webnovel

After Found You

Tak pernah Nira sangka, jika dirinya yang lebih tua dari pada sepupunya ternyata sulit sekali mendapatkan seorang kekasih. Bahkan, di saat usianya yang sudah matang. Satupun laki-laki yang dekat dengannya pun tidak ada. Parahnya, adik sepupunya menikah lebih dulu darinya. Sampai Nira bertemu dengan seorang laki-laki yang menghidupkan hari-harinya. Bagaimana kisahnya?

Annelysme · Urban
Not enough ratings
4 Chs

Nira

Apa benar ini, Nira?

Nira tergelak saat membaca pesan yang tiba-tiba muncul di notifikasi ponselnya.

Kira-kira siapa ya?

Rasanya, sebelum ini Nira tak pernah memberikan nomor hapenya pada orang lain. Apa ini ulah Enjina?

Menebak-nebak tidak ada gunanya sepertinya, lebih baik ia bertanya langsung. Itu pun kalau berani.

Nira : Saya Nira, ada apa? Kalau boleh saya tahu Anda siapa?

Hanya itu balasan yang mampu Nira ketik. Sebenarnya rasa penasarannya begitu tinggi. Namun, Nira bertekad ia akan menggali satu persatu terlebih dahulu.

Saya, Leiko Argadewa. Temannya Enjina dan Marko.

Benar rupanya. Laki-laki yang memberi pesan padanya adalah salah teman dari Enjina.

Apa Enjina benar-benar berniat menjodohkannya dengan laki-laki itu? Bukannya dirinya sudah berkata, kalau ia tidak mau dijodohkan.

Nira : Maaf ya. Bukannya saya tidak sopan atau pun apa. Kalau memang benar, Anda adalah orang yang dimaksud Enjina. Saya tetap pada prinsip saya, terima kasih.

Nira menutup paket datanya dan mematikan ponselnya untuk sementara waktu.

Kalau dengan diberi gertakan seperti itu, Nira yakin laki-laki bernama Leiko Argadewa itu akan mundur perlahan.

Nira beralih membuka laptopnya, sudah tak terhitung berapa banyak lembar naskah yang belum ia kerjakan.

Pekerjaannya sebagai seorang penulis yang terikat dengan kontrak memang seperti ini. Setiap hari, bahkan setiap saat dirinya harus menyelesaikan naskah yang dibuatnya untuk diterbitkan. Bahkan tak jarang, jika editornya yang kurang suka dengan plotnya meminta dirinya mengubah plot dari awal sampai akhir. Itu yang paling susah untuknya.

Malam kelabu, Diya bersenandung. Angin semilir menyuarakan hatinya.

Daun-daun saling berjatuhan dan menabrak satu lain, membuat sakit di antara keduanya.

Diya tak mampu menahan senandungnya, ini adalah caranya mengungkapkan segalanya.

Rasa sakit yang ada di dalam hati akan bersemi kalau ia hanya diam tak berniat mengubah segalanya.

Sakit akibat dikhianati, dikecewakan, disakiti, dibohongi begitu mencambuk hatinya. Kilasan-kilasan masa lalu yang begitu pahit menambah deritanya.

"Mbak Nira!"

Imajinasi Nira menguap begitu saja saat mendengar teriakan lantang dari depan rumahnya.

Nira hapal betul teriakan siapa ini. Suara begitu khas, kalau bukan Enjina Malaya siapa lagi?

Anak itu benar-benar!

Nira menutup laptopnya dan segera membuka pintu sebelum Enjina merusak pintu rumahnya.

"Enji? Kamu ngapain di sini? Baju kamu kenapa?" Nira begitu kaget saat melihat baju Enjina berbalut dengan tanah basah

"Tadi kepeleset jatuh kekubangan," balas Enjina dengan wajah kusam penuh lumpur.

"Astaga, Enji! Bahaya tahu! Kamu tahu sendiri kalau tadi itu hujan deras. Kenapa kamu malah main ke rumahku?" Nira panik segera membawa Enjina masuk ke dalam rumahnya. "Kamu nggak ingat apa?! Kalau kamu itu hamil, gimana kandungan kamu nanti?"

Enjina diam menurut berusaha menahan tawanya. Ia hanya kepeleset sedikit itu tidak akan masalah bagi janinnya.

"Mbak Nira nggak usah khawatir berlebih. Dedek bayinya kuat kok seperti mamanya." Enjina mengusap perutnya lembut. "Yang perlu dikhawatirin itu, Mbak. Mbak kenapa malah nggak bales pesan dari Mas Leiko? Mas Leiko khawatir tahu sama Mbak. Makanya aku ke sini buat lihat keadaan Mbak."

Leiko? Laki-laki itu mengadu pada Enjina atas ketidaksopanannya yang satu itu? Benar-benar!

"Aku nggak papa, Enji. Aku cuma nggak mau berhubungan dekat dengan Leiko itu aja. Kamu jangan paksa aku."

Nira memberikan handuk pada Enjina, "Lebih baik kamu mandi sana."

Nira menuntun Enjina masuk ke dalam kamar mandi yang ada di rumahnya.

"Mbak Nira, gitu. Ngeselin! Mas Leiko khawatir sama Mbak, itu artinya dia mulai suka sama Mbak. Mbak harus membuka hati sedikit, biar Mbak sama Mas Leiko bener-bener jadi."

"Bodo amat, Enjina. Kamu cepat mandi!"

"Mbak tahu, aku seneng banget bisa nikah sama Mas Allard. Dia benar-benar laki-laki sejati."

Selepas kedatangan Enjina tadi, Nira langsung menelpon Marko untuk menjemput istrinya. Bahaya kalau membiarkan Enjina tetap berada di rumahnya.

Mereka sudah pulang sekitar dua jam yang lalu, dan sekarang dirinya sedang bertelfonan dengan Anja.

"Syukur kalau begitu, Anja. Suami kamu memang benar-benar baik. Kamu beruntung," jawab Nira sekenanya.

"Mbak kapan nyusul? Aku pengen lihat Mbak di pelaminan. Nggak sabarnya."

Nira tersenyum, "Tunggu aja."

"Awas kalau PHP!"

Nira terkekeh, "Kamu tahu sendiri, 'kan? Jadi, nggak usah tanya lagi. Mbak nggak janji akan menikah cepat seperti di benak kamu."

"Mbak Nira nggak seru! Sebel aku!"

Nira terkekeh, Anja memang begitu kekananakan. Dia lebih kalem kalau dibandingkan dengan Enjina.

"Udah ah ngambeknya, nanti nyesel nggak aku beliin kado pernikahan?" candanya.

"Eh? Janganlah, Mbak! Mbak tahu kalau aku nunggu-nunggu itu."

"Iya, iya. Makanya jangan tanyain kapan nyusul mulu. Nanti kado akan Mbak anter ke rumah kamu, tenang aja."

"Siap! Aku tunggu Mbak!"

"Nira! Mana baju aku?!"

"Mbak Nira? Itu suara siapa?! Astaga Mbak ternyata diem-diem masukin laki-laki ke rumah!! Mbak Nira!!"

Nira secara sepihak menutup percakapan mereka. Suara itu merusak segalanya dan akan menimbulkan permasalahan.

Bahaya!

"Anden! Kan udah aku bilang jangan berisik! Aku lagi telponan sama Anja, dia salah paham gimana coba?!"

Nira memarahi Anden penganggu yang merusak teleponnya dengan Anja.

"Biarkan saja, Nira. Lagian, aku ke sini cuma mau numpang mandi,"  balas Anden cuek.

"Ya nggak bisa gitu! Kamu tahu orang tua aku nggak ada di sini aku cuma sendiri di sini dan ada laki-laki yang masuk ke dalam rumah. Gimana kata orang nanti?!"

"Kamu yang izinin aku masuk, Nira."

"Iya aku emang izinin kamu, karena aku kasihan lihat kamu kehujanan. Tapi, aku udah bilang jangan ngomong apa-apa saat aku teleponan sama orang. Kamu tahu sendiri Anja gimana dia bakal cerita sama yang lain kalau ada laki-laki masuk ke dalam rumah aku, Anden!"

Nira mengacak rambutnya frustasi, ini pasti akan menimbulkan kesalah pahaman yang besar.

Selama ini tidak ada laki-laki yang begitu dekat dengannya, sampai masuk ke dalam rumah. Hanya Anden yang begitu dekat dengannya, semua itu hanya karena Nira kasihan melihat Anden basah kuyup.

"Gampang. Jelasin segalanya, lagipula apa gunanya nutupin segalanya? Kalau pada akhirnya kita dinikahin aku nggak masalah."

"Bukan itu maksud aku, Anden! Kamu nggak paham! Aku takut dengan stigma buruk orang-orang di luaran sana. Mereka mikir apa tentang aku nanti, apalagi keluarga besar aku?"

Nira menuju sofa ruang tamu untuk menenangkan diri, semoga dengan duduk dirinya bisa tenang.

"Lupain masalah itu dulu, nanti aku bakal bantu jelasin." Anden mengikuti Nira dan berdiri di hadapan Nira. "Sekarang, tolong carikan aku baju. Kamu mau lihat aku pakai handuk sampai hujan reda."

Kepala Nira refleks terangkat, ia lupa yang satu itu. Anden baru saja mandi dan menggunakan handuk, bajunya Anden ia rendam di bak karena begitu basah.

Pipi Nira memerah melihat Anden yang bertelanjang dada, Nira menunduk cepat. Ini tidak boleh di teruskan. "Tunggu sebentar, aku cariin baju untuk kamu."

Nira berdiri tanpa melihat ke arah Anden. Anden terkekeh melihat Nira yang begitu gugup.

Anden akui Nira begitu manis dan menggemaskan, benar-benar menggemaskan malah. Ia juga heran mengapa Nira sulit mendapatkan pasangan.

Namun, sebenarnya Nira tidak sulit mendapatkan pasangan. Nira hanya terlalu tertutup dan cuek pada sekitarnya sampai-sampai tak sadar kalau banyak laki-laki yang menunggunya.

Apa Anden salah satunya?

Entahlah, tidak ada yang tahu jawabannya.