webnovel

Kiss Again I

"Wendy Andarista." Nama itu tercipta dari bibir mungilnya. Karina memutar bolak-balik papan nama yang kini ada di tangannya. Sebuah senyum seringai terbit di wajahnya itu, tampak setitik kemarahan dari manik matanya indah itu.

"Untuk apa Arsen menyimpan papan nama ini? Mereka benar-benar memiliki hubungan yang spesial," gumam Karina. Wanita itu menyimpan papan nama tersebut ke dalam kantong celana nya, akan disimpan benda tersebut dalam jangka waktu yang lama untuk digunakannya sebagai bukti perselingkuhan suaminya.

Beranjak dari sofa, Karina memilih untuk langsung keluar dari kamarnya. Kakinya melangkah menuju ke lantai satu, di mana dapur berada, dia harus membuat makan siang untuk saat ini.

Membuka kulkas, dia mengambil bahan-bahan makanan yang sangat dibutuhkannya untuk membuat makan siang kali ini. Meski suasana hatinya sangat buruk, dia akan berusaha untuk tetap tenang.

Menu untuk makan siang ini adalah spaghetti. Wanita itu mengeluarkan lidi Spaghetti dan merebusnya di atas api kompor. Di lain sisi, dia juga mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan menjadi saus nya.

Tok.

Tok.

Tok.

Karina yang tadinya sedang asik memotong cabai juga tomat, langsung menengok ke arah pintu. Decakan pelan keluar dari bibirnya, dia benar-benar merasa sangat terganggu sekali dengan sosok yang datang ke rumahnya.

Memastikan kompornya terlebih dahulu agar sesuatu yang buruk tak terjadi, dia pun langsung melangkah menuju ke pintu dan membukanya.

"Kau!" Keningnya mengerut tajam saat dia melihat siapa sosok yang tiba-tiba saja datang ke rumahnya ini. Lantas, wanita itu bergerak cepat dengan menutup pintunya itu lagi, tapi gerakannya itu terbilang sangat terlambat karena sosok pria yang datang sebagai tamunya ini langsung menaruh kakinya ke pembatas pintu, sehingga dia tak bisa menutupnya.

Tak berhenti sampai situ saja, pria itu juga mendorong pintu rumahnya dengan sangat kencang, sampai membuat dia langsung terdorong ke belakang sebanyak 4 langkah.

"Akh!" teriak Karina kala tubuhnya terdorong.

Matanya yang tajam itu menatap ke arah Jhosua. Pria yang terlihat santai saja, padahal dia baru saja melakukan suatu tindak kriminal.

"Apa yang kau lakukan di sini, cepat keluar!" Karina kembali melangkah maju, menarik tangan Jhosua dengan kuat agar bisa membuat pria itu keluar dari sini.

Namun sayangnya, tubuh Jhosua yang terbilang besar itu tentu tak akan bergerak sedikitpun meski Karina menariknya. Justru saat pria itu balik menariknya, kini Karina sudah berada di dalam pelukan Jhosua.

"Aku datang ke sini dengan baik-baik, jangan membuat aku marah atas perlakuanmu padaku itu, My Psycho." Jhosua terus mengeratkan pelukannya itu kala dia mulai merasakan kalau Karina memberontak.

"Lepas brengsek! Ingat, bahwa aku sudah memiliki suami!"

"I don't care," bisiknya. Sebuah seringai kejam tercipta di wajahnya, membuat dia terlihat benar-benar seperti iblis yang menyeramkan.

Pria itu melepaskan pelukannya, saat Karina berusaha lepas dari dirinya, dia tetap mencengkram tangan Karina dengan sangat kuat.

"Aku ke sini hanya karena merindukan mu, jadi bersikaplah dengan baik. Jika tidak, kau akan tahu akibatnya," Jhosua berucap dengan penuh penekanan pada setiap katanya.

Dia menarik rahang Karina, memberikan kecupan lagi di bibir wanita itu. Saat akan melumatnya, dia bisa merasakan gigitan yang kuat dari Karina, membuatnya langsung melepaskan ciuman itu.

"Sial!" Kini, darah telah berkeluaran dari bibirnya itu sebabnya tentu karena Karina.

Nafas wanita itu telah tersengal-sengal. Dia mengelap bibirnya beberapa kali, berharap bekas dari pria itu bisa hilang juga.

Meski rasanya sangat sulit sekali.

"Apakah kau sudah gila, Tuan?!" Karina memundurkan langkahnya, wanita itu membuka pintu rumahnya. "Keluar sekarang!" perintahnya dengan telak.

Jhosua hanya bisa terdiam untuk beberapa saat. Tatapan matanya sedari tadi hanya tertuju ke arah bibir Karina yang menurutnya sangat menggodanya sedari tadi. Bibir yang tebal itu, apalagi setelah dicium olehnya, sungguh rasanya saat ini Jhosua ingin mengulanginya lagi.

"Apa yang kau lihat? Kau mau aku melaporkan apa yang kau lakukan itu pada satpam di sini?"

"Dan membuat suamimu tahu apa yang kita lakukan----"

"Kau yang melakukannya, kau yang memaksaku! Ingat itu baik-baik." Membuang wajahnya, Karina sebisa mungkin tak menunjukkan matanya hang kini telah berkaca-kaca.

Wanita itu tak ingin terlihat menyedihkan di mata Jhosua nantinya.

"Baiklah kalau itu mau mu." Jhosua melangkah dengan pelan menuju ke pintu. Langkahnya perlahan berhenti saat dia berada tepat di depan Karina, menatap wanita yang masih saja membuang wajah ke arahnya. Tangannya terangkat, hinggap di puncak rambut wanita tersebut. "Maaf jika apa yang aku lakukan saat ini, sangat membuatmu bersedih."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Jhosua langsung meninggalkan tempat tersebut. Hingga hanya ada Karina sendirian di sana.

Sedari tadi, dia berusaha untuk tak menangis dengan menggigit bibirnya itu sekuat mungkin. Namun sepertinya dia tak akan kuat menahan semua itu, karena beberapa menit setelah kepergian Jhosua, air matanya terjatuh bahkan kini kakinya tak kuat untuk menahan beban tubuhnya.

Wanita itu terjatuh dengan kaki yang melipat. Dia menyembunyikan wajah menyedihkannya itu dengan kedua telapak tangannya.

"Brengsek," umpatnya sekali lagi.

Rasa bersalah yang ada di dalam hatinya itu menyebar. Dia merasa telah mengkhianati suaminya atas perbuatan yang telah dilakukannya sekarang ini.

Ya, mungkin hanya bibirnya yang disentuh, tapi bagi Karina, itu adalah bagian yang menurutnya sangat sensitif.

Tringgg.

Ponselnya terasa bergetar di dalam kantong celana. Wanita itu melepaskan tangannya yang sedari tadi menutup pada wajahnya. Terlihat kini wajahnya yang memerah, terutama bagian mata dan hidungnya.

Tangannya merogoh ke kantong celana untuk mengambil ponselnya. Melihat nama yang menghubunginya untuk beberapa saat.

Dia pun langsung menjawab panggilan itu. "Halo Arsen, ada apa?" tanya dia dengan suara yang amat serak.

'Suaramu terdengar serak, apakah kau baik-baik saja?' Arsen balik bertanya kepadanya.

"Tidak, aku tak apa-apa. Hanya saja aku mengalami panas dalam, makanya suaraku jadi serak," alibi Karina.

'Baiklah kalau begitu. Aku menghubungimu karena ingin mengajak makan siang bersama. Apakah kau tengah sibuk?'

Karina menatap ke arah dapurnya sejenak. Dia sudah tak mood lagi untuk melakukan aktivitas masak dan sepertinya bertemu dengan Arsen adalah pilihan yang baik baginya.

"Baiklah, aku akan siap-siap terlebih dahulu. Hanya kita saja kan yang makan?" tanya wanita itu, dia membangunkan tubuhnya dan mulai melangkah menuju ke kamarnya.

'Astaga aku lupa memberitahumu, kalau Wendy juga akan ikut.'

Lantas pergerakan Karina berhenti saat itu juga. Rahangnya terlihat mengeras saat itu juga. "Untuk apa dia ikut? Dia hanya sekretaris mu saja, bukan siapa-siapa."

'Karina, jangan berkata yang buruk tentangnya, Karina. Dia adalah wanita yang baik, bahkan lebih baik darimu!'