakaian baik dan terlihat tampan nanti! Apa kau tidak ingin terlihat menarik di matanya?" seru Giana yang membulatkan kedua matanya ingin membuat Travis takut.

Travis terkekeh melihat bagaimana tantenya ini menceramahinya seperti ini. "Tante, aku suka apa adanya. Kenapa juga aku harus berganti pakaian. Lagipula aku masih wangin dan tetap terlihat tampan!" tolaknya setengah bercanda.

"Bung, kau tidak boleh menolakku!" seru Giana geram. Dia berjalan menuju ke belakang meja untuk bisa semakin dekat dengan Travis. "Kau harus menunjukkan kalau kau sangat menginginkan Amora. Ah, atau setidaknya kau harus menemaninya tidur mala mini. Dia terlihat begitu rapuh," imbuhnya menggebu-gebu.

Travis mengangkat sebelah alisnya. "Tidur bersama dengannya? Apa Tante sudah gila?" protesnya kemudian. Dia bahkan membulatkan kedua matanya karena tidak percaya.

"Kenapa kau terkejut begitu, Travis? Tentu saja kau harus menemaninya tidur! Kau tidak kasihan padanya? Sebenarnya apa yang sudah terjadi pada wanita itu? Kenapa dia terlihat sangat rapuh? Dia bahkan tidak berani untuk menangis di hadapanku. Menyedihkan!" seru Giana yang membuat Travis teringat kejadian tadi saat dia menyelamatkan Amora.

*****