webnovel

Part 59 : Buku Diary (2)

Usai mendengar bel istirahat, Adyra mengembuskan napas lega. Ia memanfaatkan waktu rehatnya itu dengan melipat tangan di atas mejanya sebagai bantalan kepala. Untuk saat ini, mungkin Adyra sudah berkelana ke alam mimpi sebelum tangan-tangan jahil mengganggu mimpi indahnya.

"Kamu nggak ke kantin?"

Adyra melirik Andra sekilas lalu kembali memejamkan mata. "Enggak."

"Kok enggak, sih? Nggak laper emang?" Andra bertopang dagu.

"Aku ngantuk.... Udah, sana, deh!"

"Nanti perutnya sakit, loh."

Adyra mendengus kasar. "Andra, kamu mau aku jambak, ya? Udah dibilang ngantuk, juga! Aku kemarin tidur jam 12 malam tahu nggak, sih?!"

Andra mengernyit. "Bukannya jam 9, selesai kita teleponan kamu langsung tidur, ya?"

"Aku lanjut baca novel," gumam Adyra.

"Novel lagi? Kamu itu ya, kenapa nggak tidur aja?"

"Abis seru, tahu."

"Gini kan kalo udah tidur kemaleman. Jadi ngantuk paginya."

Adyra menghela napas malas. "Kayak kamu nggak pernah begadang aja."

"Aku cowok, kamu cewek. Aku udah biasa, kamu enggak. Beda lah! Jangan disama-samain, lah. Nggak bisa! Kalo udah gini mau gimana? Nanti kalo perut kamu sakit karena telat makan, gimana?"

Adyra mengacak rambutnya dongkol sendiri. "Aku jambak beneran, nih, kamu kalo masih betah ngoceh."

Gadis itu malah semakin menyembunyikan wajah, sambil mencari posisi ternyaman dari bantalan tangannya, tanpa memerdulikan Andra. Namun tiba-tiba, entah kenapa Andra jadi teringat dengan Dimas. Ia ingat obrolannya dengan cowok itu semalam.

Cowok itu tersenyum. "Bukan, kok. Ini temen gue. Namanya Naira. Anaknya emang berisik gitu kalo ngobrol. Jadi keseruan."

Dengan santainya, Andra mengangguk. "Oh, kirain."

Melihat Adyra menyembunyikan kepala di lipatan lengan, Andra jadi tak tahan untuk tidak memencet pipinya.

"Ra?" panggil Andra berkali-kali.

"Apalagi, sih!" sentak Adyra tak mau beranjak dari posisi.

"Ada yang mau aku tanyain. Setelah kamu jawab, aku nggak bakal ganggu kamu tidur."

"Iya udah apa cepet!"

"Kamu inget kemarin lusa? Yang waktu aku nggak bisa anterin pulang karena nganterin Kanya ke dokter?"

"Hm."

"Waktu itu kamu bilang mau naik uber, kan?"

"Hm."

Hening cukup lama, membuat Adyra semakin nyaman memejamkan mata. Namun, tak lama, cowok itu akhirnya mengutarakan maksudnya. Ia ingin mendengar jawaban, yang sangat membuatnya penasaran.

"Apa... kamu beneran pulang sama uber?"

"Hng?" ketika Adyra mengangkat kepala, ia langsung disambut dengan ekspresi serius dari cowok itu.

"Atau, kamu pulang sama seseorang?"

••••••

Di sebuah bangku panjang di bawah pohon, Andra menapakkan kakinya di atas rerumputan. Seraya menikmati helaan angin yang membuat beberapa daun kering beterbangan. Pemuda itu duduk sendirian, dengan tatapan mengarah ke depan.

"Waktu di jalan nggak sengaja ketemu Dimas. Aku bareng dia. Emang dia nggak cerita?"

Nggak. Sama sekali. Batin Andra kesal sendiri.

"Boleh duduk?"

Andra melihat Cinta di sana ketika mengangkat kepala. Cowok itu meliriknya sejenak, lalu kembali menikmati lamunan yang ia buat sendiri.

"Nggak boleh, ya?" Cinta menghela napas. Saat hendak berlalu pergi, mendadak langkahnya berhenti.

"Kalau mau duduk, ya duduk aja. Bukan bangku punya gue juga." Andra membuat sudut bibir cewek itu tertarik bersamaan.

"Lo baca buku?" tanya Andra setelah Cinta mengambil posisi duduk di sebelahnya. "Sejak kapan?"

Cinta meringis. "Itu barusan, pertanyaan atau sindiran, ya?"

Alis kanan Andra terangkat. "Sebenarnya sih, pertanyaan. Tapi kalo lo kesindir ya, nggak tau deh."

Cewek itu tertawa singkat mendengar jawaban Andra. "Yah, namanya juga udah kelas tiga. Ngapain lagi kalo nggak belajar? Lagian, gue juga diajak ke kelompok belajar kalian. Kalo gue nggak belajar dengan bener, kan sayang."

"Lo beda banget, ya?" Andra mulai terbuka. Cowok itu mengajak Cinta bicara seraya menatap matanya.

"Lo juga beda banget." Cewek itu menghadap Andra. "Kalo dibanding dulu, rasanya gue nggak pernah bisa ngobrol santai sama lo kayak gini. Dulu, waktu lo lihat muka gue aja kayak males banget. Sejelek itu ya, gue di mata lo?"

Cowok mendengus, "Iya. Bahkan lebih jelek dan mengerikan dari yang lo bayangin."

Cinta merengut mendengar jawaban Andra. "Jadi nyesel gue tanya tadi," keluh cewek itu. Bukannya minta maaf, Andra malah cengar-cengir kesenengan.

"Buset dah, si Pak Bambang jalannya cepet banget. Perasaan tadi orangnya belok ke sini, tapi kok nggak ada?" Amy menggaruk kepalanya frustasi.

"Fix, nih. Dapet nilai C udah kalo telat ngumpulin." Siska menambahi.

Sementara Adyra muncul dari belakang sambil ngos-ngosan. "Lo berdua kalo lari jangan marathon, dong!"

"Lo aja yang larinya kek siput!" kata Amy. "Malah lebih cepet siput daripada Adyra." Siska menambahi lagi. Membuat Adyra jadi merasa terdzolimi.

"Udah, cepet cari! Nggak usah banyak cingcong!"

"Ini juga udah gue cari, Nona Siska Budiarti..." Mendadak mendapat pelototan, Amy bergerak membuang muka tak peduli. "Eh, betewe, itu kayak Andra, ya?"

Adyra mengikuti Amy yang lagi ngintip ke arah balkon. "Kalo itu sih bukan kayaknya, tapi emang Andra, Dodol," sahut Siska.

"Sama siapa tuh?" Amy memincingkan mata, "Cintanya Rangga, ya?"

Bibir atas Siska terangkat geli, "Rangga mbah-mu?"

"Ih, ketawa-tawa lagi. Lo kok diem aja sih, Ra? Nggak cemburu emang?" Adyra yang semula bengong kini tersadar karena senggolan Amy di bagian lengan.

"Paling cuma ngobrol biasa," balas Adyra cuek. "Eh, itu Pak Bambang tuh, baru keluar dari lab. Biologi!"

••••••

"Kalau masih ada yang bingung, silahkan ditanyakan."

Bimbel kali ini, semuanya sepakat untuk menobatkan Adyra sebagai tuan rumah. Usai Pak Edi mengakhiri penyampaian materinya dengan sesi pertanyaan, pria berkumis itu sontak menjadi rebutan. Amy sekonyong-konyong menyodorkan beberapa pertanyaan. Rio dan Aldo juga tak mau kalah, sesekali ia menyerobot pertanyaan Amy.

Cinta mendengus. Ada beberapa bagian yang masih membuatnya tak mengerti. Namun, melihat Pak Edi dikerumuni seperti itu membuatnya mengurungkan niat untuk beranjak dari tempatnya.

"Ada masalah?"

Cinta menoleh ke arah Andra. "Iya, nih. Gue masih agak bingung di bagian ini." Andra memeriksa tulisan yang disodorkan padanya.

"Oh, ini." Andra mengambil sebuah pensil. "Karena reaksi redoksnya udah diketahui, lo tinggal menyetarakan jumlah unsur. Biar jumlah di sisi kanan dan kiri harus sama. Jadi..."

Adyra menatap jengah Andra. Cowok itu terlihat sibuk, namun juga manly. Dari cara dia menjelaskan beberapa istilah yang tidak Adyra pahami, selain terlihat smart, bagi Adyra cowok itu juga terlihat sangat cool. Adyra jadi pengen diajari juga. "Ehm, Ndra! Aku juga masih bingung nih, sama yang bagian ini." Adyra menunjuk-nunjuk bukunya.

Usai melihat yang ditunjuk Adyra, cowok itu mengernyit. "Bukannya kamu udah paham ya, di bagian itu? Caranya sama aja, kok. Cuma beda step doang."

"Iya, tapi kan---"

"Jadi kalo udah kayak gini, tinggal tambahin elektron?"

"Bentar-bentar, Ra." Andra menghadap ke arah Cinta lagi. "Iya, bener kayak gitu. Terus nanti...."

Bibir Adyra mengerucut. Ini kenapa Adyra jadi dikacang, sih?

"Ndra, aku masih nggak ngerti, loh."

"Andra, gantian, dong!"

"Kamu udah pinter tadi aku lihat."

"Tapi yang ini masih bingung..." Adyra jadi dongkol sendiri. Gadis itu mendengus frustasi. Sementara yang lain sibuk mengerjakan latihan soal.

"Sini biar gue ajarin! Gue udah jago! Lo mau tanya apa?" Aldo menginterupsi, membuat Adyra malah makin tambah kesal. "Apa sih, lo? Gaje!"

Aldo mengernyit. "Lah, salah gue apaan, dah?"

•••••

"Numpang ke toilet, ya?"

"Hm."

Andra mengangkat alisnya sebelah. Tumben, singkat. Batinnya heran. Namun, ia lebih memprioritaskan urusan pipisnya daripada mencoba mengerti tentang bagaimana perasaan Adyra saat ini.

Usai melegakan jasmani, Andra berniat kembali ke ruang tamu, di mana teman-temannya belajar. Namun ketika melewati rak buku di ruang keluarga milik Adyra, cowok itu jadi penasaran. "Astagaa, ini rak buku isinya novel semua?" Andra mengernyit heran. "Teenlit, drama, comedi, fantasi, misteri... ada semua?"

Ketika cowok itu masih mengamati seluk beluk rak buku di hadapannya, tak sengaja ia menemukan sesuatu. "Ini kan, buku yang waktu itu."

Andra mengernyit, sambil tangannya membolak-balik sesuatu---semacam buku diary yang berwarna cokelat itu. Ia jadi penasaran, memang isinya apa sampai Adyra tak mau Andra melihatnya. Tutorial merakit bom, kah?

"Andra!"

Cowok itu terkejut.

"Ditungguin temen-temen tuh, di bawah. Mau diajak pulang, udah malam. Lagian ke toilet aja lama. Kamu pup, ya?"

Andra memutar bola mata. "Cium aja sendiri, tuh. Nanti juga tahu, aku abis pup apa enggak," sahut Andra santai sambil menunjuk ke arah toilet.

Adyra bergidik. "Ih, kan... Jorok!" teriak Adyra sambil memukul-mukul Andra.

•••••

Andra merebahkan punggungnya. Sejenak, cowok itu memejamkan mata. Menikmati tekstur nyaman yang tengah diberikan single bed-nya. Seketika ponselnya berdering. Cowok itu membongkar semua isi tasnya untuk menemukan ponsel.

"Apa sih, Ric?"

Andra mendengus. "Iya-iya, besok gue bawa. Cerewet amat sih, lo. Gue baru nyampe, capek, mau tidur. Jangan ganggu!"

Usai mematikan sambungan telepon, cowok itu melempar ponselnya. Merasa tak nyaman dengan posisi berbaringnya, cowok itu mengambil sebuah benda yang mengganjal punggungnya. Sontak alisnya terangkat satu, ketika tangannya memegang buku milik Adyra yang tadi ia ambil tanpa izin.

Cowok itu tersenyum geli. "Hari gini masih nulis diary? Kira-kira isinya apaan, ya?"

••••