webnovel

Lambang Kejantanan Pria : Surfing

Baru saja seperti merebahkan diri, Alarm di ponsel Mayang berdering. Dia mengerjap-erjapkan mata. Malah sedikit pusing karena Mayang baru saja memejamkan mata.

Mayang menoleh ke Daud yang masih stay dengan posisinya yang tertelungkup. Dengkuran halus terdengar.

Suasana hening sekali, Ya jelas lah tamu-tamu lain sedang melancong. Mayang tentu tidak ingin melewatkan kesempatan berlibur ini.

"Daud, bangun."

Mayang berucap dengan suara agak meninggi. Tapi, sepertinya percuma saja, Daud tidak menunjukan pergerakan apapun.

Mayang menoleh ke bantalnya. Diambilnya bantal. Meletakkan di punggung besar dan kokoh Daud. Terus menggoncang-goncangkannya. Mayang tidak ingin bersentuhan dengan kulit keras dan macho itu. Takut khilaf nantinya.

Daud malah mengubah posisi tidurnya. Mayang jengkel. Dia lebih cepat menggoncang-goncangkan tubuh coklat setengah telanjang dengan hanya menggunakan celana pendek itu.

Mayang memperhatikan tubuh belakang Daud yang seksi itu. Ingin sekali Mayang menyentuhnya. Merasakan kerasnya kulit Daud yang kekar. Ah, Daud memang pejantan idaman.

Tiba-tiba pria itu menggeliat. Telentang. Kini yang terpampang di hadapan Daud adalah postur depan yang terukir indah. Dua bongkahan dada gempal sedikit bulu. Lengan berotot itu tampak baik. Menampilkan bulu ketiak yang teramat seksi. Aw, ingin rasanya Mayang menjatuhkan diri. Dipeluk sama pejantan itu pasti nyaman sekali.

"Daud."

Mayang berisik. Tetap saja Daud tidak bergeming. Aduh, Daud tidur apa mati sih. Kok sulit sekali dibangunkan!

Mayang tidak kehabisan ide. Dia bergerak menuju kamar mandi. Mengambil segenggam air untuk menyipratkannya ke wajah Daud. Pasti tidak akan gagal.

Dan benar saja, Daud langsung membuka mata. Dia dan tubuh besarnya langsung bangun dengan posisi duduk. Mayang tertawa geli sendiri.

"Udah magrib ini."

Daud menatap nanar Mayang. Masih setengah sadar. Wajahnya seperti berubah panik. Dia mengambil ponselnya dan melihat penunjuk waktu yang tertera.

"Masih jam tiga." Dia bernafas lega. Agaknya sayang kalau melewatkan ke pantai yang menjadi favoritnya.

"Kamu kok pakai air banguninnya."

Mayang mendengus pelan. Emangnya dia pikir gampang apa bangunin dia. Rasanya Mayang pengen cubit gemas.

"Salah sendiri, tidur kayak orang mati."

Diejek seperti Daud malah tersenyum. Ah, Mayang meleleh melihatnya.

"Ya, sudah. Ayo berangkat sekarang. Enggak sabar pengen main di pantai. Surfing. Lihat bule-bule. Lihat sunset juga."

'Hah! Apa dia bilang tadi surfing?'

"Surfing? Berselancar? Kamu bisa?" Mayang setengah tidak percaya. Tidak menyangka kalau penjantan satu ini hobby banget surfing. Olahraga ideal yang biasanya dilakukan oleh cowok-cowok kekar berkulit eksotis. Yang kalau di Bali, biasanya menjadi idaman wanita, terutama bule-bule. Mayang semakin terkagum-kagum saja dengan Daud. Benar-benar kejutan.

"Ya bisa lah. Di pulau seberang, kampung halamanku. Aku sering surfing. Tapi ombaknya tidak terlalu besar jadi kurang asik. Kalau di Bali kan berhadapan langsung dengan samudra hindia, pasti ombaknya asik. Jadi enggak sabar."

'Aku juga enggak sabar pengen lihat kamu memainkan papan surfing itu, Daud. Pasti pertunjukan yang menakjubkan.' Mayang membatin.

"Oh, iya. Kamu dulu ganti pakaian di kamar mandi, setelah itu aku."

Mayang mengangguk. Dia mengambil plastik yang isinya pakaian renang tertutup yang dia beli. Mungkin akan terlihat aneh. Di pantai kok pakai pakaian renang serba tertutup, tapi bodo amatlah. Yang penting Mayang nyaman. Daud juga tidak protes.

Setelah selesai berganti pakaian. Kini giliran Daud.

Pria itu dengan kondisi masih setengah telanjang menyambar plastic berisi pakaian renang. Menerobos masuk ke kamar mandi dan menutupnya dengan cuek. Samar-samar terdengar suara pancuran air seni. Deras sekali, Pikiran Mayang langsung terarah ke sesuatu yang besar tengah mengacung ketika mengeluarkannya. Ah, jorok sekali pikiran Mayang.

Setelah selesai di kamar mandi, Daud keluar. Mayang langsung pura-pura menata barangnya.

"Ayo berangkat ke pantai Kuta sekarang!"

Maka tanpa berlama-lama lagi, mereka langsung beringsut keluar. Nuansa sore langsung terasa kala udara yang tidak terlalu hangat menerpa tubuh mereka.

Yang dinanti-nanti ada di depan mata. Pemandangan hamparan pasir putih yang berbatasan dengan cakrawala biru langit. Deburan ombak bagaikan music yang begitu merdu. Terlebih cahaya mentari pukul tiga sore yang sangat indah. Gulungan ombak seperti berkejaran terpantul indah oleh cahaya mentari. Benar-benar menakjubkan.

Dari kejauhan, terlihat banyak orang yang memenuhi pantai itu. Ada yang berenang, berkejar-kejaran, berjemur, ada anak kecil juga yang sedang membuat kastil pantai.

Yang lebih menarik perhatian, beberapa orang yang terlihat berseluncur di antara ombak. Gaya mereka tampak begitu lihai menahan keseimbangan dan berdiri tegak secara gagahnya. Yang ada di dalam pikiran Mayang adalah apakah Daud akan seperti mereka?

Walaupun Mayang sebenernya agak risih. Nyaris dari semua pengunjung di pantai itu setengah telanjang. Bisa dibilang orang yang hanya menggunakan pakaian renang tertutup bisa dihitung dengan jari, atau mungkin hanya dia seorang. Pastinya banyak pasang mata yang akan melihatnya aneh nanti. Tapi, sekali lagi Mayang cuek. Lha wong, tidak ada yang kenal dia, dan juga selama penampilannya tidak menganggu. Ya, don't care.

"Kita titipkan barang di sana." Daud menunjuk ke arah Tower penjaga pantai itu. Tempat yang biasanya ada untuk menitipkan barang. Terlihat Daud berlari ke sana. Mayang jalan saja. Akan sangat berbahaya kalau dia lari. Tubuhnya yang menonjol sana-sini pasti akan bergerak-gerak.

Rupaya selain sebagai tempat penitipan, di sana juga ada shower atau pancuran, tempat untuk membilas diri. Mayang yang sudah melihat pantai. Sudah tidak sabar untuk bermain-main. Pasti asyik kala kakinya mengenai deburan ombak.

"Kamu gak ganti pakaian ya?" Daud bertanya. Mayang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dari homestay tadi dia sudah menggunakan pakaian renang serta tertutup itu. Tas yang dibawanya hanya berisi dompet juga pakaian ganti.

"Ya, sudah, aku ganti pakaian dulu ya. Kamu tunggu di sini." Daud berkata. Dia menerobos salah satu bilik yang kosong. Sedangkan berjejer di sampingnya sudah dipenuhi bule-bule. Dengan tubuh mereka yang kaukasoid. Putih kemerahan. Mayang tidak tertarik sama sekali.

Ketika Daud masuk, pria itu lupa menutup pintu. Dengan santainya, dia membuka pakaiannya. Menampilkan Tubuh telanjang sempurna tepat di depan Mayang dengan posisi membelakangi. Pemandangan yang sama tatkala Mayang mengintip di celah ventilasi di kos, hanya sekarang lebih amazing. Lebih dekat. Dekat sekali. Apa jadinya kalau seandainya, Mayang ikut masuk ke bilik itu dan menguncinya?