webnovel

Part 45 : Unknown

Andra duduk diam, dengan pikiran yang melayang-layang. Tatapan matanya lurus ke depan. Hingga apapun yang sedang terjadi di sekitarnya kini dia abaikan. Saat ini, hanya Adyra yang merebut paksa pusat perhatian Andra.

“Jangan pergi.... aku takut sendirian.”

Andra memang tak mengerti dengan apa yang terjadi pada Adyra saat ini. Namun, Andra tetap membalas pelukan Adyra dengan sedikit memberi ketenangan. “Aku nggak akan tinggalin kamu sendirian, kok.”

“Janji?”

Andra mengangguk. “Janji.”

“Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?” Dimas balik menatap Andra sangsi.

Andra masih diam tak menjawab. Dimas menggaruk tengkuknya keki. “Ya... gue cuma mau cari udara segar, kok.”

Andra menatapnya agak sedikit lebih lama. Kemudian menghela napas dan merogoh sakunya. “Kayaknya gue harus telepon nyokap lo, deh. Makin nggak beres lo.”

Tubuh Dimas menegang. Lelaki itu menelan ludahnya susah payah.

“Eh, jangan! Gue nggak mau bunda khawatir!” Andra memindah-mindahkan ponselnya ke udara menghindari cekalan tangan Dimas. “Sini hape, lo!”

Andra semakin menjauhkan ponselnya. Tangan Dimas yang terpasang infus, membuatnya tak bisa bergerak leluasa. Pada akhirnya, Dimas menurunkan tangannya sendiri. Dia tak berusaha lagi menggapai ponsel Andra untuk merebutnya. Namun, tangannya dia gunakan untuk menarik ujung baju Andra hingga berhasil membuat Andra menoleh padanya.

"Jangan kasih tahu siapapun," kata Dimas dengan suara merendah. Andra melihat kepalanya tertunduk. "Gue mohon..."

Andra mengedip beberapa kali. Cowok itu menurunkan kepalanya, berniat melihat raut wajah Dimas di sana. Andra mengabaikannya, dan berniat kembali mencari kontak keluarga Dimas di ponselnya. Namun, beberapa saat kemudian, gerakannya terhenti. Andra menghela napas. "Iya, deh. Nggak akan gue kasih tau siapa-siapa."

Senyum lebar langsung terbit di wajah Dimas. Lelaki itu mencubit kedua pipi Andra saking senangnya. "Gitu, donggg!"

Andra bergidik geli sambil menepis tangan Dimas yang bertindak senonoh.

Dimas memegangi perut yang terasa agak kram usai menertawakan Andra. Andra mendengus kesal lalu berdiri dari posisi duduknya.

"Mau mandi ah gue! Gerah."

"Emang dari tadi pagi lo belum mandi?"

"Mandi, lah." Andra mengambil handuk kecil yang tadi dia sampirkan di punggung kursi. "Tapi tadi gue kan habis jogging. Gerah, lengket lagi. Yaudah mandi lagi."

Dimas mengangkat sebelah alis sambil mengambil gelas berisi air putih di atas meja. "Jogging sama siapa lo pagi-pagi? Rajin amat!"

"Cewek gue."

Dimas urung meminum air yang berada di tangannya. Sekilas senyum tipis nampak di wajahnya. "Yang namanya Adyra itu?"

Andra mengalihkan pandangannya dari ponsel dan beralih melirik Dimas dengan tersenyum. "Iya."

Dimas mencengkeram gelas berisi air yang tak sempat dia minum sejak tadi. Rasanya nafsu minumnya mendadak hilang entah sejak kapan.

"Oh," balas Dimas sekenanya.

Andra memutar tubuhnya menghadap Dimas sambil bertopang dagu di samping tubuhnya. "Oh, ya! Waktu lo belum siuman... Adyra juga ikut jagain lo. Dia bantuin gue ngerawat lo, sampai lo sadar kayak sekarang. Ya... walaupun kalian belum pernah kenal sih, sebelumnya." Bibir Andra kembali tersenyum. "Dia baik banget, kan?"

Dimas balik menatap Andra. Kemudian menampilkan segaris senyum yang sedikit memaksa.

"Udahlah, gue mandi dulu! Awas lo kalo keluar-keluar lagi!"

Dimas tersenyum singkat membalas gertakan kecil Andra. Bola matanya tak berhenti menatap Andra bahkan sampai dia sudah menghilang dari ambang pintu.

Dan cengkeraman tangannya masih sekuat seperti sebelumnya.

•••••

"Dim..."

"Hm."

"Hm doang, nih?"

"Hmm?"

"Ishh!" Adyra merebut buku yang ada di tangan Dimas. Berhasil, Dimas langsung mengalihkan pandangannya ke arah Adyra. "Selalu, deh. Kalo udah baca buku, lupa semuanya."

"Yah... Balikin dong, bukunya! Lagi seru itu... Kamu kalo mau baca juga, ambil aja di rak sana." Adyra merengut saat Dimas merebut kembali bukunya.

Gadis itu mendengus, lalu berjalan menuju rak yang dimaksud tadi. Sebuah rak buku yang terletak di ruang keluarga rumah Dimas. Adyra menggaruk keningnya yang tidak gatal. "Buku macam apa, nih? Genre nya thriller semua! Entar kalo kepalaku pusing abis baca ini, kamu tanggung jawab, ya!"

Dimas tak bergerak sama sekali. Menyahut pun tidak. Adyra menipiskan bibirnya kesal. Gadis itu menarik asal sebuah buku, lalu berjalan ke arah Dimas. Mengambil tempat duduk di sisi sofa sebelahnya. Adyra menghentakkan tubuhnya kasar. Namun, Dimas masih sama sekali tak terganggu olehnya.

Adyra menyerah. Gadis itu menyilakan kakinya di atas sofa. Mulai membuka buku yang dia bawa sambil menyandarkan kepalanya di bahu kanan Dimas.

Adyra terlihat sangat serius saat beberapa kali Dimas meliriknya. Lelaki itu tertunduk menyembunyikan senyumnya. Bersamaan dengan menggerakkan kepalanya agar bertumpu dengan kepala Adyra seraya mengusap pelan puncak kepalanya.

Rasanya, Dimas merasa ada yang hilang sekarang. Saat ini, dia tengah melakukan hal yang sama dengan sebelumnya. Duduk sendiri dengan buku di tangannya. Namun bedanya, tidak ada lagi yang bersandar di bahunya.

Dimas mengangkat kepala saat melihat Andra muncul dari ambang pintu.

"Lo butuh sesuatu?" Andra bertanya.

Dimas menurunkan pandangannya kemudian tersenyum tipis tanpa menatap mata Andra. "Boleh.... gue ketemu sama Adyra?"

••••••

Adyra mengibaskan tangannya di udara. Usai jogging memang membuat tubuhnya cukup gerah. Gadis itu memasuki pekarangan rumahnya sambil menutup pagar.

Adyra mendongak, lalu melakukan gerakan memutar meregangkan lehernya. Saat gadis itu berada di depan pintu, matanya memicing ketika melihat sebuah teddy bear yang tak jauh darinya.

Adyra memungut boneka itu, kemudian tersenyum melihat ekspresi benda itu yang terlihat sangat lucu bagi Adyra.

Tak lama kemudian, pandangan Adyra tertuju pada satu titik. Dia melihat sticky note terlipat yang tertempel di balik boneka.

Maaf..

Adyra mengernyit. Gadis itu membolak-balikkan kertas tersebut, berniat menemukan siapa pengirimnya. Adyra langsung mengedarkan pandangannya. Dia berjalan ke samping kanan rumah, samping kiri rumah, sampai mengamati jalan di sekitar rumahnya. Namun, dia tak menemukan apa-apa. Jalanan rumahnya sepi dan tidak ada orang mencurigakan yang ditemukan Adyra.

Ponsel Adyra berkedip. Menampilkan sebuah pesan dari nomor tak dikenal.

Bisa ketemu di kafe biasa?

••••••