3 Di Usir Ibu

Sudah tiga hari sejak kepergian Ricky. Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Nindia masih tertidur pulas sambil memeluk handphonenya. Bu Ranti sudah siap berangkat kerja.

"Nak, tidak biasanya kamu belum bangun?" bu Ranti mengusap rambut anaknya dan kaget merasakan suhu tubuh Nindia yang tinggi.

"Ya Allah, kamu demam Nindia!" bu Ranti terlihat panik.

"Buu . . ." Nindia mulai terbangun.

"Sayang badan kamu panas sekali. Ibu ambil kompres dulu, ya!" bu Ranti pun pergi ke dapur mengambil air hangat untuk mengompres Nindia.

Tiba-tiba Nindia merasakan perutnya sangat tidak enak. Buru-buru dia ke kamar mandi, dan memuntahkan isi perutnya.

"Kamu kenapa, nak?" ibu yang mendengar Nindia muntah-muntah segera ke kamar mandi.

"Perut Nindia tidak enak bu, seperti di aduk-aduk ! Kepala juga pusing sekali!" keluh Nindia.

"Hmm . . . mungkin kamu masuk angin, nak! Sini ibu olesin minyak angin!"

Nindia pun kembali tiduran di kasur sambil di olesin minyak angin dan kepalanya pun di kompres karena demam.

"Kamu sarapan dulu ya nak terus minum!" titah bu Ranti.

"Iya, bu."

"Ibu tinggal kerja tidak apa-apa kan, nak? Kalau butuh Ibu, kamu telepon saja ya!"

"Iya tidak apa-apa kok, bu. Nanti Nindia mau tidur lagi!"

"Baiklah, ibu kerja dulu ya, ini sudah telat. Kamu istirahat saja moga lekas sehat!" ibu lalu mengecup dahi Nindia sebelum meninggalkan rumah.

Nindia mencoba makan yang sudah di siapkan ibunya. Namun baru beberapa sendok, perutnya kembali mual dan Nindia pun tidak tahan untuk segera memuntahkan isi nya. Dengan berlari, Nindia ke kamar mandi dan memuntahkan semua makanan yang dia makan tadi sampai habis.

"Duuuhh . . . Aku kenapa, ya? Perutku sangat mual! Huuhh . . . bikin lemas saja!" dengan sempoyongan Nindia kembali ke kamar.

"Huuuhhh !! Terpaksa nih minum obat tanpa makan dulu."

Nindia lalu meminum obat turun panas yang tadi di berikan ibunya. Tapi Nindia kembali mual hingga dia muntahkan obatnya di dalam kamar. Kepalanya pun terasa makin pusing.

Karena tak kuat Nindia kembali tiduran.

"Ibuu . . . ! Aku kenapa? " ucap Nindia lirih sambil menangis.

Nindia pun teringat Ricky. Ricky yang begitu perhatian padanya. Nindia sangat merindukan sosok Ricky dalam kesehariannya seperti dulu.

"Rick. . .! Aku kangen!" Nindia merintih memanggil nama Ricky.

Nindia pun tertidur dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.

***

Sudah beberapa hari, setiap pagi Nindia merasakan perutnya sangat mual dan selalu berakhir muntah-muntah di kamar mandi. Dan itu akan sedikit berkurang saat menjelang siang. Selera makannya pun jadi berkurang hingga Nindia makin kurus dan terlihat pucat. Ibunya pun makin bingung melihat kondisi anak semata wayangnya itu.

Hari ini pun makin parah. Beruntung hari ini hari minggu jadi ibunya libur bisa menemani Nindia di rumah.

"Nak kita ke dokter, yuk? Nanti kalau di biarkan, kamu bisa drop!" ibu terlihat sangat khawatir.

"Tidak usah bu, semoga Nindia hanya kecapekan saja," tolak Nindia halus.

"Tapi nak ini sudah lebih tiga hari loh kamu seperti ini! Makan juga cuma sedikit sekali kamu! "

"Nindia pengen makan rujak buah yang pedas bu,mungkin bisa mengurangi mualnya!" pinta Nindia dengan wajah memohon.

"Apa, rujak buah?" ibu Nindia kaget. Jangan-jangan? Ah tidak mungkin. Batin bu Ranti.

"Iya bu, beliin ya, bu . . .!" Nindia kembali memohon.

"Hmm . .. Baiklah, nak. Kamu tunggu ya ibu beli dulu!" bu Ranti pun segera mencari penjual rujak buah di dekat rumahnya.

Selagi menunggu ibunya membeli rujak, Nindia masih bolak balik ke kamar mandi sampai tubuhnya terasa sangat lemas. Dia coba mandi. Mungkin dengan mandi akan terasa lebih segar. Batin Nindia.

Tak berapa lama, ibunya kembali mambawa pesanan Nindia. Ibunya juga memberikan 2 macam alat pipih pada Nindia.

"Nak, kamu coba pakai ini, ya! Kamu coba dua-duanya! Kamu baca petunjuknya. Kamu mengerti kan caranya?" titah bu Ranti dengan wajah khawatir.

"Baik, bu," Nindia yang belum mengerti tujuan ibunya hanya menurut saja. Dia langsung ke kamar mandi. Beberapa menit Nindia pun keluar dengan membawa alat pipih yang tadi di berikan ibu nya.

"Sudah, nak?" tanya Bu Ranti melihat Nindia keluar dari kamar mandi.

"Sudah, bu. Ini !" Nindia pun menyerahkan benda pipih itu pada ibunya.

Dengan tangan gemetar Bu Ranti menatap nanar kedua benda yang di berikan oleh anaknya. Kepala nya terasa sakit dan tubuhnya lemas. Dunia nya seakan runtuh hingga tak kuasa menahan berat tubuhnya. Bu Ranti pun langsung terduduk lemas di lantai dengan perasaan hancur.

"Nindiaaaa . . . ," bu Ranti menyebut nama anaknya dengan lemah sambil terisak.

"Bu. Ibu kenapa?" Nindia menghampiri ibu nya dengan wajah khawatir. Tak pernah melihat ibunya seperti itu.

"Siapa laki-laki itu, nak? Siapaa??" tanya Bu Ranti masih sambil terisak.

"Laki-laki, siapa maksud ibu?" Nindia masih belum paham maksud ibunya. Nindia pun ikut duduk di lantai di samping ibunya.

"Ayah anak itu, siapa? Siapa yang telah menghamilimu! Jawab!" bu Ranti tidak kuasa menahan emosinya. Di guncang-guncangnya tubuh Nindia.

"Ha . . .mil bu? Nindia hamil??" Nindia pun syok mendengar apa yang di katakan ibunya. Tubuhnya seketika lemas, dan tanpa terasa air matanya bergulir.

"Jawab ibu! Siapa dia??!" ibu masih mengguncang-guncangkan tubuh putrinya itu.

"Tidak ! Aku tidak mungkin hamil, bu! Tidaakk!!" Nindia berteriak histeris.

"Ayo jawab!!" bu Ranti sudah tidak sabar lagi. Nindia hanya menatap ke arah ibunya dengan linangan air mata.

"Apa dia, Ricky? Apa Ricky yang melakukannya? Jawab ibu, Nindia!!" tanya Bu Ranti yang semakin emosi.

"Ti-tidak bu . . . !" Nindia masih terisak.

"Apa maksudmu, tidak? Jadi bukan Ricky yang melakukannya? Lalu siapa Nindia ??"

"Maafkan Nindia, bu. . . !" Nindia bersimpuh di kaki ibunya.

"Jawab dulu, siapa??"

"Nindia. . . tidak tahu, bu!" Nindia ketakutan.

"Apa maksudmu tidak tahu? Kamu tidak tahu siapa yang menghamili kamu ??"

"Maafkan Nindia bu.. ! Ampuni Nindia!!" Nindia masih bersimpuh di kaki ibunya sambil menangis tergugu.

"Jadi kamu tidak tahu siapa yang menghamilimu, Nindia??" ibunya berteriak.

Nindia pun tidak mau menjawab. Dia begitu takut, bingung, merasa hancur dan tidak kuasa menahan kesedihannya.

Tiba-tiba. Plaakk !! Dengan emosi Bu Ranti melayangkan tangannya ke pipi putrinya. Nindia langsung tersentak kaget. Di pegangnya pipinya yang terasa panas.

"Ibuu . . .??" Nindia menatap ibu nya dengan nanar. Dia tidak menyangka ibunya bisa memukulnya. Wajahnya sudah basah oleh air mata.

"Kenapa kamu lakukan ini pada ibu? Kenapa kamu menghukum ibu seperti ini?!"

"Maaf buu . . .!"

"Kalau kamu tidak mau menjawab siapa dia, lebih baik kamu tinggalkan rumah ini!! Jangan kembali sebelum kamu beritahu ibu siapa dia!! Pergiii Nindiaa . . .!!" teriak bu Ranti dengan tangis yang tak kalah kencang.

"Buu?" Nindia kaget mendengar ibunya mengusir dirinya.

"Ayo, pergi tunggu apa lagi kamu!" dengan emosi bu Ranti menarik Nindia keluar kamar. Dia kembali terduduk di lantai sambil menutup wajahnya dengan bantal.

Tanpa bu Ranti sadari, Nindia benar-benar keluar dari rumah. Dia berjalan dan terus berjalan tanpa melihat ke sekelilingnya. Dia tidak tahu kemana kakinya melangkah. Hingga pagi sudah berganti siang.

avataravatar
Next chapter