webnovel

Bukan Pelakor

Jangan pernah merendahkan orang lain. Karena belum tentu saat kamu dihadapkan pada kondisi yang sama dengannya, kamu lebih baik darinya!??....

"Dasar pelakor... Wanita ganjen... tidak tahu malu...! Pencuri suami orang... Masih muda tabiat seperti iblis. Pantasnya diludahi... lebih baik mati... Ku bunuh kau!"

Seorang wanita paruh baya berteriak - teriak kearah ku. Menunjuk- nunjuk muka ku. Sepertinya aku begitu hina di hadapannya. Atau mungkin ada kotoran dimuka ku? Aku menahan diri untuk tidak terpancing emosi. Wanita paruh baya seumuran emak ku itu terus saja nyerocos. Aku menunggu sampai ia kelelahan, dan terdiam setelah capek membuang kata- kata mutiaranya.

Ternyata aku salah. Keterdiaman ku membuatnya semakin kalap. Ia menerjang kearahku. Menjambak rambut panjangku. Dari semuanya, yang paling menyakitkan saat dibenamkannya kuku setajam cakar macan nya di muka ku. Pipi ku yang mulus tergores dalam. Bukan hanya rasanya yang pedih, bagaimana kalau wajahku yang cantik jadi buruk rupa karena luka itu?

Padahal sampai umur ku hampir menginjak tiga puluh tahun, aku masih jomblo. Entahlah dimana gerangan jodoh ku berada. Nasib ku kurang beruntung. Padahal kalau dilihat dari body dan wajah gak jelek- jelek amat. Bisa disejajarin sama artis terkenal Via Valen.

Tapi anehnya belum ada seorangpun pria jomblo yang nembak aku. Adanya sih pria- pria hidung belang. Sudah beristri. Mau nya mau jadikan aku istri simpanan. Amit- amit, aku belum seputus asa itu. Aku masih ingat pesan almarhum nenek.

'Wanita itu gak boleh suka sama suami orang, cari yang perjaka atau duda. Mencuri suami orang tidak akan bikin bahagia'

Nasehat almarhum nenek itu lah yang selama ini menjadi mantra ku menolak pria- pria ganjen, suami- suami tak setia.

Luka bekas cakaran mak Lampir meninggalkan rasa perih. Hati ku juga pedih. Bagaimana tidak, selama ini aku menahan diri tidak makan bakso berbulan- bulan juga pergi ke kantor jalan kaki, demi bisa perawatan wajah rutin di salon langganan ku.

Setiap bulan harus menyisihkan lima ratus ribu untuk ke salon. Sementara gaji ku sebagai office girl cuma dua juta lima ratus. Harus setor ke Emak satu juta lima ratus. Untuk bantu bayar kontrakan juga makan kami sehari-hari.

Emak hanya tukang cuci keliling. Tidak banyak penghasilan yang di dapat. Sementara masih ada dua adik ku yang perlu biaya, saat ini sekolah kelas lima dan kelas dua SD. Masih ada lima ratus tersisa, itu tabungan wajib ku. Aku punya cita- cita untuk kredit rumah KPR tanpa sepengetahuan Emak. Setidaknya dimasa tuanya nanti Emak bisa tenang tinggal di rumah sendiri.

Kami dulunya tidak separah ini. Kami punya sebuah rumah kecil, namun dijual demi membiayai bapak berobat. Bapak mengalami kecelakaan saat jadi sopir angkot. Menabrak seorang pejalan kaki yang mabuk dan saat usahanya gagal menghindar. Angkot bapak menabrak pedagang kaki lima dan berakhir terbalik menghantam trotoar.

Bos nya bapak tidak mau peduli. Malah minta ganti rugi kerusakan angkotnya. Semua tabungan persiapan kuliah ku ludes. Bahkan rumah terjual semua untuk ganti rugi kerusakan angkot dan gerobak yang di tabrak bapak. Ternyata karena banyak nya pikiran, membuat keadaan bapak menjadi semakin parah hingga meninggal.

Lamunan ku terputus saat si nenek lampir berteriak mengagetkan ku.

"Dasar wanita ja*ang !" Si nenek lampir kembali menyerang ku.

"Muka mu terlihat polos namun hati mu busuk ... sini biar ku hancurkan.. supaya kamu gak laku lagi!"

Pekikan mak lampir seketika membuat ku waspada. Tidak... aku tidak mau sampai muka ku rusak. Bisa- bisa jodoh ku tidak mengenaliku saat kami bertemu nanti. Reflek aku mengelak, dan berusaha menjauhi si nenek lampir. Kesabaran ku habis sudah.

Ku raih sebuah gelas kristal kosong di atas meja di dekat ku.

"Bu... aku datang untuk bicara baik- baik ya. Tapi Ibu malah menyerang ku seperti ini. Jangan sebut aku pelakor. Aku tidak mengambil suami mu. Kalau ibu berani mendekat atau sampai menyerang ku lagi. Aku gak bakal membiarkannya. Aku pasti lemparkan gelas ini di wajah ibu!"

Ancam ku sambil mengangkat tinggi- tinggi gelas di tangan ku. Memang si nenek lampir tak terprediksi dalam fikiran ku. Bukannya takut pada ancaman ku. Malah ia semakin mendekat berusaha menyerang ku kembali.

Aku jadi kalut. Kulempar gelas itu asal saja mengarah di atas kepala nya. 'Pyar...'

"Aduh...!" terdengar suara seorang pria mengaduh. Aku tidak sempat melihatnya. Nenek lampir membuat ku lari terbirit - birit. Aku berusaha menjauhinya.

Mungkin saja si nenek lampir sedang kesurupan. Aku harus benar- benar menjauh dari nya. Dari pada wajah ku hancur dicakar- cakarnya nanti. Aku berfikir mau pergi saja dari restoran. Namun langkah ku terhenti saat mendengar si nenek lampir berteriak.

"Lepaskan... lepaskan." Akhirnya aku bernafas lega saat melihat si nenek lampir di tangkap scurity restoran. Namun tak berapa lama kemudian ada tangan- tangan kokoh memegang pundak ku.

"Apa ini... kenapa aku juga di tangkap?" Tanya ku kebingungan. Saat melihat tangan ku di seret paksa seorang pria kekar berseragam hitam. Pria yang menyeret ku tidak memberi jawaban sedikit pun, membuat ku jadi ketakutan. Ia menarikku paksa keluar dari restoran.

Banyak mata memandang ku. Para pelanggan restoran melemparkan pandangan mencemooh. "Apakah sehina itu diri ku?" Gumam ku dalam hati. Tidak sanggup menanggung rasa malu yang seketika menela*jangi ku. Aku terus diseretnya hingga sampai parkiran.

"Masuk..." paksa si pria bertubuh kekar mendorongku masuk ke dalam sebuah mobil hitam.

"Apa ini? kamu menculik ku? Lepaskan aku! Aku akan teriak kau menculik ku...!"

Aku berusaha mengancam pria kekar itu. Sesungguhnya aku takut setengah mati. Pegangan orang itu semakin mengetat membuat pergelangan tangan ku nyeri. Sekalipun aku mengaduh kesakitan, si penculik malah sengaja memelintir tangan ku. Benar- benar pria arogan, membuat ku menebar sumpah serapah dalam hati.

"Masuk...! Atau kamu mau ku pe*kosa?" Ancaman si pria kekar benar- benar membuat ku keder. Akhirnya aku masuk juga ke dalam mobil dengan hati was- was. Ada seorang pria berseragam sama telah menunggu ku di dalam mobil.

"Ya Allah... lindungi aku." Doa ku dalam hati. Jangan- jangan ini orang suruhan nenek lampir. Ditugaskan untuk menangkap dan menganiaya aku. Bulu kuduk ku seketika berdiri.

Apa jadinya nanti kalau aku sampai mati? Bagaimana nanti emak, Nita dan Doni? Siapa yang akan membantu mencarikan nafkah buat mereka? Bagaimana sekolah Nita dan Doni? Aku tidak mau sampai mati. Aku harus berusaha kabur? Bagaimana caranya?

Mobil hitam yang membawaku melaju sangat kencang. Sangat tidak mungkin kalau aku meloncat keluar. Bisa- bisa jadi gepeng ke gilas mobil lain. Tak berapa lama mobil hitam yang kunaiki melambat di depan kantor polisi.

"Wah... kesempatan bagus nich. Aku akan teriak minta tolong pasti polisi akan mendengar teriakan ku dan aku pun bisa selamat dari penculikku ini." Aku tersenyum memikirkan rencana ku yang sempurna.

Next chapter