webnovel

Part 52 : Sosok Cowok

Ponsel Adyra bergetar ketika dia sudah berada di luar minimarket. Adyra menghentikan langkah. Ketika memeriksa ponsel, ia tersenyum melihat nama si pengirim pesan.

Andra : Ra?

Adyra : ?

Andra : Lagi apa?

Gadis itu tersenyum jahil sebelum mengetik balasan.

Adyra : Bernapas.

Cewek itu menahan geli.

Andra : Oh:)

Andra : Gue juga lagi napas, nih. Kok bisa samaan, ya? Apa kita jodoh?:))

Adyra : Gue?

Andra : Maksudnya 'aku'

Adyra : o

Andra : Btw, lagi mau jogging, nih!

Adyra : Siapa?

Andra : Aku

Adyra : Yang tanya?

Adyra cekikikan sambil berjalan dan memandangi ponsel.

Andra : Gemesin, deh:)

Adyra : Makasih:)

Setelah memberi balasan seperti itu, Adyra tak mendapat balasan dari Andra lagi. Mungkin cowok itu sedang kesal sekarang.

Memilih tak acuh, Adyra memasukkan ponsel ke dalam saku dan melanjutkan perjalanan. Namun, ketika mengangkat pandangan, gadis itu memundurkan langkah secara instingtif karena terkejut.

"Lo?!"

Dengan santainya Dimas melambaikan tangan. "Hai."

"Ngapain berdiri di sini? Bukannya tadi udah pulang?" Adyra mengernyit melihat Dimas tersenyum hingga menyipitkan mata.

"Saya nungguin kamu."

"Ya, ngapain nungguin?"

Dimas mengendikkan bahu, "Ya... pengen aja."

"Jadi, lo dari tadi berdiri sini?" Dimas mengangguk.

Adyra mengedipkan mata. Melihat ekspresi Adyra, Dimas tersenyum lagi. "Jalan ke rumah kamu sama rumah Andra 'kan searah, jadi saya mau bareng pulangnya."

Dimas memberi jeda di kalimatnya. Cowok itu mengembuskan napas. "Ya... itu, sih, kalau kamu nggak keberatan aja."

"Ya kali keberatan! Lo 'kan udah nungguin dari tadi."

Adyra menepuk singkat lengan Dimas kemudian berjalan mendahuluinya. "Yaudah, yok pulang!"

Dimas tersenyum melihat bekas tangan Adyra menepuk lengannya.

•••••

"Emang nggak papa?"

"Apanya?"

"Kaki lo."

"Emang kenapa?"

"Ya, elo kan abis dari rumah sakit. Emang nggak papa pulang jalan kaki begini?"

Dimas memberi jeda sebelum menjawab pertanyaan Adyra, membuat gadis itu menoleh ke arahnya. Dan ia melihat ekspresi Dimas seperti tengah menahan tawa. "Kok lo ketawa, sih?!"

Cowok itu merapatkan bibir menyembunyikan senyumnya. "Siapa yang ketawa?"

"Jelas-jelas gue lihat muka lo cekikikan gitu masih mau ngelak!"

"Kamu PMS?" tanya Dimas.

Adyra mengangkat alis kanannya. "Kok lo bisa tahu?" tak lama setelah itu ia membulatkan matanya sambil merapatkan belakang tubuhnya ke salah satu pohon di pinggir jalan. "Gue... tembus, ya?"

Dimas meringis lalu menggelengkan kepala. "Enggak, kok. Tenang aja."

"Saya cuma nebak," tambah Dimas.

Adyra mengusap dada. "Bikin kaget aja, sih."

"Eh, tapi beneran nggak papa, nih? Serius mau jalan kaki? Atau mau gue panggil taksi aja?"

Dimas menarik sudut bibirnya. "Kamu itu lucu, ya?" Adyra mengernyit. "Yang sakit 'kan tangan saya, bukan kaki. Jadi mau jalan berapa kilometer juga nggak bakal kenapa-napa."

"Ya 'kan siapa tahu lo masih lemes gitu... Jadi, nggak kuat jalan," balas Adyra sambil mengerucutkan bibirnya.

Melihat ekspresi Adyra yang seperti itu, membuat Dimas jadi gemas. "Kalo saya nggak kuat jalan, kan ada kamu. Saya yakin kamu pasti nolongin saya."

Adyra terkekeh. "Pede banget." Ia sempat melihat Dimas balas tersenyum menanggapi Adyra.

"Jangan pakai kata ganti 'saya'. Berasa kayak lagi ngobrol sama siapa aja," protes Adyra.

"Udah kebiasaan dari Jogja."

"Sama Andra kok bisa santai gitu bahasanya?"

Dimas mengangkat satu alisnya, "Kamu cemburu sama Andra?"

"Ya, kali!"

Adyra memukul bahu Dimas dan mereka tertawa bersama.

"Gue masuk dulu, ya!" kata Adyra setelah mereka sudah sampai di depan gerbang rumahnya.

"Makasih, ya."

Adyra menoleh, urung memasuki gerbang. "Buat apa?"

"Karena kamu udah mau jadi teman saya."

Adyra terdiam beberapa saat mendengar penuturan Dimas. Ia yakin, jika ia tak salah mengambil keputusan. Gadis itu terperangah beberapa saat, kemudian ia tersenyum dan melambaikan tangan.

Dimas tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya sekarang. Ia terus-terusan tersenyum walau Adyra sudah menghilang dari pandangan. Ketika ia berbalik, tatapannya menangkap mata seseorang. Berdiri lumayan jauh dari tempatnya saat ini.

Senyum di wajah Dimas mendadak hilang. Berganti dengan tatapan datar yang memandang lurus ke depan. Ingatan Dimas tak terlalu buruk soal mengingat wajah seorang yang baru dia kenal. Jelas, Dimas ingat wajah cowok itu. Seketika ia mengangkat sudut bibirnya.

•••••

Adyra tersenyum melihat panggilan video masuk dari Andra.

"Apa?"

Adyra melihat wajah lesu Andra dengan bantal yang mengganjal kepala.

"Kok belum tidur?" tanya Andra setelah melirik jam digital di bagian paling atas ponselnya. Pukul 22.00

"Kenapa emang?!"

"Kangen."

Adyra ingin tersenyum namun ia menahannya. "Oh."

"Oh, doang?! Ya kali!"

"Ya terus?"

"Ketemuan, lah."

"Udah malem, Bambang!"

"Enak, dong!"

"Pala lu!"

Andra terkekeh. Ekspresi Adyra benar-benar moodboster yang sangat sempurna. Cowok itu menunduk sambil membenarkan rambutnya. "Yaudah, besok."

"Kemana?"

"Terserah."

"Jangan terserah, dong! 'Kan kamu yang ngajak!"

"Yaudah, deh. Ke hatimu aja, gimana?"

"Gue tutup, ya—"

"Eh! Jangan, dong!"

Adyra melihat Andra menatap langit-langit beberapa saat. "Main ke rumah kamu aja, lah. Lagi mager jalan-jalan."

"Mager mulu."

"Pokoknya, besok masak yang enak, ya? Aku mau nyoba jadi Chef Juna seharian di rumah kamu."

Adyra meniup poni, "Banyak maunya."

"Biarin, daripada banyak ceweknya."

Adyra menipiskan bibir melihat wajah sok-sok'an Andra. "Suka-suka lu, lah. Tidur dulu, ya!"

"Yahhh, kok gitu—"

Adyra sudah menutup panggilan video sebelum Andra menyelesaikan kalimatnya. Cowok itu mendengus sebal. Sambil membenarkan gundukan bantal, Andra tersenyum memandang langit-langit kamarnya. Ketika mengangkat ponsel sejajar dengan wajahnya, cowok itu semakin melebarkan senyumnya melihat wajah Adyra sebagai wallpaper ponselnya. Tak lama ia mengernyit.

Satu pesan belum terbaca. Dari Bara Kumbara.

*Nama kontak Bara di ponsel Andra.

"Ganggu." Andra membaca pesan dari Bara pada akhirnya.

Bara Kumbara : Gue lihat Adyra sama cowok.

Andra memutar bola mata. Malas menggubris. Namun ketika Bara mengirim pesan lagi, rasa penasaran Andra seolah tergali.

Bara Kumbara : Gue punya fotonya.

Bara send a picture.

Andra tak menunjukkan ekspresi apapun. Satu menit berjalan Andra masih diam. Ia menggunakan kedua ibu jarinya untuk memperbesar gambar. Di situ, ekspresi wajah Adyra nampak terkejut ketika lelaki di depannya mendekatkan wajah.

"Tangan kanannya pakai gips," kata Andra seraya menajamkan tatapannya. "Dan kenapa baju yang dia pakai juga sama persis..."

Kening Andra mengernyit.

"....sama yang Dimas pakai tadi pagi?"

••••••