1 Pertemuan

Kehidupan bahagia dalam keadaan kemiskinan hanya ada dalam sebuah drama ataupun cerita-cerita sinetron saja tidak dalam kehidupan nyata.

Itulah adalah yang dipikirkan oleh seorang pemuda bernama Aira Syahputra yang sedang bekerja sebagai pegawai part time di sebuah toko yang menjual makanan utamanya adalah mie.

"Selamat datang di Mie Super Enak, silahkan langsung menuju kasir untuk memesan"

Aira mengungcapkan hal tersebut ketika ada pengunjung yang datang sedangkan dia menunggu di samping tempat yang akan diletakkan makanan untuk dia antar ke pengunjung yang memesan makanan tersebut.

Beberapa saat kemudian sebuah bel berbunyi dan Aira dengan otomatis langsung melihat makanan yang baru saja dikeluarkan oleh bagian dapur beserta sebuah struk nomor mejanya.

"Mie goreng ayam jamur manis, nomor 10, berarti di lantai atas"

Aira langsung mengecek makanan tersebut ada yang kurang atau tidak dan ia harus melakukannya dengan cepat.

Dia sudah hapal dengan isi makanan yang ada di menu kedai makanan tersebut karena itu merupakan sebuah keharusan ya g dimiliki oleh semua pegawai kedai makanan tersebut.

"Tidak ada yang kurang, sip"

Aira langsung mengantar makanan tersebut dengan cepat karena bila lambat mie akan cepat dingin dan tidak enak lagi untuk dimakan dan dia akan terkena komplain dari pemesan makanan tersebut sehingga berakibat dimarahi oleh kepala cabang kedai tersebut.

Aira terus berusaha untuk melakukan semuanya dengan baik sehingga dia jarang mendapatkan teguran atau sanksi dari kepala cabang kedai tersebut.

Tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat dan akhirnya jam shiftnya telah sehingga dia langsung mengganti seragam pegawai kedai tersebut dengan pakaiannya.

Saat dia akan pamit dengan yang pegawai lainnya salah satu pegawai memberi tahu kepala cabang kedai memanggil dirinya untuk datang ke ruangannya.

Aira langsung menuju ke ruang kepala cabang kedai, saat sampai di depan pintu ruang kepala cabang kedai tersebut, Aira langsung mengetuk pintu tersebut dan ada jawaban yang memberikan ijin dirinya untuk masuk.

"Selamat sore, pak Aldi memanggil saya"

"Ah, ya.. silahkan masuk dan duduk"

Aira langsung memasuki ruangannya pak Aldi dan duduk di kursi lipat yang ada di depan meja kerja pak Aldi tersebut.

"Kalau boleh tahu, ada apa pak Aldi memanggil saya"

"Hmmm... gimana untuk menjelaskannya ya, sebenarnya saya tidak enak hati untuk mengatakan hal ini karena kamu sudah berkerja dengan baik dan jarang melakukan kesalahan.."

"Maaf, pak saya tidak mengerti pembicaraan ini mengarah kemana?"

Pak Aldi bingung untuk mengatakan sebuah keputusan kalau management pusat kedai tersebut akan melakukan pengurangan pegawai lapangan dan sasaran adalah para pegawai part time, seperti Aira.

"Ya..mau bagaimana lagi saya memang harus mengatakan hal ini padamu, pihak pusat akan melakukan pengurangan pegawai dan sasarannya adalah seluruh pegawai part time, ini dilakukan karena saat ini pendapatan sedang sedikit daripada pengeluaran sehingga dikeluarkan keputusan ini"

Saat mendengar hal tersebut Aira langsung merasa terkena beribu-ribu jarum di tubuhnya.

"Tapi pak, saya sudah melakukan yang terbaik di tempat ini bahkan saya hampir tidak pernah melakukan kesalahan, terlebih saya butuh pekerjaan ini"

"Saya tahu akan hal itu dan saya sudah mencoba bernegosiasi dengan pihak pusat untuk mempertahankan kamu di sini sampai kontrak berakhir tapi ini adalah keputusan dari pusat dan aku tidak bisa melakukan apa-apa"

Aira hanya bisa terdiam mendengar perkataan tersebut dan pak Aldi menyerahkan sebuah amplop putih yang berisikan uang gajinya yang telah ditambah 20% sebagai biaya pembatalan kontrak sesuai dengan isi kontrak tersebut.

"Besok kamu tidak perlu datang kesini lagi dan terima kasih sudah melakukan terbaik ditempat ini, bila saya mendapat kabar ada pekerjaan pasti saya akan mengabarkan pada kamu"

Aira hanya mengangguk kepalanya dengan lemas dan dia harus mencari tempat pekerjaan lainnya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Aira langsung keluar dari tempat tersebut dengan ekspresi wajah murung dan dia bertemu dengan salah satu pegawai full time yang masuk secara bersamaan di kedai tersebut.

"Mengapa kamu berekspresi seperti itu, Budy? Apa kamu melakukan kesalahan sampai mendapatkan ceramah dari leader kita?"

Aira menggelengkan kepalanya secara singkat dan tentu saja lemas.

"Aku baru saja di pecat"

"Eh!! Apa maksud kamu dipecat? Apakah kamu melakukan kesalahan fatal sampai mendapatkan sanksi berat seperti itu?"

"Tidak, ini hanya masalah pengurangan pengeluaran yang dilakukan oleh pihak pusat, semua pegawai part time diberhentikan"

Saat orang itu akan berbicara lagi, suara bel pesanan dari dapur baru saja berbunyi sehingga dia harus mengantar pesanan makanan tersebut.

"Nanti kita bicarakan lagi di telfon, sekarang kamu pulang ke rumah dan istirahatkan pikiran"

Aira hanya menganggukkan kepalanya dan rekan kerja yang sesama angkatan dan paling dekat dengannya walaupun jarak umur berbeda lima tahun langsung pergi meninggalkan Aira karena harus membawa pesanan tersebut ke pelanggan dengan cepat.

Aira langsung keluar dari kedai tersebut menuju ke sepedanya. Dia bertemu dengan tukang parkir yang selalu curhat tentang masalah keluarganya pada dirinya dan Aira tidak tahu mengapa tukang parkir itu selalu bercerita masalah keluarganya.

Aira berpikir kalau tukang parkir itu memang butuh teman curhat saja dan tidak perlu mendapatkan balasan seperti saran, cukup mendengarkan ceritanya saja sudah cukup untuknya.

Aira pamit pada tukang parkir tersebut karena dia tidak akan datang ke tempat ini lagi. Saat mendengar hal tersebut tukang parkir itu sedikit sedih karena orang yang selalu mendengarkan curhatan tidak akan datang lagi selain itu dia juga bersimpati pada Aira yang dipecat secara sepihak.

Aira mengayuh sepeda yang telah dia miliki sejak kelas 5 sd menyusuri jalan kota yang telah dia tempati selama 8 tahun menuju ke rumah peninggalan orang tuanya.

Kedua orang tua Aira telah meninggal dunia di waktu yang berbeda. Pertama adalah ibunya yang meninggal dunia akibat penyakit kanker otak saat dia berumur 7 tahun.

Kemudian Ayahnya meninggal dunia juga karena kecelakaan kerja di tempat bangunan yang mana saat itu sebuah besi jatuh menimpa dirinya yang sedang mengawasi proyek bangunan tersebut dan itu saat Aira masih berumur 12 tahun.

Setelah mengayuh sepeda menyusuri jalan kota dan masuk ke beberapa jalan kecil yang merupakan jalan potong untuk menunju kerumahnya, akhirnya dia sampai di depan rumah peninggalan orang tuanya, yakni rumah seluas 21m² dengan dua kamar tidur.

"Aku pulang"

Aira mengucapkan hal tersebut sambil membuka pintu rumahnya setelah dia pakirkan sepedanya dalam garasi yang dulunya ada mobil tapi sekarang sudah dijual karena Aira tidak sanggup untuk merawat mobil tersebut sejak ayahnya meninggal dunia.

"Selamat datang kakak"

Seorang perempuan dengan rambut panjang yang dikuncir twin tail langsung menyambut Aira di ruang tv. Perempuan itu adalah adiknya Aira yang berbeda usia 3 tahun darinya.

"Mita, sudah makan?"

"Belum kak, nunggu kakak pulang, biar makan sama-sama, hehehe"

Aira hanya tersenyum mendengar hal tersebut. Aira tinggal berdua dengan adiknya tersebut. Walaupun saat kematian ayahnya, kerabat ayahnya, yakni adik dan kakak ayahnya ingin mengadopsi Aira dan Mita, namun mereka harus memilih ikut yang mana.

Aira tidak menginginkan hal tersebut karena dia tidak ingin berpisah dengan adiknya karena ayahnya sudah meminta Aira untuk tidak berpisah dengan adiknya tersebut, apapun yang terjadi bila terjadi sesuatu pada ayahnya tersebut dan itu diucapkan oleh ayahnya sehari sebelum kecelakaan tersebut terjadi.

Aira tetap mempertahankan keadaan seperti saat ini, yakni tinggal di rumah peninggalan orangtuanya bersama dengan adiknya. Kedua omnya tidak setuju dengan hal tersebut, karena Aira saat itu masih dibawah umur.

Namun dia tetap bersikukuh akan pendiriannya tersebut karena dia sudah berjanji dengan ayahnya, sehingga kedua omnya menyerah namun memberikan syarat bila ternyata keadaan memburuk kedepannya, maka Aira dan Mita harus memilih untuk ikut salah satu dari mereka.

"Baiklah, kakak akan membuat makan malam"

"Mita juga ingin bantu"

"Oke...kamu akan jadi asisten kakak"

"Siap, chef"

Aira dan Mita langsung menuju ke dapur untuk membuat makan malam. Aira mengecek persediaan makan malam sederhana mereka yakni, mie goreng sayur + telur dadar.

Mereka berdua menyantap makanan sederhana tersebut di meja makan sambil menceritakan tentang apa yang terjadi pada hari ini dari masing-masing mereka.

Ini adalah jalinan komunikasi yang mereka lakukan sejak kedua orangtuanya masih hidup sehingga mereka masing-masing tahu apa yang telah terjadi dalam satu hari.

Aira tentu tidak menceritakan kalau dia sudah dipecat secara sepihak oleh tempat dia bekerja pada adiknya tersebut karena tidak ingin adiknya itu khawatir sehingga akademik akan terganggu akibat hal yang terjadi pada Aira.

Dia sudah menyatakan kalau dirinya akan bekerja dengan keras untuk memenuhi segala kebutuhan dirinya, terutama adiknya sehingga adiknya bisa tetap fokus pada akademik dan berhasil masuk ke sebuah universitas ternama.

Adiknya bercita-cita menjadi seorang pengacara sehingga Aira harus membantu adiknya tersebut agar bisa masuk ke fakultas hukum dengan akreditasi A yang kalau bisa dengan jalur beasiswa agar bisa mengurangi beban pengeluaran, tapi kalau tidak bisa maka Aira tetap akan berusaha untuk membiayai pendidikan adiknya tersebut.

Aira sudah tidak peduli lagi dengan cita-citanya, bahkan sudah dikubur sedalam mungkin akan cita-citanya tersebut. Aira ingin ahli IT dan bekerja di perusahaan ternama, seperti Google atau Apple atau Microsoft dan lainnya.

Setelah selesai makan, Aira dan Mita duduk di depan TV untuk menghabiskan waktu beberapa menit bersama sampai pukul 8 karena Mita harus masuk ke dalam kamarnya untuk belajar.

Sedangkan Aira juga masuk ke dalam kamar yang dulunya digunakan orang tuanya dan sekarang adalah miliknya. Dia masuk ke kamar bukan untuk belajar tapi untuk melihat dan menghitung tagihan bulanan, pengeluaran, dan pemasukan.

Ini adalah rutinitas setiap hari dia lakukan sejak kedua orangtuanya meninggal dunia. Dia tidak pernah lagi menyentuh buku pelajaran sejak saat itu.

Sekarang di otaknya adalah bagaimana mendapatkan uang banyak agar adiknya bisa masuk ke fakultas hukum dengan akreditasi A.

Walaupun begitu, Aira masih tetap memiliki nilai akademik yang bagus walaupun itu sedikit lebih tinggi dari nilai standar, setidaknya dia tidak mendapatkan kelas tambahan sehingga dia bisa menghabiskan waktu liburan dengan bekerja.

"Sepertinya untuk bulan dan dua bulan kedepan, masih tercukupi"

Aira melihat buku tabungannya dan juga beberapa pengeluaran seperti pulsa token listrik, air PDAM, pajak rumah, uang kebersihan kampung, dan lainnya.

"Aku harus mencari pekerjaan baru untuk menutupi segala kekurangan yang terjadi dua bulan kedepan"

Sebenarnya Aira tidak perlu merasa susah untuk bekerja karena kedua Om nya mengirim uang setiap 3 bulan sekali sebesar 2,5 juta rupiah namun uang tersebut dia masukkan ke dalam uang pendidikan adiknya sehingga dia harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 12 malam dan dia juga sudah mulai merasa ngantuk.

Aira ingin langsung berbaring di tempat tidur, namun sebelumnya dia pergi ke kamar Mita untuk melihat apakah adiknya masih belajar atau sudah tidur.

Dia membuka sedikit pintu kamar adiknya tersebut dan melihat kalau lampu sudah dimatikan sehingga sedikit gelap. Aira melihat Mita sudah berbaring di tempat tidurnya sehingga dia kembali menutup pintu tersebut dengan pelan.

"Semoga mimpi indah, adikku tersayang"

***

Waktu berlalu dengan sangat cepat, bulan yang menerangi malam, sudah berganti dengan matahari yang mulai memperlihatkan sinarnya sedikit demi sedikit sampai akhirnya matahari muncul dengan sempurna.

Sebuah mobil sedan berpintu empat dan terlihat mewah sekaligus elegan melaju dengan perlahan menyusuri jalan kota sambil menyalip beberapa kendaraan yang ada di depannya.

Seorang remaja dengan rambut hitam panjang mengkilau, bermata biru, bibir mungil berwarna Cherry, memiliki wajah imut seperti idol dan memiliki kulit putih seperti salju sedang duduk di kursi belakang mobil tersebut sambil melihat smartphonenya.

"Beberapa menit lagi kita akan sampai di sekolah baru anda, nona Shopia"

Shopia hanya menganggukkan kepalanya dan melihat jalan kota yang dipenuhi dengan kendaraan motor dan bus angkutan kota yang mengeluarkan polusi yang sangat kotor dan membahayakan bagi makhluk hidup yang ada di belakangnya.

Kota besar dengan wilayah kecil yang berada di pulau Jawa di bagian selatan. Perempuan itu mengeluh akan keadaan suasana kota tersebut karena benar tidak menjaga polusi udara sampai membiarkan kendaraan bermotor yang mengeluarkan asap hitam pekat seperti itu.

Seandainya ayahnya tidak memiliki urusan bisnis di kota ini maka tentu dia tidak akan mau tinggal di kota yang penuh polusi kotor seperti yang dia lihat saat ini.

Namun kota ini juga menjadi tempat kelahiran ibunya sehingga dia tidak bisa menyatakan ketidaksukaan tersebut dihadapan ibunya.

Perempuan itu hanya menghela nafas panjang dan kembali melihat smartphonenya. Tanpa terasa mobil yang dinaiki Shopia akhirnya sampai di depan gerbang sekolah barunya.

"Saya akan menjemput anda lagi, saat pulang sekolah nanti, nona Shopia"

"Ya..."

"Semoga harimu menyenangkan, nona"

Shopia tidak menjawab hal tersebut dan langsung keluar dari mobil mewah tersebut. Saat Shopia keluar semua mata para siswa laki-laki maupun perempuan melihat kearahnya.

Shopia mencoba untuk mengacuhkan tatapan tersebut dan menghampiri salah satu orang yang sepertinya tidak melihat dirinya bahkan bersikap acuh terhadap Shopia, tidak seperti yang lainnya.

Orang tersebut memakai pakaian seragam yang berwana sama dengannya dan tanpa ada aksesoris apapun di tubuhnya, hanya tas ransel yang sudah terlihat agak rusak dan sepatu yang sudah akan jebol di bagian sampingnya. Warna kemeja juga sudah tidak putih kinclong lagi.

"Permisi, apakah kamu bisa membantu aku?"

Orang tersebut langsung berbalik saat Shopia memanggilnya untuk meminta tolong. Saat itu, orang tersebut terlihat kaget melihat Shopia di awal-awal namun segera bersikap biasa.

"Tentu, apa yang bisa aku bantu?"

"Apakah kamu bisa memberitahu dimana letak ruang kepala sekolah?"

"Oh.. ikuti aku"

Shopia langsung berjalan di samping orang tersebut dan dia juga memperkenalkan dirinya pada orang yang membantunya.

"Namaku Aira Syahputra, panggil aja Aira, kalau boleh tahu apakah kamu adalah siswa asing?"

"Ya, aku berasal dari Inggris dan baru pertamakali datang ke Indonesia"

"Tapi bahasa Indonesia kamu sangat bagus, apakah di sekolah kamu dulu ada pelajaran bahasa Indonesia?"

"Tidak ada, aku bisa bahasa Indonesia karena ibuku berasal dari Indonesia dan di kota ini, ibuku yang mengajarkan aku bahasa Indonesia sejak kecil"

"Oh.. gitu, aku kira kamu bisa bahasa Indonesia karena ada pelajaran bahasa Indonesia di sekolah kamu sebelumnya"

Setelah itu tidak ada percakapan diantara mereka berdua sampai berada di depan pintu kepala sekolah.

"Ini ruangannya, apa perlu aku menemani kamu untuk masuk juga?"

"Ehh.. tidak usah, saya bisa sendiri"

"Hahaha, aku cuma bercanda, jangan dianggap serius, kalau gitu aku pergi dulu, bye"

Aira langsung pergi meninggalkan Shopia yang berdiri di depan pintu ruang kepala sekolah. Shopia juga memberikan balasan lambaian tangan Aira dan melihat Aira yang pergi meninggalkan dirinya sampai akhirnya menghilang.

Shopia langsung mengetuk pintu tersebut dan terdengar ada suara yang mempersilahkan dirinya untuk masuk.

"Baiklah Shopia, kamu harus bisa bertahan dan beradaptasi di sekolah dan kota ini selama dua tahun ke depan, kamu pasti bisa"

Shopia langsung membuka pintu ruang kepala sekolah tersebut dan saat itu dimulailah kehidupan masa remajanya dua tahun di sekolah tersebut.

avataravatar
Next chapter