webnovel

Dia Yang Mengambil Suamiku.

"Apa-apaan kalian ini?" Suara wanita dengan lantang terdengar dari ujung ruangan. Ia terlihat sangat marah saat matanya melihat suaminya memegang tangan wanita lain.

"J-Jessica?" Naira terkejut, kemudian ia melepaskan secara paksa tangan Yogi yang masih menggenggamnya. "Ternyata Jessica wanita yang Yogi nikahi setelah aku bercerai darinya!" bisik batin Naira.

Ia tidak menduga, bahwa Jessica menjadi wanita yang dinikahi Yogi setelah ia bercerai. Jassica adalah sahabatnya sendiri, sahabat satu-satunya dari ia masih duduk di sekolah menengah atas. Sahabat di mana telah menjadi tempat ia mencurah hati dan bercerita masalah apapun termaksud masalah rumah tangganya.

"Tapi sejak kapan ia dan Mas Yogi selingkuh?" batinnya berkecambuk. Ia tidak pernah sekalipun memergoki Yogi berduaan atau bermesraan dengan Jessica. Naira terus mencari ingatan di antara ribuan memori yang tersimpan rapih di otaknya sebagai kenangan buruk.

****

Ada satu ingatan yang membuat ia merasa yakin, dan itu awal dari perselingkuhan antara Jessica dengan Yogi. Waktu itu, Naira sedang pergi belanja di pasar. Ia tidak mengetahui Jessica akan datang ke rumahnya. Waktu sekitar tiga belas tahun yang lalu, Naira hampir melupakan kejadian itu. Ia hanya menganggap sebuah kunjungan biasa yang di lakukan seorang sahabat pada sahabatnya.

Jessica datang saat Yogi sedang tidak bekerja. "Iya ... iya sebentar!" seru Yogi baru saja terbangun dan mencari Naira yang tidak ada di rumah. Yogi berjalan menuju pintu dengan wajah yang masih kusut, tapi cukup menarik perhatian para wanita. Ketampanan Yogi masih terlihat jelas walau ia terlihat acak-acakan. Ia membukakan pintu dalam keadaan telanjang. Celana boxer hanya bisa menutupi bagian bawah Yogi, cukup terekspos.

Mata Yogi terbelalak melihat lekukan tubuh Jessica dari belakang. Begitu seksi dan montok hingga tanpa sadar ia bersiul. Jessica menoleh, "Wow!" Yogi benar-benar terkesima, jiwa playboynya mendadak menjadi liar. Ia melihat Jessica dari rambut hingga ke kaki.

Jessica pun sama, ia terpesona dengan ketampanan dan tubuh Yogi yang kekar juga seksi. Apalagi bagian bawah perut Yogi yang terlihat menantang itu. Ia tersenyum saat memergoki laki-laki di hadapannya sedang menatap seluruh anggota tubuhnya tanpa berkedip.

"Maaf Mas ... Nairanya ada?" kata Jessica, Yogi mengabaikannya. Ia sangat sadar dan tanpa rasa risih dilihat Yogi yang sedang bergairah padanya. "Mas ... halo Mas ... " ujar Jessica melambai-lambaikan tangan. Lalu gadis itu menepuk tangan di dekat wajah Yogi.

"Oh ... ah, sorry. Kenapa-kenapa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Yogi mendekati Jessica, tetapi gadis itu sedikit menjaga jarak.

"Iya, saya mencari Naira. Apa dia ada di rumah? Dan ..." Jessica melihat bagian yang sangat terlarang itu. "Bisakah mas mengenakan pakaian dulu?" ujarnya tersipu malu melihat kepunyaan Yogi sedikit membesar.

"Aaah ... maaf-maaf. Saya ke dalam dulu, tapi lebih baik Anda nunggu di dalam. Naira sedang pergi berbelanja di pasar!" kata Yogi mempersilahkan ia masuk.

Jessica mengikuti Yogi dari belakang. "Boleh juga nih, lakinya Naira. Ganteng dan seksi banget," gumamnya. Ia duduk dan tak lama Yogi datang mengenakan kaus oblong, memperlihatkan bentuk tubuhnya yang seksi dan celana pendek. Bulu-bulu terlihat jelas di sekitar kakinya.

Mereka pun mulai mengobrol, awal menjaga jarak, lambat laun menjadi sangat akrab. Bahkan Yogi mulai sedikit nakal, ia mulai mencoba memegang tangan Jessica. Gadis itu tidak menghindari. Justru Jessica sangat menyukai kala Yogi mulai menyentuh lebih dari mencoleknya.

Naira pulang dan memasuki pagar. Ia melihat ada sepatu Jessica di depan pintu. Hati Naira mendadak berdetak sangat kencang. "Sepatu wanita, apa Mas Yogi sedang bercumbu lagi dengan wanita lain?" pikir Naira. Namun, ia sangat mengenali sepatu itu. Sepatu yang ia berikan sebagai kado ulang tahun Jessica yang ke dua puluh tahun. "Tapi, ini kan sepatu Jessica? Apa dia juga berselingkuh pada Mas Yogi?"

Naira bergegas masuk, ia terdiam saat melihat Jessica duduk berdua dengan Yogi sedang mengobrol. Tidak ada kejanggalan di antara mereka yang asik mengobrol hanya terlihat sebagai teman biasa. Entahlah, itu yang terlihat saat ini di mata Naira.

"Hei, Nai ...." Jessica berdiri dan menyambut kedatangan Naira. Tetapi tidak dengan Yogi, ia tampak tidak suka dengan kehadiran Naira.

****

Ya, Naira mengingat itu. Tapi ia tidak tahu pasti kapan mereka menjadi lebih dekat. Mungkin saja Jessica dan Yogi bertemu secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan dirinya.

Tatapan tak suka Jessica amat terlihat pada Naira. Apalagi tangan Yogi menggenggam jari jemarinya. "Jessica?" kata Naira. Ia berusaha tersenyum, tersenyum sebagai seorang sahabat yang sudah lama tak bertemu. Tapi, sikap Jessica seolah sedang menabuh genderang permusuhan.

Ia menghampiri Naira. "Sedang apa kamu di sini, Naira? Dan apa maksudnya kamu memegang tangan suamiku?"

"Ini tidak seperti yang kamu kira, Jessica. Aku bisa jelasin, tapi bukan di sini. Kita bicara di luar saja!" ajak Naira, ia tidak mau Sabina melihat pertengkaran antara Jessica dengan dirinya.

"Apa yang mau kamu jelasin, Nai?" ucap Jessica to do point setelah keluar dari ruang ICU.

"Ini tidak seperti yang kau bayangkan, Jes! Aku mendapatkan pesan dari Sabina bahwa Mas Yogi sakit, jadi aku datang karena Sabina memaksaku."

"Omong kosong! Sekarang Sabina punya aku, jadi itu tidak mungkin, Nai!"

"Kau tidak percaya padaku, Jes?"

"Mana bisa aku percaya, kamu mantan istrinya. Dan aku merasa kau masih ada rasa sama Mas Yogi?" suara Jessica terdengar meninggi dan sangat marah pada Naira.

"Aku memang mantan istrinya, tapi tenang saja Jessica, aku bukan pelakor seperti kamu yang diam-diam mengambil suamiku! Jadi, kamu tenang saja," kata Naira. Jessica merasa tersindir dengan ucapan Naira itu.

"A-Apa maksud kamu, Nai? Kamu mau bilang bahwa aku merebut suamimu?" tanya Jessica terisnggung.

"Aku tidak bilang kamu merebut suamiku, mungkin suamiku saja yang tidak suka tipe cewek sepertiku," sahut Naira. Jessica tersenyum nyinyir. Ia membalikan tubuhnya, menghela napas agar ia tidak menangis. Yogi hanya masa lalu, jadi, ia tidak ingin mengingat apapun tentang perselingkuhan antara Jessica dan Yogi.

"Akhirnya kamu sadar juga, Nai! Seharusnya sedari dulu kau bercerai agar suamimu menemukan wanita yang sepadan dengannya,"

Naira menggenggam erat jari-jamarinya. Entah kenapa hatinya masih saja terasa sakit saat mendengar ucapan Jessica. "Tenang Nai, tenangkan dirimu. Kamu jangan tersulut ucapan dia, antara kamu dan Yogi sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi!" ucap batin Naira menenangkan amarah dan juga rasa sakitnya.

Naira membalikkan tubuhnya, dan kemudian tersenyum pada Jessica. Ia pun mengulurkan tangannya pada Jessica. Wanita itu melihat kearah uluran tangan Naira, dan lalu memandangi wajah sahabat lamanya itu.

"Buat apa?"

"Tidak, aku hanya ingin mengucapkan selamat buat kamu, karena sudah mendapatkan mantan suamiku," ujar Naira masih tetap bertahan ingin berjabat tangan pada Jessica.

Wanita berambut pirang dan berkulit putih itu tampak ragu menerima jabat tangan Naira. Namun, ia menerima jabat tangan sahabat yang sudah lama tidak bertemu itu setelah sepuluh menit berpikir.

"Selamat ya, Jes. Kamu memang pantas mendapatkan laki-laki seperti mantan suamiku. Aku harap, kamu bahagia dan Mas Yogi tidak suka berselingkuh seperti ia bersamaku!" ucap Naira, ia tampak tersenyum senang. Namun genggaman tangannya semakin erat dan membuat Jessica kesakitan. Naira melepaskan tangan Jessica dan meninggalkan wanita itu sendirian.

Awal senyum itu melebar, namun lama-kelamaan raut wajah Naira berubah. Ini sudah lama berlalu, tetapi entah kenapa hati Naira begitu terasa sakit saat ia tahu Yogi menikah dengan sahabat sendiri, sahabat yang ia percaya seperti saudara sendiri.

Ia menghela napas panjang.

"Ya Tuhan, kenapa ini harus terjadi padaku? Kenapa harus dia yang menjadi istri mantan suamiku? Sungguh aku tak mengharapkan apapun dari mereka, tapi aku tidak pernah berharap Jessica menikah dengan Mas Yogi," ungkap perasaan hati Naira yang terus bergumam di dada. Ada luka yang kembali terbuka, ada ingatan yang seolah menyeruak dan mengusik jiwanya. Naira berusaha melupakannya, namun hati dan pikirannya tidak mau bekerja sama dengan keinginannya.

"Kau tau Tuhan ... ia sahabatku, satu-satunya sahabatku. Andaikan aku boleh meminta, kuikhlaskan Mas Yogi menikah dengan yang lain, bukan dengan sahabatku sendiri!" Terus mengusik hingga ia tidak bisa menahan airmata yang terus turun dan mengalir ketelaga kenelangsaan hatinya.

****

Bersambung.