1 Kamu Dalam Penantian

Pagi itu hujan cukup deras membasahi bumi, Mega melamun di dekat jendela memandangi hujan yang mulai bergemuruh, menurunkan air untuk membasahi bumi yang kering. Sebuah pelukan tangan mungil menyadarkannya.

"Ummi kenapa?" Suara lembut Zarra menyadarkannya. Mega pun berjongkok untuk mensejajarkan wajahnya dengan putri bungsunya yang baru saja berulangbtahun ke 4 tahun itu.

Mega mengusab wajah anaknya itu, pelipur lara hatinya. Mega tersenyum memandang putrinya itu.

"ummi tidak apa-apa sayang, mas Zen mana?"

Zarra terlihat berfikir kemudian dia menjawab pertanyaan ibunya.

"mas Zen lagi di ruangan papa" jawab gadis kecil itu dengan polonya, hati Mega serasa di iris mereka bertiga merindukan sosok itu. Kepergian Abdi menyisakan luka yang teramat dalam..Dia masih ingat ketika dia melahirkan dua anak kembar Abdi pergi untuk tugas, lelaki itu hanya sekilas menimang dua anaknya lalu pergi tak pernah kembali, yang membuat Mega tetap dengan keyakinannya adalah suaminya itu pasti selamat dan dia harus menunggu kepulangannya dengan rasa sabar yang lebih banyak lagi.

"ngapain Mas Zen di sana?" tanya Mega

"kangen papa ummi"Tak kuasa Mega akhirnya membawa gadis kecil itu kedalam pelukannya, menenangkan kerinduan yang sudah bertahun-tahun.

"kita liat mas Zen ya!" ajak Mega pada putri kecilnya itu.

***

Kamar itu terlihat sederhana hanya berlapiskan papan tipis dengan penerangan lampu hanya dari suluh yang kecil itupun tidak membantu sedikitpun. Ranjang kecil yang hanyar terbuat dari kayu seadanya di lapisi dengan kain seadanya, cukup sederhana tapi itulah kenyataan yang ada.Di atas ranjang itu berbaring seseorang yang sejak tadi gelisah dalam tidurnya seperti dia sedang bermimpi sesuatu. Mulut lelaki itu tak berhenti memanggil sebuah nama, nama yang asing bagi orang yang baru mendengar.

"Mega...Mega..." itu saja berulang-ulang kalimat yang kuluar dari mulut lelaki itu. Di balik pintu kamar itu ada seorang gadis yang sedang mendengar igawan lelaki itu, hatinya menciut cemburu dalam benaknya berkata " kenapa dia memanggil nama orang lain,bukan namanya"

"Ais...sudah di sini" sapa seorang perempuan paruh baya. Perempuan yang di panggil namanya itu menoleh ke sumber suara ada rasa kaget yang tidak terhingga.

"maaf ibu, Ais cuma mau ke temu Irham tapi sepertinya dia masih tidur"

"tidur, mungkin dia kelelahan karena seharian ini membantu kepala desa membuat moshollah. mau ibu bangunkan!" tawar ibu paruh baya itu.

"tidak perlu bu, biarkan dia istirahat dulu besok pagi saja Ais ke sini lagi"

Ibu itu pun tidak memaksa dan Ais berpamitan untuk pergi.

Lelaki itu terbangun dalam keadaan yang sungguh sangat berantakan peluh membanjiri seluruh badannya,dan nafanya juga seperti orang yang baru berlari maraton. Pintu kamarnya tiba-tiba di buka secara tergesak-gesak.

"Irham... kamu kenapa?" ibu itu cemas melihat keadaan Irham yang tidak baik. Dia takut Irham sakit lagi karena lelaki ini baru saja mulai membaik. Empat tahun bersamanya dia seperti memiliki pengganti untuk anaknya yang telah pergi.Ibu Erna sudah menganggap Irham adalah putranya, putra yang begitu di cintainya.

Dulu saat dia dan para penduduk desa menemukan Irham, lelaki itu sudah hampir meregang nyawa sekujur tubuhnya penuh luka, kepalanya bahkan seperti kena benturan benda tumpul. Untuk membawa kerumah sakit pun percuma karena Desa mereka terletak sangak jauh di pedalaman hingga tidak ada akses untuk menuju kota itu sangat sulit bahkan bisa menghabiskan waktu 1 minggu perjalanan itu pun jikalau tidak ada kendala.

Para warga desa hanyar berusaha semampunya menolong Irham hingga lelaki itu memambaik dan membaik.

Ibu Erna tidak sabar untuk menanyakan lagi keadaan Irham.

"nak Irham.. kamu kenapa? apa ada yang sakit lagi" tanya bu Erna di sela rasa cemasnya.

Terlihat Irham mengusap wajahnya, luka-luka di wajahnya sudah memudar hanya menyisakan sedikit samar samar.

"aku tidak apa-apa bu" jawab Irham, tapi bu Erna masih tidak mau percaya. Akhir akhir ini Irham sering tidak tidur.

"Irham ibu perhatikan kamu akhir-akhir ini jarang tidur kenapa? sekalinya tidur kamu mengingau memanggil nama seseorang tapi ibu tidak tau siapa yang kamu panggil"

"Mega... nama itu tanpa sadar terus saja mengganggu pikiranku bu, aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas... setiap kali aku tidur selalu ada perempuan yang hadir dalam mimpiku tapi aku tidak bisa menggapainya dia seakan terlalu jauh"

Bu Erna merasakan bahwa lelaki di depannya ini telah di rindukan oleh seseorang yang jauh dari lubuk hatinya paling dalam.

"mungkin itu sebagain dari ingatanmu Irham, ibu tidak tahu harus menolongmu dengan cara apa. kamu tahu sendiri kan akses di desa kita tidak memungkinkan. kunjungan dari puskesmas pun sangat jarang kalaupun ada ibu selalu menanyakan tentang kamu, apakah ada keluarga yang kehilangan. kamu ibu temukan tidak ada identitas apapun bahkan baju yang kamu pakaipun hanya baju biasa yang juga tidak menunjukkan apapun"

Ibu Erna terlihat kecewa selama 4 tahun ini dia terus saja berusaha membatu Irham tapi semua seakan sulit karena Irham sendiri tak mengingat apapun, apapun tentang dirinya yang bisa di lakukan hanyar berdo'a semoga ada ke ajaiban yang dapat menolong anak angkatnya ini.

****

"sekolah yang rajin ya, nanti sore ummi jemput" Mega mengantar kedua anaknya menuju sekolah menggunakan mobil. Menggandeng kedua tangan anaknya menuntuk mereka untuk menuju sekolah. Hingga tarikan mungil dari Zarra membuatnya berhenti.

"Zarra kenapa? Mega berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan putrinya yang pendiam itu.

"Zarra ngak mau sekolah, mereka semua di antar oleh papanya sementara Zarra setiap hari harus di antar ummi" Hati Mega melongos ngilu anaknya begitu merindukan ayahnya, padahal mereka tidak pernah bertemu bahkan setiap ulang tahun Abdi mereka hanya bisa memandangan foto suaminya itu.

"Zarra.. kan ada mas.. " kata Zen bersuara. Lirikan mata Zarra ke arah Zen.

"tapi mas Zen sering usilin Zarra" kata gadis kecil itu lagi.

"Zarra berdo'a sama Allah ya, meminta agar papa segera pulang" kata Mega lagi

"Zarra akan minta lebih sering pada Allah ummi"

"anak pintar, Zen temani dek Zarra ya!" Pinta Mega pada putra sulunya, mereka berdua kembar dan Zen terlahir lebih awal sementara Zarra penuh perjuangan dari Mega untuk melahirkannya.

"beres ummi" Mega mencium kening ke dua anaknya itu.

"kami sekolah dulu ya.. ummi, ummi jangan nangis nanti kalu sendirian" Zen menyentuh pipi Mega memberikan ketenangan untuknya, anak lelakinya itu sangat pengertian dan cerdas di usia mereka yang baru 4 tahu.

"assalamualaikum ummi"

"waalaikum salam"

Dua anak itu berjalan bergandengan memasuki sekolah mereka, Mega sengaja memilihkan sekolah yang bernuansa islami agar kedua anaknya itu terbiasa dengan kewajiban mereka, bahkan dua naknya itu sudah menyelesaikan hafalan juz 30 dan sekarang berlanjut juz 29. Sungguh mereka akan menjadi pelita dalam hidup Mega, alasan Mega untuk terus berjuang dan bertahan. Menunggu belahan jiwanya pulang lelaki yang sangat di rindukannya.

avataravatar
Next chapter