webnovel

Hari Paling Bahagia

Nadia berdandan dengan cantik hari itu. Ia memilih mengenakan gaun berwarna putih malam itu.

Dari para sahabatnya, ia mendapat berita bahwa, kekasihnya Edward akan melamarnya malam itu. Makam malam hari ini akan menjadi makan malam paling spesial dalam hidupnya. Ia mendapat rumor dari sahabatnya bahwa Edward akan melamarnya malam ini.

"Iya, dan kamu inget enggak, Sayang? Waktu kita kuliah dulu ICL, kita pernah jadi figuran di serial tv Doctor Who." Nadia meneguk sparkling water yang dipesannya.

Edward tertawa lepas sambil mengangguk, "iya! Kita cuma perlu lewat aja tapi sampai tiga jam!". Edward memperhatikan Nadia, "hari ini kamu enggak pesan red wine atau chardonnay? Biasanya kamu selalu pesan dua minuman tersebut kalau pesan steak?"

Nadia menatap pelayan yang membawa sampanye, berharap itu adalah pesanan Edwards. 'Kenapa Edward masih belum melamar juga? Padahal mereka sudah menikmati makanan penutupnya,' pikir Nadia.

Nadia menggelengkan kepalanya dan tersenyum, "aku sudah kenyang."

Edward memperhatikan bahwa Nadia melirik pelayan yang membawa sampanye, "kamu mau sampanye?"

Nadia menggelengkan kepalanya dan tersenyum.

"Sebenarnya, aku mengajak kamu makan malam di restoran ini karena..." Edward diam sejenak berusaha memikirkan kalimat selanjutnya dengan hati-hati.

'This is it!' Hati Nadia bersorak girang. 'Edward akan melamarku!' Nadia menegakkan punggungnya dan bersiap menjawab 'YA!'

Nadia adalah gadis yatim piatu. Sejak lulus SMA dan keluar dari rumah panti asuhan, ia mendapatkan beasiswa untuk sekolah di universitas ternama di London. Semasa kuliah tersebut, Nadia bertemu dengan Edward yang juga berasal dari Indonesia.

Setelah mereka berkuliah selama empat tahun dan akhirnya kembali ke tanah air Indonesia, Nadia mendapat pekerjaan sebagai konsultan di perusahaan konsultasi.

"Kita harus putus." Ujar Edward datar.

"YES!" Jawab Nadia bersemangat. Ia menatap Edward dengan pandangan tidak percaya. "Kamu bilang apa?"

"Kita harus putus." Tegas Edward sekali lagi.

Mulut Nadia menganga tidak percaya. "Apa?"

"Aku akan menikah dengan Launa Samudra, putri dari Presiden Samudra Grup." Ujar Edward dingin.

Nadia melongo tidak percaya, hubungannya yang sudah dijalin selama tujuh tahun lamanya sejak mereka berkuliah di Imperial College London hingga saat ini mereka berdua telah mapan dan bekerja sebagai profesional, harus berakhir.

Berbeda dengan Nadia, Edward adalah anak seorang kaya raya. Ia berkuliah dengan biaya dari orang tuanya dan sekembalinya dari London, ia bekerja di perusahaan ayahnya sebagai chief product officer atau CPO.

"Nad, kamu harus mengerti. Pernikahan antara aku dan Launa sangat penting untuk bisnis keluargaku."

Nadia akhirnya berhasil bangun dan meraih kesadarannya. "Alasan aku tidak memesan alkohol hari ini, adalah..." Ia berhenti sejenak, "karena aku hamil! Sayang!"

Nadia yang marah, mengambil anggur merah yang berada di depan Edward dan menyiramkannya ke muka Edward.

Nadia berjalan ke luar restaurant tanpa mempedulikan Edward yang memanggilnya.

Edward membayar pesanan mereka di restauran secepat mungkin dan berlari mengejar Nadia.

"Nad! Kita bisa bicarain ini baik-baik kan?" Edward berusaha berbicara kepada Nadia.

"Oh iya, aku akan menghubungi Launa Samudra, dan bilang kalau calon suaminya sudah menghamili perempuan lain!" Jawab Nadia dengan nada kesal.

"Nad, ayolah, Sayang! Pernikahan ini bukan karena cinta! Aku tetap cinta kamu!"

"Persetan dengan elu dan segala omongan manis elu, Edward!" Teriak Nadia kesal.

"Setidaknya, boleh aku antar kamu pulang?" Edward menatap Nadia, "ayo! Biar aku antar kamu pulan."

Nadia memutar bola matanya dengan kesal dan akhirnya setuju, "oke! Tapi gue tetap akan menghubungi Launa Samudra!"

Edward hanya diam, Ia kemudian berjalan bersama Nadia ke mobil milik Edward.

Edward mengemudikan mobilnya dengan santai ke arah pantai. "Kita jalan-jalan sebentar ya, Nad. Biar kamu bisa sedikit tenang."

Nadia hanya melipat tangannya di dada tidak mempedulikan omongan Edward.

"Gue mau pulang!"

Edward lalu memarkirkan mobilnya di pinggir tebing yang berhadapan langsung dengan laut. Tempat ini, dahulu adalah tempat kesukaan Nadya dan Edward, karena mereka dapat mendengar bunyi ombak yang menenangkan dan sekaligus melihat bintang.

"Edward. Gue. Mau. Pulang!" Ujar Nadia tegas.

Tanpa Nadia ketahui, Edward sudah melepas sabuk pengamannya.

"Oke!" Edward menyalakan mesin mobilnya. "Nad, maafin gue!"

Nadia menatap Edward dengan bingung.

Edward menginjak gas mobilnya dan ia melompat turun dari mobil. Mobil yang digas tersebut meluncur jatuh ke lautan yang dingin di bawah tebing yang tinggi.

Nadia yang masih terikat pada sabuk pengaman terkejut dan tidak menyangka hal nekat seperti itu akan dilakukan oleh Edward.

Pintu yang terbuka dari sisi pengemudi membuat air seketika masuk ke dalam mobil dan menenggelamkan mobil BMW berwarna merah tersebut. Hentakan ketika terjadi tabrakan antara mobil dengan laut menyebabkan air bag mengembang.

Air bag yang seharusnya meyelamatkan nyawa, saat ini justru mencekik Nadia. Ia terjepit dan tidak dapat melepaskan sabuk pengaman dari tubuhnya. Mobil BMW merah yang dulu dipilih Nadia untuk Edward, tenggelam semakin dalam ke dasar laut.

Nadia masih berjuang untuk lepas dari sabut pengaman hingga akhirnya air memenuhi paru-parunya. Kegelapan mengelilinginya.

Ia tenggelam.

***

Nadia menarik nafas dalam. Ia terbangun di tempat tidurnya. Ia melihat sekelilingnya, ia berada di kamarnya. Di tempat tidurnya.

Ia masih mengenakan dress putih yang ia kenakan untuk makan malam bersama Edward. Apa ia terlalu mabuk malam itu hingga ia tidak ingat dengan apa yang terjadi. Hingga ia tertidur tanpa mengganti pakaiannya? Ataupun menghapus tata rias di wajahnya?

Nadia meraih telepon genggamnya, untuk mengecek jadwal kegiatannya hari ini. 24 Oktober 2022. Juli 2022? Ia ingat betul bahwa makan malam bersama Edward dilaksanakan tanggal 24 April.

Apakah telepon genggamnya rusak?

Ia berusaha menghubungi Edward. Mimpi yang tadi ia alami, sangatlah aneh. Ia bermimpi Edward memutuskan hubungan mereka dan berusaha membunuh Nadia dan calon bayi mereka dengan menenggelamkannya ke laut. 'Mimpi yang aneh dan terlalu menakutkan,' pikir Nadia.

Nadia melihat jam dan sadar bahwa ia akan terlambat ke kantor. Ia segera mandi dan mengganti pakaiannya. Ia lalu berangkat ke kantor.

Nadia melangkah memasuki kantornya dengan ceria. Ia tersenyum dan menyapa semua orang dengan ramah. Nadia adalah gadis yang ceria dan memiliki banyak teman. Hal itu sebagai bentuk kompensasi dirinya yang tidak memiliki keluarga.

"Hei, Marly!" Panggil Nadia ceria kepada sahabatnya yang duduk di kubikel di sebelahnya.

Marly menatap Nadia dengan tidak percaya, "Nadia?" Tanya Marly bingung, "akhirnya elu balik lagi! Elu kemana aja?"

Nadia merasa bingung dengan pertanyaan Marly, "gue kan selalu datang ke kantor dan perjalan terakhir gue ke Tokyo itu, udah sekitar dua mingguan."

Marly duduk di kursinya, "Nad, elu sudah menghilang hampir enam bulan lamanya. Bahkan Edward pun enggak tahu elu kemana." Marly terlihat sedih, "ini gara-gara si Edward mutusin elu ya? Jadi elu menghilang?"

Nadia membeku di kursinya, "gue dan Edward putus?"

Marly mengangguk, "iya, Edward bilang kalau kalian putus dan... Bulan lalu, Edwards sudah menikah dengan Launa Samudra."

Nadia masih berusaha mengerti apa yang yang terjadi, "gue menghilang enam bulan?" Ia menyentuh perutnya, bukankah itu artinya kehamilannya seharusnya sudah berusia tujuh bulan?

Nadia menggelengkan kepalanya, ia merasa tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Ia segera mengambil tasnya dan berlari keluar kantor.

Nadia naik ke sebuah taksi dan ia meminta diantar ke kantor Edward. Nadia terus berusaha menghubungi Edward. Ia berlari ke kantor Edward dan meminta asisten Edward membiarkannya masuk ke kantor Edward.

"Maaf, Bu. Pak Edward sudah tidak bekerja disini!" Wanita yang dikenal Nadia sebagai asisten Edward berusaha menghentikannya langkah Nadia, tetapi Nadia tetap memaksa masuk ke ruangan yang dulu diketahuinya sebagai kantor Edward.

Pintu ruangan terbuka, Nadia melihat seorang pria sedang menatap keluar jendela. "Edward! Kita harus bicara!" Nadia berteriak.

Pria tersebut berbalik dan menatap Nadia dengan hangat, ia tersenyum ramah.

Nadia tertegun, pria tersebut bukanlah Edward. Ia tidak mengenal pria tersebut.

'Ataukah ia mengenal pria tersebut?' Nadia berpikir keras. Ia pernah bertemu pria tersebut. Pria berwajah kaukasia. Seorang pria kulit putin, bermata hijau, dan rambut keriting. 'Apakah ia alumni ICL?' Nadia bertanya-tanya.

"Diana, kamu bisa meninggalkan saya dengan Ibu Nadia?" Pria tersebut tersenyum ramah dan menatap asistennya.

Asistennya mengangguk dan pergi keluar ruangan.

Next chapter