webnovel

Ditipu wanita cantik, bukanlah hal yang buruk

"Pagi, mentari mulai menyinari, sinar hangat masuk melalui tepian dinding, menusuk tepat di hati. Yep! Sungguh kata – kata yang cocok untuk mengawali hari," ucap seorang gadis berekspresi beku. Setelah bangun dan menunaikan shalat subuhnya, Anastasia tidak kembali tidur. Ia menyiapkan segala macam buku dan keperluan kampus. Dari baju, hingga buku. Segalanya ia persiapkan agar orang – orang di kampus mau berbicara dengannya.

"seperti biasa, kau rajin sekali ya," sahut teman sekamarnya.

"tentu, aku merasa hari ini akan luar biasa."

Teman sekamarnya, Rumei, adalah satu – satunya orang yang mengetahui keadaan asli Anastasia. Dia lah tempat Anastasia melontarkan banyak gerutu dari hari ke hari. Tidak pernah marah, Rumei justru selalu tertawa mendengar cerita dari Anastasia. Rumei sendiri juga tidak pernah membocorkan cerita itu ke orang lain seperti yang Anastasia minta. Namun, sebagai teman dekatnya, Rumei sungguh ingin melihat Anastasia merasakan nikmatnya hidup di masa muda. Tidak hanya menggerutu dan saling mendengarkan keluhan, tapi ada cerita manis yang seharusnya ia dengar dari temannya yang berhawa dingin ini.

"Anya...," ucapnya halus.

"iya? Kalau masalah sarapan, aku tidak perlu. Aku akan mampir beli roti di toko dekat kampus."

"bukan itu yg mau kutanyakan, apa Anya belum punya orang yg disuka?"

Disambut keheningan sementara, tidak ada balasan dari mulut Anastasia. Mukanya tetap memperlihatkan ekspresi datar namun badannya membeku tak bergerak.

"Aku tidak mungkin punya orang seperti itu," balasnya cepat. Sekali lagi, Rumei hanya tersenyum dan tertawa kecil melihat tingkah temannya. "ada apa denganmu? Jangan tertawa sendiri! Kau menjijikan tahu."

"oke – oke, kunantikan kisah manismu." Balas Rumei.

_

Di kampus, sambil mendengar kuliah yang tengah berlangsung, pikirannya melayang ke kalimat yang dilontarkan Rumei saat pagi tadi. Sembari melihat satu persatu lelaki di kelasnya, ia menyeleksi kandidat "orang yang disukai". Tangannya mulai menulis detail – detail kecil di buku tulis yang hanya ia sendiri mengerti artinya. Mulutnya berbicara sendiri sambil bergumam dan kepalanya menunduk terlihat sangat serius. Tak terasa sudah gumamannya terlantur hingga selesai periode kuliah.

"jijik juga kau." Suara yang tak asing terdengar dari belakang bangkunya. Sambil menoleh, Anastasia memperlihatkan muka paling masam yang bisa ia tirukan.

"mau apa kau pagi – pagi begini ?" ucapnya penuh kekesalan. Erik berjalan kearahnya sambil membawa beberapa buku dari perpustakaan. Ia menyodorkan suatu map jinjing pada Anastasia dan menyampaikan bahwa barangnya tertinggal di perpustakaan.

"aku tak menyangka kau bisa selalai ini, menyedihkan sekali buatmu."

"hm? aku tidak mau kau menyentuh barangku terlalu lama, cepat berikan padaku."

"dasar tukang marah. Pantas saja kau tidak punya teman."

Sambil merebut map yang ada di tangan Erik, Anastasia pergi dan segera keluar dari kelas. tentu semua teman – temannya memperhatikan kelakuan mereka berdua. Hampir setiap hari selalu ada sedikit cekcok antara Anastasia dan Erik. Namun, tidak ada yang berani menghentikannya karena mereka berdua memiliki imej yang tinggi dan saling bertentangan di mata para mahasiswa lainnya.

Siang, Anastasia berniat untuk menyejukkan pikirannya yang masih meluap – luap. Ia berulang kali mengucapkan "Bodoh amat" setiap detik layaknya berdizikir. Sambil berjalan cepat, ia menuju salah satu kafe yang ada didalam lingkungan kampus. Hari ini ia tidak ada tugas menjaga perpus, jadi barangnya yang tertinggal di meja perpus akan sangat rentan hilang atau diambil orang. Tentu dalam hatinya ia bersyukur karena ada seseorang yang peduli mengambil dan menyerahkan barang miliknya. Namun, fakta bahwa orang yang membantunya adalah lelaki dengan sikap paling dibencinya adalah hal yang tidak bisa diubah.

Ego dan harga dirinya memantul keluar dengan sangat tinggi. Ia merasa dikalahkan dengan telak hanya karena Erik, lelaki yang dibencinya, membantu mengambilkan barangnya yang tertinggal. Sambil duduk di salah satu meja kafe dan memesan kopi, ia mengeluarkan buku dan membacanya, berharap hatinya tenang terlebih dahulu.

"permisi, kopi jahe dan donat saljunya sudah datang, silahkan dinikmati."

"ah oke, terima ka...sih..."

"..."

"..."

Sang pegawai kafe dan Anastasia saling memandang. Butuh waktu beberapa detik sampai akhirnya mereka berdua bisa bereaksi. Sementara sang pegawai tahu betul apa yang akan terjadi, ia mencoba untuk segera menghindar. Namun, Anastasia adalah orang yang selalu mendekati masalah.

"Dasar penguntit!!" teriaknya lantang.

Ya, Erik yang sedang bekerja sambilan di kafe dan secara tidak sengaja bertemu dengan wanita paling menyebalkan yang pernah ia temui, lagi. Tentu keadaan mendingin dengan cepat karena ada banyak pelanggan dalam kafe. Sang manajer yang melihat kejadian itu memberikan beberapa menit bagi Erik mengambil istirahat lebih awal untuk menjelaskan keadaan pada temannya agar tidak menjadi panik.

"sudah paham? aku hanya ingin mengumpulkan uang tambahan untuk liburan. Kenapa juga kau yang panik jika aku bekerja di suatu tempat?" ujar Erik memaparkan kondisinya.

"maaf, aku hanya tidak mengira orang suram sepertimu bisa bekerja di tempat yang banyak orang," balasnya. Sembari mengumbar hinaan ringan, Erik segera berdiri kembali dan melanjutkan pekerjaannya.

"sudahlah, percuma saja aku membalasmu. Aku sudah lelah dengan pertengkaran kita kali ini." Erik melangkah masuk kedalam dapur kafe dan melanjutkan pekerjaannya. ia tidak ingin pekerjaannya terganggu dengan adanya Anastasia, namun tiap kali ia lewat untuk mengantarkan pesanan, matanya terus melirik dan membuatnya sedikit gugup. Sesekali ia tersandung sesuatu dan membuatnya canggung. Sementara Anastasia hanya menggelengkan kepalanya melihat lelaki bobrok yang ia kenal sungguh berusaha bekerja di kafe.

Pukul 19:00 Erik pamit untuk pulang. Sembari melangkah keluar bilik bekerjanya dan memasang jaket, seorang yang ia kenal menghampirinya dengan memasang wajah sedikit kesal.

"lama," bisik orang itu.

Anastasia berdiri sambil memegang minuman botol yang sudah separuh habis. Erik tidak habis pikir dengan apa yang ia lihat. Ada banyak pertanyaan yang melintas dikepalanya saat ini namun semuanya tersapu kembali ketika Anastasia berbicara dengannya.

"kamu menungguku?" ucap Erik pelan.

"kau pikir?" Dengan pertanyaan balasan itu, Erik sudah cukup tau dengan mood dan pikiran Anastasia saat ini.

"kalau begitu, ayo" balas Erik. Berjalan bersama dengan wanita bukan berarti rasa cinta tumbuh seketika. Setidaknya, itulah yang Erik pikirkan. Ini juga bukanlah kegiatan yang Anastasia lakukan secara rutin, ia bahkan tidak punya teman bicara selain Rumei. Tapi satu hal yang Erik ketahui, Anastasia selalu mempunyai niatan dibalik semua aksinya.

"kau tahu, bicara denganmu tanpa perasaan marah ternyata cukup normal, ya?" tutur Anastasia.

"hm, aku tidak menyarankanmu berkata seperti itu padaku."

"yah, aku tahu kok." Anastasia kemudian berjalan selangkah lebih depan dan menyarankan untuk berhenti di suatu taman yang mereka berdua lewati. Mereka duduk di salah satu bangku taman ditemani lampu kuning yang sedikit redup. Tidak ada interaksi ataupun hinaan keluar dari mulut mereka berdua.

"hei, kenapa kau hari ini?" ujar Erik bernada khawatir.

Seketika lengan Erik sudah terkunci dengan tangan Anastasia, tubuhnya mendekat hingga Erik bisa merasakan hangatnya suhu Anastasia. rambutnya yang panjang dan lurus kini terurai di atas paha, sedangkan tangannya yang kecil mulai melingkar mendekati leher Erik. "Kumohon, bantu aku..., aku perlu bantuanmu," sahutnya. Dengan nada rendah yang menggoda, insting lelaki Erik spontan menjawab,

"Oke, apa yang bisa kubantu?"

"..."

Tidak ada balasan. Seketika lengannya yang terkunci kini perlahan bebas. Anastasia kemudian hanya berdiri didepan Erik sambil memasang wajah serius yang sedikit menakutkan. "baiklah, dengan begini kau harus membantuku menyelesaikan suatu hal." Suara halus yang menggoda itu kini hilang. Anastasia kembali memperlihatkan sosoknya yang kuat dan tidak mau mengalah seolah – olah aksinya dari tadi hanya akting. Kemudian ia mengambil HP dan memutar ulang rekaman suaranya yang meminta tolong beserta respond jawaban Erik.

"maafkan aku jika yang tadi kurang nyaman. Aku hanya butuh pengakuanmu untuk kerja sama."

Sadar, Erik segera mencetus "jalang sialan, jadi aku memang terkena tipu, ya?"

"hm? aku hanya minta tolong dengan baik, dan kau juga bersedia membantuku," balasnya. Rekaman itu diputar berkali – kali sambil meyakinkan Erik untuk membantunya. "maaf, tapi mulai saat ini, kau adalah milikku!"