webnovel

Aroma Lain

○29.

Hati Karina merasa sangat lega sekali kala Wendy telah keluar dari mobil ini. Wanita itu sudah sampai di rumahnya, saat dia menengok, tangan wanita itu terlihat melambai ke arah mobil mereka dengan senyuman lebar yang terpasang di wajahnya itu masih saja belum pudar sedari tadi, men bahwa dia telah bahagia setelah bule tadi pergi.

Karina menggeser tubuhnya, menempatkan dirinya di tengah-tengah kursi. Kali ini, dia merasa lebih bebas, karena sekertaris suaminya itu telah pergi.

Memang tadi dia merasa tak tenang, karena beberapa kali Wendy menatapnya dengan penuh arti. Ah, bahkan dia merasa terawasi dengan keberadaan bule jadi-jadian itu. Tangan Karina saja sudah terasa sangat gatal sekali, ingin mencolok mata yang telah berani menatapnya lekat itu.

"Kenapa kau dari tadi diam? Lagi sariawan?" tanya Arsen sembari melirik ke arah kaca spion untuk melihat wajah Karina.

"Gakpapa, kok." Disandarkan punggungnya, wanita itu lebih memilih untuk menutup matanya saja, berusaha menenangkan dirinya dan mengembalikan mood yang semula hilang.

Hanya membutuhkan waktu 15 menit saja, kini mereka sudah sampai di rumah. Karina keluar dari mobil, dia mengeluarkan koper milik Arsen dari garasi dan memasuki rumah yang kuncinya telah dibuka oleh sang suami.

"Selamat datang kembali di rumah." Karina menyambut, dirangkulnya tangan pria itu menuju ke ruang tengah. Mereka duduk di sofa untuk sementara waktu. "Kau lapar? Kebetulan tadi aku udah masak."

"Gak, aku masih kenyang."

"Oke, aku beresin baju-baju kamu dulu." Wanita itu beranjak, membawa koper Arsen menuju ke kamarnya untuk membereskan semua bawaan pria itu agar seluruh pekerjaan bisa terselesaikan.

Dia membuka koper itu, beberapa baju kotor ada di dalam sebuah plastik hitam yang langsung ditaruh oleh Karina ke dalam keranjang merah. Lalu dia beralih mengambil baju yang masih bersih dan dimasukkan ke dalam lemari pakaian. Barang-barang lainnya pun ikut ditaruh sesuai dengan tempatnya, seperti parfum, deodorant, minyak rambut, dan lipstik---

Apa?

Mata Karina membelalak, baru menyadari bahwa benda yang kini tengah dipegangnya adalah sebuah lipstik yang pasti dimiliki oleh seorang wanita.

Karina tak bisa berpikir positif, mengingat lagi kalau lipstik ini bukanlah miliknya karena dari merek saja sudah berbeda jauh.

"Apa ini punya bule jadi-jadian itu?" Karina menggeram kesal, tangannya mencengkram kuat benda itu lalu menjatuhkannya ke lantai. Tanpa menunggu waktu lama lagi, dia pun menginjak-injak barang itu dengan penuh kekesalan, tak peduli jika sampai benda itu hancur akibat ulahnya.

Kini, dia hanya ingin menyalurkan emosinya saja.

Setelah benda itu hancur, Karina terduduk di bibir ranjang dengan nafas yang berkejar-kejaran. Wanita itu berdecak pelan, kini dia harus membersihkan noda yang telah mengotori lantai kamarnya.

Diambilnya sebuah tisu basah, lalu mengelap noda merah di lantainya yang putih. Tak sulit karena memang gincu itu belum menempel sempurna di lantainya, sehingga sekali usapan saja sudah hilang.

Setelah selesai membersihkannya, dia membuang tisu basah itu ke dalam kotak sampah yang letaknya dekat dengan pintu balkon.

"Kau belum selesai?" Arsen tiba-tiba datang dan mengiterupsinya. Pria itu berada di frame pintu, bahu kanannya bersandar dengan kedua tangannya yang kini terlipat di depan dada.

"Iya, ini mau selesai." Hanya dengan menaruh barang pribadi seperti laptop dan juga iPad ke atas meja, pekerjaannya telah selesai.

Arsen memasuki kamar tersebut. Keningnya mengerut kala dia merasakan sesuatu yang berbeda dari kamar ini. "Kenapa aroma kamar ini berbeda?" Beberapa kali dia mengendus pelan, mencium aroma yang ada di sekitarnya.

"Maksudmu berbeda? Aku ... sama sekali tak mengerti." Karina menggaruk pelan kulit kepalanya, mulai merasa sedikit resah.

"Seperti aroma parfum pria, tapi ini aromanya berbeda dengan parfumku."

"Hah!" Mata cantik itu melotot, menunjukkan bagaimana dia yang saat ini terkejut. Sekejap kemudian, raut wajah Karina berubah, tampak seperti biasa. "Itu mungkin cuman perasaan mu aja kali. Aromanya masih sama kok." Karina berucap sesantai mungkin, berbanding terbalik dengan harinya yang ketar-ketir. Dia yakin sekali kalau aroma ini pasti disebabkan oleh parfum Jhosua yang masih tertinggal, tak lupa semalam pria itu menginap di sini.

Astaga, betapa bodohnya dia. Seharusnya Karina mencari jalan yang aman. Apalagi, sarung bantal dan sprei belum digantinya, pasti aroma Jhosua masih tertinggal di sana.

'Semoga saja Arsen tak curiga kepadaku.' Karina membantin dengan penuh harapan.

"Ya mungkin aja ini hanya aroma sekilas." Arsen memilih untuk tak memikirkan hal tersebut. Dia buru-buru ke kamar mandi untuk memenuhi panggilan alam yang membuatnya merasa sangat tak nyaman.

Sementara Karina merasa sangat lega sekali. "Untung saja dia tak curiga sama sekali."

***

Beberapa lembar foto dipegang oleh tangan kekar itu, atensi nya hanya menatap pada satu objek selama beberapa saat. Terlihat kedua sudut bibirnya sedikit terangkat, jika dilihat lebih dekat dia seperti tengah tersenyum.

"Bahkan ketika tidur saja dia terlihat sangat jelita, oh ini sungguh menyiksa." Matanya menutup sejenak, memberikan waktu istirahat untuk hatinya yang terus merasakan kecanduan akan apa yang dia lihat saat ini.

Napasnya berhembus pelan, dia pun kembali membuka matanya lagi dan menaruh foto itu ke atas meja. Foto yang menunjukkan posisi mereka yang tertidur, Karina dengannya.

Oh, tentu saja dia tak bodoh, dia harus mengabadikan seluruh momen yang ada untuk beberapa hal yang tentunya bermanfaat.

Bisa dijadikan bahan ancaman atau tempatnya melihat kenangan.

Tok.

Tok.

Tok.

Ketukan pada pintu yang terdengar nyaring membuat fokus Jhosua teralihkan saat itu juga. Decakan pelan keluar dari bibirnya, merasa benar-benar terganggu dengan apa yang dilakukan oleh sosok itu.

Lantas dia terbangun dari duduknya, melangkah cepat menuju ke pintu yang terkunci itu. Satu alisnya menukik naik melihat sosok pemuda tegap yang kini ada tepat di depannya.

"Ada apa?" tanya Jhosua pada asistennya itu.

"Hari ini, Arsen telah kembali ke rumah. Apakah pemantauan untuk Nyonya Karina dihentikan untuk mata-mata di sekitar rumahnya, Tuan?" tanya pemuda itu.

Jhosua menggelengkan kepalanya. "Tetap perkerjakan mereka sesuai dengan tugasnya tanpa berubah sedikitpun. Keberadaan Arsen tak akan merubah banyak kehidupan Karina di rumah," balasnya.

Pemuda dengan nama Alex itu lantas mengangguk saat itu juga.

"Dan satu lagi, cari tahu apa saja hal yang dilakukan oleh Arsen selama berada di luar kota. Apakah dia benar-benar berselingkuh? Atau ada seseorang yang sedang mempermainkannya."

Oh, tentu saja Jhosua tak akan lupa dengan foto yang dilihatnya dari ponsel Karina kala itu, foto yang membuat dia mulai kepikiran akan status Arsen saat ini.

"Jika dia benar-benar berselingkuh, maka itu akan menjadi peluang untukku mendapatkan Karina."