6 Kompak Terlambat

Gerbang tinggi hampir saja tertutup saat Theo melihatnya dari kejauhan. Dia segera memacu sepeda motornya pada kecepatan tinggi, melaju sekencang pembalap profesional. Mendahului beberapa murid lain yang juga berada dalam situasi yang sama, terlambat.

'Ckiit!'

Roda depan berdecit dengan sangat keras setelah dia berhasil melewati gerbang. Di belakang sana terdengar lolongan para siswa yang putus asa karena mereka tak bisa masuk ke dalam gerbang. Penjaga dengan wajah garang balik menatap Theodore yang saat itu telah membuka helmnya, sedangkan si pemuda di atas motor itu hanya tersenyum dengan wajah tanpa dosa. Membuat penjaga gerbang mendengus kesal, lalu memukulkan tongkat hitam ke jeruji gerbang, menakut-nakuti para siswa lain yang merasa tak terima bahwa mereka harus menjalani hukuman lebih dulu sebelum masuk di jam pelajaran kedua.

Dari semua kerusuhan di balik gerbang, ada satu hal yang menarik perhatian Theodore. Yaitu saat sepasang tangan tampak mencuat di atas tembok tinggi di sisi kanan. Setelah tangan, kemudian muncul kepala yang diikuti oleh tubuh tinggi seorang pemuda. Mata Theo semula memicing agar dapat melihat lebih jelas, kini langsung melotot begitu mendapati siapa gadis yang nekat memanjat dinding pagar pembatas setinggi lebih dari dua meter.

Pemuda berambut hitam ikal melompat tanpa merasa terbebani meski dia hampir membahayakan nyawanya dengan melompat dari dinding berkawat duri. Bahkan tak ada suara berdebum ketika dia berhasil mendarat dengan sempurna di rerumputan yang terdapat papan peringatan 'dilarang menginjak rumput'. Berjalan dengan santai seperti tak pernah terjadi apapun, dia lalu melambaikan tangannya ketika melihat sosok Theodore di atas jok motor yang wajahnya sudah tak bisa dikondisikan. Tercengang dan tak bisa berkata apa-apa.

"Hoy!" sapa pemuda itu sambil menggeplak helm full face di tangan Theo, membuat Theodore tersadar dari keterkejutannya.

"Kau ini sebenarnya apa? Kera jadi-jadian yah?" celetuk Theo menatap ngeri ke arah pemuda lain yang hanya memasang tampang cengengesan.

"Ya... mau bagaimana lagi~ Saat di jalan aku sudah memanggilmu tapi kau mengabaikan dan malah masuk lebih dulu dengan motor sialanmu ini!" tukas pemuda itu dengan bibir sedikit dimajukan, dia lalu menggeplak spion motor Theo sampai membengkok.

"HEY!"

Tentu saja hal itu membuahkan pekikan tajam dari sang pemilik yang tak terima motornya dianiaya. Dia dengan telaten memperbaiki spion motor, memutar ulir hingga kembali pada posisi semula, lalu memberi tatapan tajam pada si pelaku yang sepertinya tak peduli dan memilih meninggalkan Theo. Dia berdecak sebelum memacu motornya sedikit pelan sembari membuntuti si pemuda ikal.

"Lain kali jangan loncat dari pagar seperti itu," ujar Theo dari atas motor.

Pemuda itu menoleh sekilas, lalu kembali menatap ke arah depan. Sepertinya dia sungguh mengabaikan nasihat pemuda di sebelahnya seperti angin lalu. Malahan sekarang tampak sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Ini untuk kebaikanmu tahu. Ingat, terakhir kali kau melakukan itu kau berakhir di rumah sakit dan mendapat 12 jahitan, tempurung lututmu juga retak dan tak bisa berjalan dua bulan-"

"Hanya dua bulan saja, jangan melebih-lebih kan~" sahut pemuda itu masih tetap acuh.

Theodore menggeram, dia memacu motornya lebih cepat agar dapat menghalangi jalan gadis tinggi itu. Dan, berhasil, si pemuda ikal kemudian menatapnya tanpa minat yang tanpa diduga menendang roda bagian depan hingga membuat pengendara di atasnya sedikit oleng.

"HOY! Jean Kimberly Hudson! Kita belum selesai bicara!"

Theo akan selalu memanggil nama lengkap Jean —si pemuda ikal— untuk mendapat seluruh perhatian dari pemuda itu. Dan, dia selalu berhasil, seperti yang terjadi sekarang. Jean berbalik, pupil matanya membesar ketika mendengar nama lengkapnya diucapkan keras-keras. Fakta bahwa dia tak terlalu menyukai nama tengahnya membuat dia selalu merasa risih ketika ada seseorang yang mengetahui nama itu. Seperti nama perempuan saja. Sialnya, dia berteman dengan lelaki bermulut murahan seperti Theo. Maka, untuk kesekian kalinya, Jean harus memberi pelajaran khusus -atau mungkin bisa dibilang sebagai hukuman- agar Theo tak lagi memanggilnya demikian. Entah sengaja ataupun tak sengaja.

Jean melangkah dengan kaki panjang, memudahkannya sampai dengan cepat di tempat Theo dan langsung mencengkram kuat kerah pemuda itu.

"Ku peringatkan yah, sekali lagi memanggilku begitu, maka aku jamin kau tak bisa lagi mengunyah makanan dengan benar," desisnya penuh penekanan. "Jangan terlalu perhatian seperti itu, membuatku geli saja."

"Tenang saja, aku sudah punya kekasih~" balas Theo tanpa takut. Ayolah, mereka sudah bersama sejak masih di taman kanak-kanak.

Menghabiskan waktu belasan tahun dengan orang yang sama membuat hubungan mereka lebih erat dari saudara. Ibaratnya, seperti sebuah kembaran. Hanya saja Jean menolak mentah-mentah di samakan dengan Theodore. Dia selalu mengejek bagaimana tubuh Theo yang kurus, seperti orang kelaparan setahun. Theo juga payah dalam berkelahi, berbanding terbalik dengan Jean. Pada saat di taman kanak-kanak, Jean lah yang selalu melindungi Theo ketika lelaki itu mendapat perundungan dari anak yang lebih besar. Namun, cerita tersebut tak sepenuhnya indah karena menurut Jean hanya dirinyalah yang boleh memukuli Theo. Dan, berakhir tak pernah ada siapapun yang mengganggu Theodore, meskipun dia tetap memberikan bekal makan siangnya pada Jean.

"Apa yang kalian lakukan di sini?! Pagi-pagi sudah berkelahi."

Baik Theo maupun Jean langsung menjauhkan diri setelah mendengar suara berat serta serak memperingati mereka. Serempak menoleh ke sumber suara dan bersamaan langsung merangkul satu sama lain ketika mendapati siapa gerangan yang telah meneriaki mereka. Pria berkumis tebal dengan kepala setengah botak. Sebagian berpendapat itu karena faktor usia, tapi kebanyakan setuju bahwa itu karena faktor terlalu sering marah yang membuat kepala menjadi panas dan rambut sukar tumbuh. Tentu saja yang terakhir hanya beredar di kalangan para pelajar saja.

"Hahahaha.. Siapa yang berkelahi Pak? Kami hanya bercanda, benar kan?" Theodore tersenyum ramah sembari merangkul leher Jean, dengan begitu erat. Sangat erat sampai wajah Jean perlahan berubah merah.

"Jangan buat keributan. Dan kau.." Pria itu menunjuk wajah Theo. "Cepat tempatkan motormu itu di tempat parkir!"

"Siap pak!" Theo mengangkat tangan, memasang pose hormat.

Setelah salah guru galak itu pergi, Jean dengan cepat memutar lengan Theo -yang tadi merangkulnya- hingga menempel ke punggung pemuda itu.

"OUCH!" Theo memekik dengan suara jantan, namun langsung dibungkam oleh Jean. Si pemuda menepuk-nepuk tangan Jean, mengisyaratkan untuk melepaskan kuncian lengan sebelum bagian tubuhnya copot seperti boneka anak perempuan.

"Lebay sekali kau TJ~" celetuk Jean. Dia memang selalu memanggil Theodore dengan sebutan 'TJ', singkatan dari Theodore Junior. "Aku tak percaya, orang secantik Rachelle bisa menyukai orang selemah dirimu.." Menggoda Theo bisa dibilang merupakan kesenangan tersendiri baginya. Dulu sih, ketika masih di taman kanak-kanak, Theodore mudah sekali menangis ketika digoda oleh Jean.

Berbeda dengan sekarang, tentu saja karena dia sudah menjadi lelaki dewasa, candaan semacam itu tak akan membuatnya sakit hati dan menangis.

"Jelas bukan? Karena aku sangat tampan~"

Jean hanya memasang ekspresi seperti orang ingin muntah.

avataravatar
Next chapter