15 Mencari Alasan

"Kapan ayah saya akan sadar, Dok?" tanya Raline yang masih bicara dengan dokter di depan ruang operasi.

  "Saya tidak tau, Nona, karena pasien seperti ayah Anda, biasanya cukup lama masa pemulihannya, apalagi ayah Anda masih dalam keadaan koma," jawab dokter.

  "Tapi, Dok, apa ayah saya akan baik-baik saja?" tanya Raline lagi.

"Jika keadaannya tetap stabil, saya rasa beliau akan baik-baik saja, mungkin akan segera sadar," jawab dokter.

"Apa tidak ada penanganan lain yang bisa dilakukan lagi, Dok?" tanya Raline.

"Untuk sementara, hanya itu yang bisa kami lakukan," jawab dokter.

"Baik, terima kasih Dokter," ucap Raline.

"Sama-sama, Nona, saya permisi," ucap dokter lalu pergi.

"Kamu beneran mau balik lagi ke tempat itu?" tanya Bian.

  "Iya, aku gak bisa ingkar janji sama ibu, kamu jangan khawatir aku pasti bisa kabur lagi kayak kemarin," jawab Raline dengan lirih.

  "Semoga aja, aku selalu mendoakan yang terbaik buat kamu," ucap Bian.

"Terima kasih, Bian," ucap Raline lalu tersenyum.

"Gimana operasi Mas Farhan?" tanya Hanna yang baru saja datang ke rumah sakit.

"Semuanya berjalan lancar, Tante, tinggal nunggu ayah sadar," jawab Raline.

"Alhamdulillah kalau begitu, oh ya ini Tante bawa makanan, kalian makan dulu ya," ucap Hanna sambil menyodorkan paper bag yang dia bawa kepada Raline.

"Kenapa harus repot-repot Tante, aku bisa beli di kantin," ucap Raline.

"Tante gak repot kok, kan sekalian bawa," ucap Hanna.

"Ya udah, kita makan dulu, biar Om Farhan ditemenin sama Mama," ucap Bian.

"Tante gak apa-apa aku tinggal sendiri dulu di sini?" tanya Raline.

"Gak apa-apa, santai aja, udah sana kalian makan dulu," jawab Hanna.

"Terima kasih, Tante," ucap Raline, lalu dia dan Bian pergi mencari tempat yang nyaman untuk mereka makan. Sedangkan Hanna masuk ke ruangan Farhan untuk menemani pria itu.

"Cepet sembuh, Mas," ucap Hanna yang duduk di kursi samping Farhan.

"Kalau diliat liat, kok mukanya Mas Farhan mirip banget sama Bian." gumam Hanna dengan memandang lekat wajah Farhan.

"Apa Mas Farhan ...."

"Ck ... apaan sih, aneh-aneh aja, gak boleh menerka-nerka nanti jadi fitnah, lagian dia juga gak pernah kasih tau siapa pria itu." Gumam Hanna lagi, dia segera menepis apa yang sedang dia pikirkan saat ini.

Braak

"Astaghfirullahal'adzim!" ucap Hanna yang terkejut karena Sarah tiba-tiba datang ke ruangan itu sambil membuka pintu dengan sangat kencang.

"Raline!" panggil Sarah.

"Bisa pelan gak suaranya, kamu gak lihat di sini ada pasien!" ucap Hanna.

"Aku gak peduli, biar dia cepat mati sekalian, laki-laki gak berguna!" maki Sarah.

"Sarah, seharusnya kamu mendoakan yang terbaik buat kesembuhan suami kamu, istri macam apa kamu ini!" bentak Hanna.

"Diam, kamu gak usah ikut campur urusan aku, di mana Raline?" tanya Sarah dengan sengit.

"Raline gak ada!" jawab Hanna.

"Penipu, di mana Raline!" bentak Sarah lagi.

"Aku bilang gak tau!" bentak Hanna juga.

"Anak tidak tau diri, pergi ke mana dia!" maki Sarah lalu dia pergi dari ruangan Farhan.

"Ya ampun, kok ada seorang ibu dan istri yang kayak begitu, keadaan suaminya lagi kayak begini, dia malah pergi begitu aja bahkan gak peduli sama sekali." ucap Hanna sambil mengelus dadanya.

***

"Sudah kuduga, kau tidak akan bisa menerima tantanganku," ucap Alvaro yang kembali meledek Daffa.

"Diam!" ucap Daffa dengan tatapan tajamnya.

"Ayolah, mengaku saja kau kalah," ucap Alvaro dengan tersenyum penuh kemenangan.

"Aku tidak akan kalah darimu," ucap Daffa.

"Hmm ... sepertinya kau akan memerlukan bantuanku," ucap Alvaro.

"Maksudmu?" tanya Daffe dengan alis yang terangkat.

"Dia benar-benar tidak tau!" jawab Alvaro yang mulai geram.

"Diam bodoh, enyah kau dari sini!" maki Daffa yang semakin kesal karena Alvaro terus membicarakan hal yang tidak penting menurutnya.

"Oke, aku akan pergi tapi nanti malam aku akan membawamu ke suatu tempat," ucap Alvaro

"Jangan mengajakku ke tempat sialan itu lagi!" ucap Daffa dengan tatapan tajamnya.

"Ck ... tidak." Lalu Alvaro beranjak dari tempatnya dan segera keluar dari ruangan Daffa.

  Alvaro langsung menghubungi seseorang yang biasa dia hubungi untuk mencari teman tidur.

"Kali ini kau tidak akan lolos, Daffa," ucap  Alvaro lalu dia tertawa.

"Siapa yang tidak akan lolos?" tanya Ramdan yang ternyata baru tiba di kantor dan mendengar ucapan Alvaro sekilas.

"Bukan siapa-siapa, Om," jawab Alvaro

"Benarkah?" tanya Ramdan dengan alis yang terangkat.

"Benar," jawab Alvaro, lalu dia segera pergi dari hadapan Ramdan sebelum pria paruh baya itu kembali menghujani Alvaro dengan berbagai macam pertanyaan.

"Papa!" sapa Daffa yang baru saja keluar dari ruangannya.

"Papa kenapa ke sini?" tanya Daffa.

"Papa cuma mau mampir, tadi sekalian lewat abis ketemu sama temen, Papa," jawab Ramdan.

"Ayahnya Alvaro?" tanya Daffa.

"Ya, dia juga ada di sana," jawab Ramdan.

"Papa masuk aja, aku ada urusan keluar sebentar," ucap Daffa.

"Iya, Papa mau tau laporan perusahaan bulan ini," ucap Ramdan.

"Oke, Pa." Daffa lalu segera pergi menuju ruangan Alvaro, sedangkan Ramdan masuk ke ruangan Daffa.

"Gantikan aku meeting!" ucap Daffa di ambang pintu ruangan Alvaro.

"Kenapa aku?" tanya Alvaro.

"Karena ada papa, aku tidak mungkin meninggalkan papa sendirian lagi pula meeting itu hanya membahas rancangan tim produksi," jawab Daffa.

"Oke, tapi dengan syarat kau harus ikut denganku nanti malam," ucap Alvaro.

"Haiish ... kenapa kau selalu menjebak aku," ucap Daffa yang mulai kesal.

"Yes or no?" tanya Alvaro dengan alis yang terangkat.

"Whatever." Daffa pun berlalu begitu saja dari ruangan Albert.

"Udah selesai urusannya?" tanya Ramdan saat melihat Daffa masuk lagi ke ruangannya.

"Udah, biar Alvaro yang menyelesaikannya Pa," jawab Daffa.

"Bulan ini perkembangannya sangat pesat," ucap Ramdan.

"Ya, semoga terus seperti itu Pa," ucap Daffa

"Oh iya, Papa bilang kita ada urusan ke luar kota sama mama," ucapan Ramdan membuat kening Daffa berkerut.

"Emangnya kenapa, Pa?" tanya Daffa yang masih merasa bingung.

"Soalnya di rumah ada Meta sama mamanya, Papa males berhadapan sama mereka, kamu kayak gak tau mama aja pasti mama minta mamanya Meta nginap di rumah," jawab Ramdan.

"Kalau itu alasannya aku setuju sama, Papa," ucap Daffa.

"Kalau gitu, malam ini kita tidur di hotel," ucap Ramdan.

  "Ide bagus Pa, soalnya kalau kita tidur di apartment aku, mama pasti cari ke sana," ucap Daffa.

"Papa langsung ke hotel, kamu juga jangan balik ke rumah biar gak ditanya macem-macem sama mama," ucap Ramdan.

"Oke, Pa," ucap Daffa lalu Ramdan segera pergi dari ruangan Daffa.

avataravatar
Next chapter