webnovel

Ombak Romantis

"Ayo ke loker."

Daud sudah keluar dari bilik. Betapa sesuatu yang tidak pantas itu terlihat. Celana yang dipakai Daud kecil sekali. Nyaris mendekati lipatan paha. Otomatis benjolan itu terlihat jelas.

Mayang mengikuti Daud ke loker dengan wajah merah padam. Mau sampai kapan Mayang menahan hasrat setiap kali berdekatan dengan Daud. Pria itu mempunyai semuanya yang mampu menarik betina seperti Mayang. Apalagi saat melihat benjolan itu. Kira-kira berapa ya besarnya, panjangnya. Apa bisa menembus rahim Mayang. Keras. Sesak. Penuh. Berdenyut-denyut. Mayang belingsatan membayangkannya. Sampai gatal sendiri.

Oh iya, Daud tadi juga sempat membasahi dirinya dengan pancuran. Sumpah! Cool abis! Gayanya ketika mengacak-acak rambut sambil cueknya berjalan. Iman Mayang bisa rontok kalau begini lama-lama.

Setelah menitipkan barang-barang di penitipan, termasuk kamera Daud yang biasanya selalu dibawa kemana-mana. Sekarang terpaksa harus dititipkan, karena tidak mungkin dia surfing dengan membawa kamera. Juga tidak ingin barang spesialnya itu raib. Jadi mending dititipkan saja.

Mereka menuju pantai.

Ada banyak bule cewek yang duduk santai sambil ngerumpi. Tentu semuanya memakai pakaian minim bahan. Seksi tanpa sekalipun merasa risih.

Sementara, Daud terdiam. Mayang langsung tahu kemana arah mata Daud. Kemana lagi kalau bukan ke wanita bule seksi yang menampilkan aurat.

Daud terkesima. Mulutnya mengangga. Aduh, pasti pria ini sedang berpikiran jorok. Terlebih lidahnya menjulur-julur sudah mirip binatang.

"Awas! Mata dijaga jangan jelalatan." Mayang memperingatkan. Sudah kayak emak-emak. Eh, emang kenyataannya sudah emak-emak.

Daud menoleh ke Mayang. Santai saja gayanya.

"Sudah naluri. Kamu juga jelalatan lihat bule-bule cowok itu."

'Mana ada? Dan mana tertarik aku. Aku itu sedari tadi hanya memperhatikan kamu, Daud. Kamu terlalu sempurna, jadi lelaki manapun termasuk bule biasa saja.' Mayang membatin keras dalam hati.

"Nah kan malah ngelamun. Pasti mikir yang enggak-enggak."

"Sembarangan! Kamu itu yang suka berpikiran jorok!" Mayang kembali ke mode ketus. Daud hanya tertawa.

Mereka lantas berhamburan ke pantai. Daud duluan. Bahkan, dia terlihat berguling-guling di antara deburan Ombak. Mayang hanya memasukan kakinya saja. Seru juga ternyata.

Daud terlihat berdiri dan berjalan ke tengah-tengah. Padahal kondisi ombak sedang cukup deras, tapi dengan tubuh kokohnya, mampu untuk menghalau ombak itu.

"Sini, May! Seru lho!"

Daud berseru memanggil Mayang. Suara bassnya dikeraskan karena tercampur oleh deru ombak.

"Enggak! Di sini saja!" Mayang menyahut. Cih, mana berani Mayang ke tengah-tengah yang ada dia tenggelam terseret ombak. Juga tubuhnya yang akan basah. Memperlihatkan lekuk tubuh seksinya. Bisa melotot bule-bule melihatnya.

"Cemen banget sih! Ayo!" Daud bersikeras. Dia bahkan sampai menghampiri Mayang. Mayang yang punya ide. Berkelit. Berjalan cepat menjauhi Daud. Merasa digoda, Daud pun mengejar.

"Mau lari kemana hah?" Daud berteriak sambil tertawa. Mereka sudah seperti film romantis india yang berkejar-kejaran di pinggir pantai.

"Aduh!"

Mayang terjatuh. Untung saja dengan posisi merangkak, sehingga bagian depannya tidak basah.

"Kena kamu sekarang. Ayo ke tengah-tengah."

Mayang tidak bisa berkutik saat lengannnya digenggam Daud. Untuk kali kedua, Mayang bersentuhan fisik dengan Daud. Sedangkan pertama kali di Mall, tatkala Daud menggenggam tangannya di tengah kerumunan orang. Astaga, kenapa rasanya begini ya. Meskipun tangan Daud tidak menyentuh langsung tangan Mayang karena menggunakan dekker. Tapi tetap saja kerasa sampai hati. Dijamin, Mayang tidak akan bisa tidur semalaman.

Daud mengajaknya tidak seberapa ke tengah.

"Di sini enak. Kita bisa merasakan ombak."

Daud merentangkan tangannya. Memejamkan mata. Bersiap menerima gulungan ombak. Mayang tersenyum-senyum sendiri. Kocak sekali sih Daud ini.

Gulungan ombak semakin lam semakin kuat, sampai satu hentaman yang membuat Mayang kehilangan keseimbangan. Mayang memekik. Namun, Daud dengan sigap menarik tubuhnya. Membenamkan dalam pelukan.

Dan apa yang Mayang rasakan. Ketika dipeluk Daud, dengan dada yang menempel ketat. Basah. Juga tatapan mata yang saling menyatu. Duh, kok gini sih. Kenapa harus di pinggir pantai begini.

"Pasti kamu senang ya, aku peluk gini." Daud menggoda. Mayang yang sadar langsung memberontak tapi malah semakin erat di peluk. Soalnya kalau dilepas, Mayang yang terseret ombak. Ngeri.

"Daud, main dipinggir-pinggir saja. Jangan ketengah. Aku takut."

Daud tidak menjawab. Secara tidak diduga, dia mengangkat kaki Mayang hingga posisi membopong. Ya Tuhan, demi apa. Mayang ibarat putri yang jatuh ke pelukan pangeran. Pakai acara tangan Mayang memegang leher beton Daud lagi.

"Nah, duduk di sini saja." Daud berkata setelah meletakkan Mayang di atas pasir.

"Daud, mau kemana ih?"

"Mau nyewa papan seluncur. Mau surfing aku." Daud sambil berlalu.

Mata Mayang membulat. Dia menutup mulutnya. Kata-kata manja itu akhirnya keluar juga. Ungkapan terdalam dari Mayang keluar setelah, momen romantis tadi. Memang sulit sekali untuk menahan diri bersikap manja. Dan Mayang sudah kelepasan!

Untung saja, Daud tidak menyadari. Bisa malu dia kalau sampai mendengar suaranya yang manja tadi.

Tak berapa lama Daud kembali dengan papan yang setinggi dua meter. Papan itu ringan saja diangkat menggunakan kedua lengannya. Seperti saat Daud mengangkat tubuh Mayang tadi.

"Lihat dan perhatikan."

Daud memamerkan keahliannya berselanjar. Sudah seperti professional dengan papan yang tipis. Dia terlihat santai saja menghadapi gulungan ombak. Tubuhnya yang kecoklatan basah mengkhilap.

Begitu gulungan ombak besar datang. Daud mulai beraksi. Memainkan papan tipis itu. Dengan pijakan yang juga menahan keseimbangan, dia berhasil berdiri sekalipun agak menunduk.

Mayang terperangah. Mulutnya menganga. Tidak hanya berdiri bahkan terlihat Daud yang mulai memainkan papan selancar itu seolah atraksi. Memukau semua orang. Terdengar suara gerombolan bule tak jauh dari sana yang juga histeris. Seketika Mayang langsung menatap kurang suka kepada bule-bule cewek itu. Ih, ganjen banget.

Main papan seluncur ternyata tidak mudah. Tidak jauh dari sana juga terdapat bebarapa orang yang mencoba untuk bermain tapi selau gagal. Keseimbangan adalah kunci yang utama. Tentu tidak hanya latihan, tapi juga jam terbang.

"Bagaimana? Jago gak?"

Daud dengan bangganya membanggakan diri. Menepuk dadanya yang bidang. Mayang memutar mata. Kalau dia mengiyakan. Bisa besar kepala dia.

"Biasa saja tuh. Banyak juga kan bule yang jago." Mayang malah membandingkan dengan Bule lain.

"Iya kan mereka aku yang ngajarin." Daud santai saja. Tidak merasa tersaingi atau bagaimana. Gayanya santai saja karena tahu Mayang hanya becanda.

Daud kembali berkutat dengan papan seluncurnya sampai senja menyingsing. Dia pun menyudahi permainannya itu. Ombak juga tidak sekuat tadi. Sekarang lebih tenang dan syahdu.

Mayang masih duduk di atas pasir pantai. Daud datang mendekat. Wajahnya kemerahan karena senang berselancar. Dia menjatuhkan badannya di samping Mayang. Mayang memperhatikan tubuh setengah telanjang Daud yang basah dan berpasir. Sangat seksi.

basah dan berpasir, seksi sekali dia.

"Sebentar lagi sunset. Pemandangan yang paling bagus di Pantai Kuta. Orang-orang biasanya menyebut Sunset beach." Daud menjelaskan. Sudah seperti pemandu wisata saja.

Mayang melemparkan pandangan jauh ke depan ke pusat cakrawala langit yang berwarna orange.

"Aku ambil kamera dulu."

Daud berdiri. Bergerak menuju loker. Mengambil benda yang paling sering disentuh olehnya, sampai-sampai Mayang iri karena jarang disentuh.

Langit perlahan mulai gelap. Suasana sangat lengang. Wisatawan sudah sedikit yang masih ada di dalam air. Mereka semua mulai duduk berjejer, di sepanjang tepi pantai. Menunggu datangnya malam.

Daud kembali. Diam-diam dia mengambil foto Mayang yang sedaang berhadapan dengan sunset.

"Bagaimana bagus enggak?"

Daud menunjukan hasil jepretannya. Bagus. Daud memang pandai dalam hal fotografi.

"Sekarang gantian kamu yang fotoin aku."

"Tapi, aku enggak pandai motret Daud."

Daud diam sejenak. Tiba-tiba dia melampai ke salah satu wisatawan. Meminta bantuan untuk memotret. Satu hal yang Mayang baru ketahui. Bahwa Daud juga lancar bahasa inggris. Aksennya terdengar seperti amerika. Sial! Sial! Kenapa Daud serba bisa sih. Buat Mayang tambah kagum saja.

Setelah dipotret, Mayang berkata.

"Maafkan aku, Daud. Aku memang enggak bisa motret yang bagus."

Daud malah tersenyum. Menampilkan deretan giginya yang rapi.

"Enggak apa-apa. Kamu di sini saja, aku sudah senang."

Tuhkan, Rasanya Mayang ingin melemparkan diri ke laut saja, atau membenamkan diri di dalam pasir.

"Sudah ah, ayo kita pulang."

"Tunggu."

Secara tiba-tiba, Daud menarik tangan Mayang hingga untuk kedua kalinya jatuh ke bongkahan dada bidang Daud. Pria itu terlihat mengarahkan kamera kedepan, berbalik menghadap mereka.

"Selfi dulu. Ciss!"