1 Tanpa Sehelai Benang

"Di mana aku?" Mata sedikit terbuka dan menoleh ke arah celah jendela dengan gorden yang setengah tersingkap. Tampak di luar hujan begitu deras. Kembali dia tatap langit-langit dalam ruang yang tidak dia kenal sembari mengucek matanya. Grizelle Ananta sangat bingung dengan apa yang dia alami. Ruang begitu rapi dan dingin membuat dirinya begitu asing.

"Kenapa kepalaku sangat pusing? Apa yang sudah terjadi dengan diriku?" Griz meringis dengan kedua tangan memegangi kepala. Rambut panjangnya terlihat sudah acak-acakan tidak biasanya.

"Sudah bangun?" Suara menggelegar dan terdengar asing di telinga Griz. Pria paruh baya juga tengah bersamanya di ruang yang sama. Griz semakin curiga dengan apa yang terjadi pada diri Griz gadis cantik putih dan menawan itu.

"Siapa kamu? Kenapa ada di sini bersamaku? Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Grizelle terperangah melihat Pria paruh baya namun tidak terlalu tua dan jelek.

Benar saja, griz hampir menyingkap semua selimut yang menutup tubuhnya sejak tadi. Namun tertahan dan dia tutup kembali. Griz menyadari bahwa dirinya tidak mengenakkan sehelai benangpun. Sontak membuat Griz teriak kencang.

"Aaaaaakkkk!"

"Diam, tidak ada gunanya kamu teriak."

Griz terdiam lalu menangis.

"Sudah aku katakan, Diam! Tidak usah cengeng. Dasar wanita murahan!"

Pria itu bersikap tegas terhadap Grizelle. Dia paling tidak suka berhadapan dengan wanita yang cengeng. Sembari sesekali menghisap rokok di temani kopi yang terlihat masih hangat.

"Apa yang sudah Om lakukan pada diriku? Kenapa aku bisa sampai di sini?"

Grizelle akhirnya memberanikan diri untuk bertanya dengan apa yang sudah terjadi.

"Kamu benar-benar tidak ingat dengan apa yang sudah kita lakukan semalam?" Pria itu senyum menyeringai dengan genitnya dan seolah sedang menikmati sesuatu.

"Maksud Om apa?" Tangan Grizelle sembari meraba menuju tumpukan baju yang dia pakai kemarin dengan tenang.

"Aku begitu sangat menikmati tubuh kamu yang mulus. Terlebih lagi, aku sangat beruntung bisa memiliki kamu."

'Astaga, apa yang harus aku lakukan sekarang. Jadi benar dia sudah menghancurkan masa depan aku? Tapi sebenarnya apa yang sudah terjadi sebelumnya. Aku benar-benar tidak mengerti dengan semua ini. Siapa yang sudah tega lakukan ini padaku?' batin Griz sangat teriris untuk pertama kalinya kehormatan dia hancur dan hilang di ambil pria tua yang tidak dia kenal sama sekali.

"Nih untuk jajan kamu, kamu pasti butuh uang kan untuk beli skincare wajah kamu. Selebihnya sudah aku transfer di rekening Ayah kamu!" Pria itu melempar kan uang tepat di wajah Grizelle.

Sontak Grizelle tercengang mendengar Ayahnya di sebut.

"Ayah? Maksud Om apa?"

"Aku tidak punya waktu lagi!" Pria itu melangkah kan kakinya untuk keluar dari pintu kamar hotel.

"Tunggu! Aku butuh penjelasan Om. Siapa sebenarnya yang sudah kirim aku kemari?" Griz menarik tangan Pria itu dengan sedikit merasa jijik. Namun dia harus mendapatkan kebenaran tentang ayah yang di maksud.

"Dasar anak cengeng, untung saja cantik. Kalau tidak sudah aku apakan kamu! Tidak perlu takut, Ayah kamu sendiri yang sudah kirim kamu kemari dan jual tubuh kamu ke aku. Sudah jelaskan?"

Griz tidak bisa berkata apa-apa lagi setelah mendengar ucapan om itu bahwa ayahnya lah pelaku sebenarnya.

"Ya Tuhan, ternyata aku di jual ayahku sendiri. Ayah jahat! Aaakkkkk!" Kini dia semakin yakin kalau memang ayah pelakunya. Namun dia harus mencari bukti kebenarannya.

Grizelle kembali teriak dengan pintu masih terbuka setelah pria itu keluar dari kamar tersebut. Grizelle segera mengenakan bajunya setelah itu bermaksud untuk keluar dari hotel. Namun dia di kejutkan lagi dengan adanya bercak noda merah yang menempel di sprai kasur. Grizelle terjatuh ke lantai menangis dan menyandar kan kepalanya pada sebuah kasur.

"Ayah? Kenapa Ayah jahat dengan diriku? Apa salahku sama Ayah?"

Tangisan Griz semakin kuat, sehingga mengundang kedatangan office boy yang memang ingin menghampiri kamar tersebut untuk membereskan.

"Permisi!" Sapanya dengan ragu karena sudah mengganggu Grizelle.

"Maaf aku sudah lancang masuk, Mbak! Aku hanya ingin melakukan tugas untuk membersihkan kamar ini. Karena waktu yang memakai kamar ini sudah habis dan ada yang ingin menempati lagi."

Grizelle tidak langsung menjawab, namun dia segera berdiri dan memeluk erat tubuh pria itu.

"Eh, Maaf. Tolong lepaskan!" Ucap Kiano sedikit mendorong tubuh Grizelle.

"Tolong jangan lepaskan!" Balas Grizelle semakin mempererat pelukannya pada tubuh tinggi tegap Kiano dan terus menangis.

Kiano pasrah dengan apa yang sudah Grizelle lakukan. Padahal mereka tidak saling kenal.

'Baiklah, lakukan sesuka kamu cantik. Aku tidak tahu derita apa yang sudah kamu alami sehingga menangis seperti ini. Wanita, ya mungkin dia butuh sandaran atau pelukan. Tapi baru kali ini aku di peluk wanita yang tidak aku kenal.' Ucap Kiano pada dirinya sendiri dalam batin sembari membalas pelukan Grizelle.

Tiba-tiba datang Shella dengan kain pel juga ember yang dia bawa. Tak lain, dia juga office girl di hotel itu.

"Kiano?" Teriaknya ketika menyebut nama Kiano. "Apa yang sudah kamu lakukan?" sambungnya.

"Eh, Shella. Ini tidak seperti yang kamu bayangkan!" Kiano segera melepaskan pelukan Grizelle. Griz pun terkejut dengan kedatangan Shella.

"Apa ini? Seharusnya kamu bersihkan kamar ini, kenapa kamu malah asyik pelukan dengan wanita ini. Siapa dia?" sergah Shella dengan mata berkaca-kaca.

"Em, Maaf. Maafkan aku, ini tidak seperti yang dibayangkan. Aku juga tidak kenal dengan dia, aku hanya merasa sedih dan spontan peluk dia ketika masuk dalam kamar ini. Tolong jangan marah dengan dia ya, Mbak. Maaf, aku harus pergi!" Jelas Grizelle segera melangkah kan kakinya. Tampaknya dia sudah melupakan sesuatu yang ditinggal.

"Tuh, kamu dengar sendiri kan? Dia tadi tiba-tiba peluk aku,"

"Kalau memang seperti itu, kenapa kamu balas pelukan dia?"

"Kamu tahu sendiri kan? Aku paling tidak suka melihat gadis menangis. Apa lagi dia sampai peluk aku begitu. Tapi sungguh, aku tidak kenal dia kok!" Kiano mengacungkan kedua jarinya.

"Sulit dipercaya!" Shella mendengus kesal lalu pergi meninggalkan Kiano sendiri dalam kamar itu. Shella tampak memperlihatkan kecemburuan besar yang dia rasakan saat itu. Sehingga, dia benar-benar marah dengan Kiano kali ini yang sudah menjadi pacarnya beberapa Minggu yang lalu.

"Jadi ini bagaimana? Tidak kita bersihkan?" Ucap Kiano lantang. Dia hanya mengangkat kedua bahu dan tangannya.

"Dasar wanita, kalau sudah cemburu!" Kiano menggeleng kan kepalanya dan mengerjakan tugasnya untuk membersihkan kamar.

"Hah, apa ini?" Kiano menemukan bercak darah pada seprai bewarna putih yang di gunakan Grizelle tadi.

Kiano senyum tipis, "Ternyata perawan cengeng tadi!" ujarnya sembari mengganti seprai yang baru.

"Cantik sih, dan aku tidak sempat tahu siapa namanya. Ah, tapi sudahlah. Untuk apa juga!"

Kiano terus melakukan tugasnya hingga selesai.

avataravatar
Next chapter