1 BAB 1

Sihir kutukan sang kaisar berhasil terlepas dengan mengorbankan penyihir wanita muda itu.

Menyeringai. Hanya satu baris kalimat itulah yang menjelaskan siapa diriku. Si Penyihir Wanita yang akan mengorbankan dirinya demi kesembuhan kaisar. Dan setelahnya, sama sekali tak disinggung lagi.

Sigh!

Lelucon macam apa itu, Penulis!

Ya, benar. Saat ini aku masuk ke dunia novel yang sangat-sangat kusukai. Tapi bukannya menjadi pemeran utama atau antagonis, aku hanyalah merasuki seorang figuran yang bahkan namanya tak disebut. Terlebih, orang ini adalah tumbal untuk kesembuhan kaisar sebelumnya. Ayah dari pemeran utama laki-laki. Dan lebih sialnya lagi, hari ini adalah harinya. Di mana waktunya Penyihir Wanita untuk mati mengorbankan dirinya demi mengangkat kutukan kaisar.

Kenapa dari sekian banyak waktu, harus sekarang, sih? Kenapa?! Padahal aku baru masuk ke tubuh ini sebulan lalu setelah mengalami kecelakaan fatal dan tidak tertolong.

"Kamu gantikan aku, ya. Aku lelah," kata pemilik tubuh ini saat pertama kali aku merasuk ke dalam tubuhnya. Bingung? Tentu saja. Setelahnya aku terbangun di tempat asing dengan wajah baru. Wajah yang sama sekali tak pernah terpikirkan. Bagaimana bisa aku memperkirakan memiliki wajah seperti malaikat ini?

"Yang Mulia, Baginda Kaisar telah menunggu Anda."

Seorang lelaki yang kuketahui sebagai pengawalnya membukakan pintu dengan membungkuk. Aku masuk ke dalam ruangan itu. Seorang pria yang masih gagah di usia setengah abad itu duduk di atas kasur. Aku mendekat. Membungkuk sopan, memberi salam.

"Saya Selir Pertama, Liliana De Chastine memberi salam pada matahari kekaisaran. Semoga perlindungan naga agung selalu menyertai Anda."

"Aku sudah pernah bilang padamu untuk memberi salam yang biasa saja, bukan?"

Itu benar. Kaisar selalu menyuruh pemilik asli tubuh ini untuk memberinya salam biasa saja. Artinya, bukan salam yang sepanjang itu. Yeah, aku juga tak begitu suka sih. Tapi aku bisa merasakan seseorang memerhatikan. Mata-mata yang telah dikirimkan bangsawan-bangsawan menyebalkan itu. Sudah sejak seminggu yang lalu mereka terus memaksaku untuk segera mematahkan sihir kutukan pada diri kaisar. Penyebabnya adalah karena kesehatan kaisar semakin menurun sementara perang terus berkelanjutan. Mereka menginginkan kekuatan kaisar untuk memenangkan perang. Padahal itu adalah sesuatu yang sia-sia.

"Yang Mulia, semua orang memaksa saya untuk mengangkat kutukan Anda," ujarku saat duduk di kursi samping ranjang.

"Begitu, ya. Lalu, apa kau mau melakukannya meski bayarannya adalah nyawamu?"

Menenggak ludah gugup. Yang dikatakan kaisar itu benar. Bayaran untuk mematahkan sihir kutukan adalah nyawa. Karena sihir yang terpasang adalah yang terkuat oleh seorang Penyihir Wanita sama sepertiku.

"Maaf Yang Mulia, saya tidak bersedia."

DEG!

Tanganku terangkat refleks lalu terjadi ledakan besar. Seseorang terjatuh dari balik meja. Aku mengulurkan tanganku. Angin berembus membawakan orang itu. Seorang pria dengan jubah serba hitam. Hah, rupanya dia adalah salah satu penyihir yang ditugaskan sebagai pembunuh jika aku menolak.

"Yang Mulia, apa yang terjadi?!"

Orang-orang bergerombol masuk. Aku melirik keadaan kaisar. Dia pingsan. Ah, sepertinya serangan tadi bukan hanya bisa membunuhku namun juga sang kaisar yang dalam keadaan tubuh lemah.

"Panggilkan dokter istana!" Sir Tito, pengawal Kaisar berteriak.

Keadaan menjadi kacau. Aku tersenyum. Sepertinya hal ini berbeda dengan yang ada di novel. Atau mungkin, alur ceritanya belum sampai ke sana? Memikirkan itu membuatku menjadi bingung. Lalu memandang ruangan ini hampa. Apa benar alur ceritanya belum sampai ke sana?

Menilik dari ingatakan Lily, hal ini bukanlah sekali dua kali dia dipaksa untuk mematahkan kutukan sang kaisar.

Sejak dia berusia sepuluh tahun ketika pertama kalinya dia memsuki istana, dia telah menerima banyak tekanan untuk menyembuhkan kaisar. Tentu saja, Lily kecil sama sekali tak mengerti bagaimana cara menyembuhkannya. Dia bahkan tak memahami jika dia adalah Penyihir Wanita yang keberadaannya benar-benar langka. Dan ketika dia beranjak dewasa dan memahami semuanya, Lily tetap menolak. Karena selain solidaritasnya sebagai sesama Wanita Penyihir, bayaran untuk mematahkan kutukan itu adalah nyawa.

Pada saat ini jugalah, Lily diangkat secara resmi menjadi selir. Untuk mengekang kehidupannya.

Awalnya orang-orang mengerti dan mau menunggu meskipun tetap memberikan tekanan namun baru-baru ini nampaknya orang-orang itu sudah kehabisan akal sehat. Mereka mengirimkan penyihir pembunuh yang levelnya berada jauh dibawahku.

Heh, dasar orang-orang bodoh!

Bukannya memilih mengirimku untuk membantu berperang, malah berusaha membunuh. Tapi berkat itu, sekarang aku bisa memikirkan cara menyelamatkan nyawaku. Baiklah, mari kita susun.

***

"Saya Liliana De Chastine memberikan salam pada matahari kekaisaran. Semoga perlindungan naga agung selalu menyertai Anda."

Aku membungkuk dihadapan kaisar dan banyak bangsawan lain. Saat ini aku tengah dipanggil ke ruang pertemuan bangsawan. Sudah bisa ditebak apa yang akan mereka bahas. Aku mengembuskan napas lelah. Sampai kapan sih mereka menyuruhku untuk mati? Mereka pasti belum pernah merasakannya sampai seenaknya memrintah. Ck!

"Lily, kamu pasti sudah menebak kenapa kamu dipanggil ke sini." Suara kaisar lemah. Dia baru bangun dari pingsannya dua hari lalu setelah ledakan di ruangannya seminggu yang lalu.

"Saya mengerti Yang Mulia. Tapi saya tidak bisa melakukannya," jawabku mantap.

"Yang Mulia Selir Pertama!"

"Yang Mulia, mohon pikirkan lagi. rakyat yang berada di wilayah perang saat ini pasti menderita. Bukankah Anda akan merasakan penderitaan yang sama dengan mereka karena berasal dari daerah yang sama."

Sudah kuduga. Akan ada orang-orang yang menentang dan bahkan mencoba mengingatkan kembali tempat asalku. Yang dimaksud bukanlah benar-benar daerah dimana aku tinggal dulu. Hanya saja, dia mengarahkan tentang rakyat biasa yang sama sepertiku. Liliana De Chastine.

"Seperti yang dikatakan Marquiss Ramiz, saya juga merasakan penderitaan yang sama dengan rakyat di luar sana. Maka dari itu Yang Mulia, saya menawarkan diri sebagai Penyihir Wanita, untuk terlibat dalam perang."

"Apa?!"

"Jangan bercanda!"

"Ini bukan lelucon, Yang Mulia! Mohon dipikirkan lagi."

"Anda adalah seorang Selir di kekaisaran. Harga diri istana pasti akan jatuh!"

Aku mengorek telinga. Wah, omelan para bangsawan itu semakin banyak saja. Aku menatap kaisar yang masih duduk di singgasananya. Wajahnya semakin pucat. Pasti, dia sudah mulai lelah dengan rapat ini.

"Tenanglah semua. Otoritas mengirimkan orang ke medan perang adalah milikku."

"Yang Mulia, Selir Pertama tak mungkin dikirimkan ke medan perang. Harga diri kekaisaran semakin jatuh jika wanita terhormat seperti Selir Pertama bisa sampai ikut berperang."

Itu benar. Saat ini kekasiaran dalam kondisi yang kurang stabil. Kekosongan kursi pewaris tentu saja menimbulkan efek yang serius. Kekaisaran ini tak memiliki calon penerus karena kutukan yang diterima kaisar saat ini. Satu-satunya orang yang paling dekat dengan status itu adalah anak dari Grand Duke Grandia. Kerabat dekat kekaisaran.

Tapi … mereka salah. Sebenarnya kaisar dihadapanku ini memiliki seorang putra yang telah dewasa. Saat ini dia pasti tengah ikut peperangan. Jika ikut dalam alur ceritanya, dua tahun lagi dia akan mengakhiri perang dan masuk istana sebagai Putra Makhkota. Lalu tak lama setelah itu akan dilantik sebagai kaisar muda negeri ini. Cukup mulus.

Sayangnya aku tak bisa menunggu selama itu.

Liliana De Chastine akan mati sebelum pemeran utama masuk ke istana. Dan aku tak bisa membiarkan itu. Bagaimanapun juga aku masih ingin hidup. Makanya, dari pada menunggu pemeran utama laki-laki, sebaiknya aku menyusul lalu membujuknya untuk ikut bersamaku sehingga aku tak akan dipaksa kembali untuk mematahkan sihir kutukan itu.

"Yang Mulia, sebelum saya menjadi selir Anda, saya adalah seorang penyihir wanita. Sama seperti penyihir yang lain, saya juga memiliki kewajiban untuk membantu kekaisaran dalam memperoleh kemenangan di medan perang."

"Tapi menurut saya, akan lebih baik jika Yang Mulia Selir Pertama mematahkan sihir kutukan dalam diri Baginda Kaisar. Meskipun penyihir wanita itu hebat namun masih belum bisa dibandingkan dengan kekuatan keluarga murni kekaisaran," bantah seseorang yang kuketahui bergelar Grand Duke Grandia.

"Yang Mulia Grand Duke, bolehkah saya bertanya? Apa Anda tau konsekuensi dari mematahkan kutukan kaisar?" selaku memandangnya tanpa kedip. Orang yang terobsesi dengan posisi tinggi ini harus tahu di mana tempatnya.

"Tentu saja saya tahu. Konsekuensinya adalah nyawa Anda Yang Mulia Selir Pertama," jawabnya enteng. Seolah nyawaku adalah mainan baginya.

"Selain itu?"

Dia nampak bingung. Perlahan suasana mulai mereda. Bisikan-bisikan datang dari berbagai arah. Tentu sudah menjadi rahasia umum jika aku harus mengorbankan nyawa untuk menyembuhkan kaisar. Namun ada fakta lain yang hanya diketahui olehku.

"Yang Mulia Kaisar Arthur II mungkin akan terbebas dari kutukan yang menyelimuti beliau selama ini. Namun bukan berarti fisik beliau akan langsung menerimanya. Sudah sejak lama sihir itu menempel pada tubuh Baginda, hingga mungkin sudah seperti saraf yang penting. Jika saya mematahkan sihir itu, Baginda Kaisar mungkin akan terbaring setidaknya satu tahun untuk memulihkan kondisi."

"Bukankah Anda sekalian menginginkan saya untuk mematahkan kutukan dalam tubuh Baginda Arthur II supaya bisa mengakhiri perang berkepanjangan ini? Yang Mulia setidaknya membutuhkan waktu satu tahun untuk pulih dan ikut perang. Sihir Baginda juga akan kembali setelah tubuhnya membaik." Namun itu semua tidak akan bertahan lebih dari dua tahun. Karena sejatinya, daya hidup sang kaisar telah terserap dalam kutukan itu.

"Maka dari itu, saya sebagai Penyihir Wanita meminta izin kepada Baginda Kaisar untuk berkontribusi dalam perang."

"Baiklah. Aku mengizinkanmu, Lily," putus Arthur II mengakhiri rapat.

avataravatar
Next chapter