webnovel

Part 53 : Mengenai Adyra dan Beberapa Hal

"Mau ke mana, Sayang?"

Seraya menuruni tangga, Andra menampilkan senyum lebar. "Mau ke rumah Adyra, Ma."

"Pacaran mulu! Mentang-mentang lagi liburan." Kanya yang barusan selesai memindahkan beberapa lauk di atas piring, menyahut ketika Andra mengambil tempat duduk di depannya.

"Apa, sih? Anak kecil nggak usah ikut-ikutan," balas Andra sambil menyomot sebuah apel.

"Iya deh, yang udah tua."

Andra melempar tatapan tak suka, namun Kanya tak menggubrisnya. Lebih memilih menyantap ayam goreng kesukaannya ketimbang melirik Andra.

"Kalau bisa, pulangnya jangan kesorean. Saya mau ngajak kalian makan malam di luar."

"Beneran, Pa?" Kanya menyahuti Arya dengan sorot mata berbinar. Lelaki itu mengangguk mengiyakan.

"Wah! Nanti kita ke restoran jepang, ya? Kanya lagi pengen makan ramen!" Arya terkekeh seraya mengusap puncak kepala Kanya. Lelaki itu melirik Andra ingin melihat respon dari anak itu.

"Saya bakal pulang tepat waktu." Arya tersenyum, karena Andra mengakhiri kalimatnya dengan senyuman.

Kini cowok itu bangkit tempat duduk dengan sisa buah apel di tangannya yang masih ada beberapa gigitan.

"Andra berangkat, Ma."

Usai memberi salam, ia mengenakan sepasang kaos kaki dan sepatu di ruang tengah. Tak lama, ponselnya bergetar.

Adyra : Oi, Bambang! Udah jam 1, nih! Kalo telat kuusir, ya?!

Andra hanya tersenyum tanpa berniat membalas. Cuma read doang. Udah.

"Mau pergi?"

Ketika Andra mendongak, ia melihat Dimas. "Iya."

Dimas mengangguk mengerti.

Andra berdiri setelah sepasang sepatu sudah melekat sempurna di kedua kakinya. Ia langsung beranjak ke arah pintu. Namun, langkahnya terhenti seolah mengingat sesuatu.

"Eh, Dim."

Dimas yang tadi mau menyalakan televisi kini mengurungkan niat dan mengalihkan pandangan ke Andra.

"Kalo lo butuh sesuatu, lo bisa minta bantuan gue. Atau kalo enggak, minta tolong Bi Sumi juga bisa. Jangan pernah keluar rumah sendirian!"

Dimas mengedip beberapa kali sambil mengernyit. "Emang kenapa kalo gue keluar sendiri?"

Setelah mengikat simpul tali, Andra berdiri sambil menepuk celana. "Pokoknya jangan." Andra menatap Dimas singkat. "Gue pergi."

Dimas tersenyum menatap punggung Andra. Cowok itu tahu jelas apa yang dimaksud Andra. Ia bergumam, "Hati-hati di jalan."

•••••

Andra berdiri dengan tangan di saku celana. Menunggu si pemilik rumah membukakan pintu. Ketika mendengar pintu berderit, cowok itu menegakkan tubuh. Berniat memeluk Adyra secara tiba-tiba. Kedua tangannya sudah direntangkan. Namun sayang, kenyataan memang tak seindah angan-angan.

"Ngapain kamu?" Andi mengangkat satu alisnya. "Lagi senam?"

Andra menggigit bibir. Pahit. Pahit. Pahittt. Mendadak ia cengegesan tak jelas. "Iya, Om. Lagi peregangan, hehe."

Andi menatap Andra sekilas kemudian berjalan tanpa menghiraukan cowok di hadapannya. Andra mengusap dada. Cowok itu melongok, memastikan keberadaan Adyra. Ruang tamu terlihat sepi. Namun ketika Andra berniat memanggil Papa Adyra untuk minta izin masuk, ia tak menemukan siapapun di sana. "Cepet banget ilangnya." Andra menggaruk tengkuk, "Ini gue langsung masuk aja kali, ya?"

Andra melangkahkan kaki memasuki rumah Adyra. Belum ada 5 langkah ia berjalan, gerakannya terhenti ketika sebuah sepatu terlempar nggak tahu dari mana yang hampir mengenai wajah Andra.

"Sepatu siapa, nih?" Cowok itu mengernyit sambil memungut benda tersebut. "Ra? Kamu di mana, sih? Lagi becanda, ya?"

"Sepatu gue itu.." Andra mendelik tak percaya ketika melihat munculnya seseorang dari arah dapur.

"A--apa, sih? Melotot gitu? Itu emang sepatu gue, tapi bukan gue yang lempar! Si Rio, tuh!"

Andra semakin menatap tak percaya melihat Rio yang datang dari arah yang sama sambil cekikikan, disusul Eric, teman Adyra--si Amy, Siska, dan yang terakhir...

...Bara.

Dengan menampakkan senyum memuakkan khasnya ketika bersitatap dengan Andra.

"LO SEMUA NGAPAIN DI SINI?!"

•••••

"Eh, yoyo! Jangan curang dong, lu!"

"Lu aja yang nggak pro! Dasar noob!"

"Lo tuh, upil kadal! Aishh... geseran dikit dong, Ndra! Sempit, nih! Bokong lu gede amat, dah!"

"Wanjir!" Rio terbahak usai mendengar ocehan los dari mulut Aldi yang Rio curigai belum diaqiqoh sama Abahnya.

Tanpa kata, Andra langsung berdiri dari sofa. Ia melihat dongkol sekelilingnya. Di samping kanan, Andra melihat Amy dan Siska yang lagi berisik meributkan masker rasa apa yang mau digilas di wajahnya hari ini.

"Cobain yang green tea, deh. Kayaknya enak, ada aroma-aroma teh nya gitu."

"Tapi kan, gue mau coba yang stroberi. Eh, gue juga belum pernah coba yang kopi, tuh."

Dan di depannya, Ada Aldo dan Rio yang lagi keasikan main PS sambil sumpah serapah.

"Jangan berdiri di depan gua, Ndra! Layar tv nya ketutupan ama badan lu semua, elah!"

Sementara di sisi sofa yang satunya, Andra melihat Eric dan Bara yang entah sejak kapan kelihatan akrab banget sambil serius main catur.

"Yang kalah push up 20 kali."

"Lo siap-siap aja buat push up. Karena gue yang bakalan menang!"

"Oh, ya?"

Bola mata Andra berputar. "Loh, kamu udah dateng?"

Itu suara Adyra. Ia muncul dari dapur dengan masih mengenakan celemek di tubuhnya. Andra tebak jika Adyra benar-benar memasak hari ini.

"Kok ada mereka, sih? Kamu yang ngundang?" todong Andra nggak sabaran.

"Enggak, tuh. Mereka datang sendiri."

"Terus gimana, dong?"

"Gimana apanya?"

"Kencannya, lah!"

"Lah, kita mau kencan? Bukannya cuma makan-makan doang?"

"Ya makan sambil kencan!" Andra jadi greget sendiri.

Adyra menghela napas. "Ya udah, lah. Udah terlanjur juga. Mereka udah dateng, masa aku suruh pulang? Lagian aku masak banyak, kok. Mau cobain nggak?"

"Mau, lah! Pokoknya aku harus cobain dulu semuanya! Mereka nggak usah dipanggil. Entar abis lagi," kata Andra dengan nada kesal yang terkesan lucu buat Adyra. Cewek itu tertawa singkat sebelum mereka berjalan bersama menuju ruang dapur.

Andra mengamati gerakan tangan Adyra yang dengan lihainya menyendokkan makanan. Di kening Adyra nampak beberapa titik keringat. Adyra sedikit berantakan, namun masih terlihat cantik.

"Lagian kamu ngapain masakin mereka juga, sih? Emang nggak capek?" kata Andra sambil mengusap keringat Adyra menggunakan tisu.

Adyra tersenyum melihat perlakuan Andra. "Nggak banyak-banyak banget kok masaknya. Ini juga tadi mereka yang bantuin. Lagian aku kan suka masak. Jadi b aja, tuh."

"B aja, b aja." Andra mendengus kesal. "Aku yang nggak bisa b aja."

Adyra menyuapkan makanan ke mulut Andra agar cowok itu diam. Dan kenyataannya berhasil. Andra menikmati makanan yang dimasak Adyra tanpa bersuara. Adyra bertopang dagu mengamatinya. "Enak?"

"Masakan kamu nggak pernah nggak enak, tuh." Refleks, Adyra memukul lengan Andra menyembunyikan rasa malunya.

"Kemarin kamu ke mana?"

"Emang aku ke mana?"

Andra berhenti makan. Ia mendongak sejenak menatap Adyra. "Aku serius."

Adyra tersenyum singkat. "Nggak kemana-mana, tuh. Di rumah aja."

Alis kanan Andra terangkat. "Yakin nggak kemana-mana sama sekali?"

Adyra memutar bola mata ke atas, membuat gestur berpikir. "Emm, Kayaknya ke... minimarket?" Gadis itu berdecak, "Emang kenapa?"

"Sama siapa?"

"Sendiri."

"Nggak sama Dimas?"

Adyra mengerjap mendengar Andra menyebut nama cowok itu. "Kamu lihat?"

"Enggak, sih."

"Ada yang bilang sama kamu?"

Andra hanya mengendikkan bahu tanpa menjawab. Ia kembali melanjutkan kegiatan makannya. Melihat respon Andra, Adyra menghela napasnya.

"Aku beneran ke minimarket sendiri, kok. Cuma di sana nggak sengaja ketemu Dimas. Terus pulang bareng sekalian karena searah. Oh, iya! Aku ketemu Bara juga pas di minimarket." Tak lama, Adyra memincingkan mata. "Apa jangan-jangan, Bara yang ngadu, ya?"

Andra mengangkat sudut bibir. Ia menggeleng. "Nggak. Lupain aja."

Adyra mendengus. "Yaudah, abisin makanannya. Kalo nggak abis, aku jitak! Udah capek-capek masak juga."

"Dih? Tadi bilangnya nggak capek, tuh!"

"Itu 'kan tadi. Capeknya sekarang."

"Emang bisa gitu?"

"Banyak protes lu, Bambang!"

"Bambang siapa, sih? Hobi banget manggil gitu."

"Ayam punya tetangga namanya Bambang."

"Kamu nyamain aku sama ayam?! Seriuosly?!"

"Abis lucu, sih."

"Lucu bagian mananya coba?"

"Ya, daripada aku samain sama anjing, mau?"

Andra mengerjapkan mata. Bagaimana bisa, sih, ia jatuh cinta sama cewek macam Adyra? Ia menggeleng tak percaya dan tersenyum setelahnya.

"Biar aku cuci piringnya. Kamu yang panggil anak-anak. Bilang langsung ke meja makan."

Setidaknya, Adyra mengatakan yang sebenarnya. Ia tak berbohong. Lagipula untuk apa Adyra berbohong? Tiba-tiba, Andra teringat dengan ucapan Bara semalam. Hampir saja ia mencurigai Adyra. Ini semua gara-gara Bara sialan.

Andra berdehem. Ia berjalan sebentar lalu berteriak agar semua orang pergi ke meja makan. Ketika Bara lewat di hadapannya, Andra menatapnya tajam sambil meregangkan jemarinya hingga menghasilkan bunyi gemertak.

Bara mengernyit menatap Andra. "Ngapa lu? Kesemutan?"

•••••

Pukul 23.15, kemarin malam.

Panggilan suara berlangsung.

"Dia temen lo, gue juga temen lo. Apa bedanya?"

"Lo bisa nggak percaya sama gue, tapi kenapa lo nggak bisa curiga sama dia juga?"

"Untuk saat ini, mungkin gue menghargai hubungan kalian. Karena gue utang budi sama Adyra. Dia orang baik. Gue nggak mau ngerusak kebahagiaan dia. Tapi, kalau suatu saat gue berada di posisi yang menguntungkan, dan perasaan gue masih sama seperti apa yang gue rasain sekarang..."

"...gue nggak akan menyia-nyiakan kesempatan."

"Hahaha! Asal lo tahu aja, Man. Kadang musuh yang paling berbahaya itu, berasal dari orang terdekat lo sendiri."

Andra mendengus geli melihat tingkah Adyra. Sekarang gadis itu sedang menjadi pusat perhatian semua orang di meja makan. Selalu seperti itu. Ia memang selalu bersinar di antara yang lain.

Adyra berhenti melawak. Tatapannya teralihkan ketika ponselnya berkedip. Ia terdiam sesaat.

"Kenapa?" tanya Andra.

"Nggak. Nggak penting."

Andra mengendikkan bahu dan melanjutkan acara bincang-bincangnya dengan semua teman-teman lainnya. Di sisi lain, Adyra mengernyit melihat beberapa pesan.

Dimas : Nanti malam ada waktu?

Dimas : Boleh ketemu sebentar?

Cukup lama Adyra berpikir. Seolah menimbang-nimbang sesuatu. Hingga pada akhirnya ia memustuskan pilihan.

Adyra : Ada, kok. Iya boleh:)

•••••