webnovel

Part 39 : Bertemu

Adyra turun dari motor Andra, sambil melepas helm yang membalut kepalanya. Karena sudah terlalu sore, Andra memutuskan untuk mengantar Adyra pulang. Hingga sampai di rumah Adyra, dengan langit yang sudah gelap.

"Teman-teman kamu itu emang nggak ada kerjaan banget, ya?" Adyra terkekeh sambil memberikan helm nya ke tangan Andra. "Mereka punya pacar nggak, sih?"

Andra mengendikkan bahu. "Buat apa kamu tahu?"

Adyra melipat tangan di depan dada. "Ya, mau tahu aja. Beruntung banget buat cewek yang pacaran sama mereka. Humoris, bisa bikin ketawa, dan nggak ngebosenin."

"Jadi maksud kamu, kamu nggak beruntung dapet pacar kayak aku? Udah nggak humoris, ngebosenin lagi. Gitu?" kata Andra sewot.

Adyra mengernyit lalu tersenyum geli. "Ya ampun... pacar gue ini lagi sewot nih, ceritanya?" balas Adyra sambil mencubit gemas pipi Andra. Cowok itu diam saja. Membiarkan Adyra melakukan apapun yang dia suka.

"Lagian kalimatnya kayak nyindir, sih." Andra mencubit pucuk hidung Adyra.

Adyra tersenyum. "Kamu nggak masuk dulu?"

Andra menggeleng. "Nggak usah. Lagian Papa kamu belum pulang."

Adyra mengangguk mengerti. Gadis itu melepas jaket milik Andra yang membalut tubuhnya, kemudian dia berikan kepada Andra. "Hati-hati di jalan, ya! Jangan ngebut!"

"Aku telepon kamu kalo udah sampai rumah," kata Andra.

Adyra melambaikan tangan dan mebdapat balasan dari Andra. Namun, tidak ada satupun di antara mereka berdua yang bergerak dari tempatnya berdiri sekarang.

Adyra mendengus geli. "Kok nggak jalan?"

"Nungguin kamu masuk dulu."

"Aku bakal masuk kalo kamu udah jalan."

"Aku bakal jalan kalo kamu udah masuk."

Adyra tertawa. "Yaudah deh, aku masuk dulu." Andra tersenyum sambil mengusap puncak kepala Adyra.

"Jangan lupa besok, ya! Dah!" Adyra melambaikan tangan sebelum menutup pintu rumah dengan sempurna.

Gadis itu menyandarkan tubuhnya di balik pintu. Adyra menyentuh puncak kepalanya yang tadi sempat diusap oleh Andra. Rasanya, kepala Adyra masih saja terasa hangat.

Adyra merasa lega, melihat Andra bisa tersenyum lagi seperti biasa. Hal yang membuat Adyra ikut tersenyum kalau dia mulai memikirkan cowok itu.

Gadis itu memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Berniat mengganti pakaian dengan yang lebih nyaman beserta membasuh mukanya. Namun, belum sempat Adyra masuk kamar, terdengar suara ketukan dari arah pintu.

Adyra mengernyit, "Andra masih belum pulang juga?"

Gadis itu berjalan menuju pintu dan membukanya. Tapi, bukan Andra yang dia temukan. Bukan Papa, maupun siapapun.

Adyra mengedarkan pandangan, dan tak menemukan siapapun di sana. Namun, saat gadis itu melihat ke bawah, dia melihat seikat bunga mawar merah yang tergeletak di atas lantai. Dan Adyra memungutnya.

Saat bunga itu sudah sampai di tangannya, Adyra menemukan sebuah sticky note berwarna merah muda

I Miss You; kalimat yang tertulis di sana.

Adyra tersenyum. Pasti ini Andra. Sempat-sempatnya cowok itu memberikan bunga. Padahal, selama yang Adyra kenal, Andra itu bukan tipe orang yang mau repot memberikan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi seperti ini. Terus, apa katanya? I Miss You? Aih, Adyra jadi geli sendiri rasanya. Baru juga tadi boncengan udah kangen lagi aja.

Adyra menghirup wangi mawar itu sebentar, lalu menutup pintu dengan senyum yang masih mengembang.

****

Andra melenguh, seraya menggeliatkan badan di balik selimut hangat bercampur seprai tempat tidur yang sudah berserakan tak jelas letaknya. Kelopak matanya masih terasa berat untuk terbuka.

“Enghh, siapa sih, ini? Berisik banget, pagi-pagi telepon! Hari Minggu juga masih ada yang ganggu!” Cowok itu meraba sisi kasur dan menemukan ponselnya di atas nakas.

“Halo?”

Andra membelalak. Tubuhnya langsung terduduk di atas kasur saat mengetahui siapa yang tengah meneleponnya sekarang.

“Iya, Sayang. Iyaa... Bentar lagi sampai kok--” Andra mengernyit.

“Halo?” Cowok itu mendengus malas. Kemudian mengacak-acak rambutnya hampir frustasi.

"Haloo?"

Panggilan Adyra terputus. Dan Andra yakin 100% kalau Adyra pasti marah sekarang.

“Ck, kenapa gue lupa sih, kalau hari ini ada janji sama Adyra?”

•••••

Adyra menatap lurus ke depan sambil menghisap segelas lemon tea dari sedotan. Tiga puluh menit telah berjalan, dan Adyra masih betah membungkam bibirnya dalam rangka lagi ngambek sama pacar.

“Kamu udah ganti gelas ketiga loh, itu. Perut kamu nggak kembung, emang?” Andra bicara untuk kesekian kalinya. Dan sejauh ini, cowok itu hanya mendapat tatapan tajam dari Adyra.

Andra sudah tidak tahu lagi harus membujuk Adyra dengan gaya seperti apa. Dari tadi kerjaan Adyra hanya melihat Andra dengan tatapan intimidasinya sambil menyedot minuman berbagai rasa yang sudah dia cicipi dari ketiga gelas yang berbeda.

“Jangan kebanyakan minum es. Nanti pilek.”

Andra menarik sedotan yang tadi terjepit di bibir Adyra. Sejenak, gadis itu masih menatapnya. Sampai akhirnya kepalanya terjatuh di atas meja seolah terkulai tak berdaya.

Andra mendekatkan wajahnya ke Adyra. “Kamu kenapa? Perut kamu begah?” Andra mendadak was-was. “Tenggorokan kamu sakit? Gatel? Atau... perut kamu kembung--“

“AKU KESEL SAMA KAMU!” Andra langsung menegakkan badan setelah merasakan kejutan dari Adyra yang membuat jantungnya berdebar kencang. Andra menaruh tangan di dada lalu mengusapnya perlahan. Hampir aja gue jantungan.

“Kamu tahu nggak, sih? Aku udah telepon kamu berkali-kali, tapi nggak ada jawaban! Aku pikir kamu kenapa-napa lagi tahu, nggak! Bisa nggak sih, nggak usah bikin orang khawatir?!”

Andra meringis sambil mengusap lengan Adyra pelan. Antara menenangkan gadis itu atau lagi berusaha membuatya diam agar mereka tak jadi tontonan banyak orang yang juga lagi makan.

“Maaf, Sayang. Kemarin aku ngantuk berat serius, deh! Nanti kita beli es krim aja, oke? Biar kamu seneng lagi--“

“NGGAK MAU!”

Andra menelan ludah susah payah. Alamat, nih. Bakal diomelin seharian kayak bocah SD yang pulangnya kesorean.

"KAMU PIKIR AKU ANAK KECIL!"

“Jangan gini dong, Sayang...” Andra masih berusaha membujuk. “Aku bakal lakuin apapun, deh. Biar kamu nggak marah lagi.”

Adyra mengangkat sebelah alisnya seolah merasa tertarik dengan penawaran Andra.

“Apapun?” tanya Adyra meyakinkan.

Andra menganggukkan kepalanya mantap menunjukkan keseriusan. “As you wish, Princess!” jawab Andra semakin meyakinkan.

Adyra mengusap dagu dengan tangan. Masih menimang-nimang permintaan apa yang ingin dia ajukan. Hingga sebuah bintang kecil muncul terang benderang di atas kepala Adyra memberi pencerahan.

Adyra tersenyum penuh arti sambil mendekatkan wajahnya di depan wajah Andra. Gadis itu berbisik, “Aku mau nonton.”

Andra tersenyum sambil menjentikkan jari. “Oke! Permintaan diterima,” seru Andra sambil meminum jusnya dengan bangga.

“Film horror, tapi.”

Andra tersedak sampai terbatuk-batuk. Pupilnya langsung melebar. “Apa?”

"Kenapa? Kamu keberatan?"

Andra meringis. "Ahh... enggak, kok."

Adyra menyeringai.

•••••

Adyra masih terpingkal-pingkal saat setelah Andra mengajaknya keluar dari bioskop. Tangan Andra terasa dingin. Namun, cowok itu menutupinya dengan masih bersikap stay cool. Adyra sama sekali tak percaya dengan raut wajah Andra. Jelas-jelas tadi cowok itu menutup wajahnya dengan tangan sambil sesekali teriak karena kaget dengan efek suara yang menegangkan.

“Jadi... kamu takut setan?” Adyra bertanya diselingi cekikikan.

Andra tak menunjukkan ekspresi apapun. Cowok itu hanya menatap datar ke depan sambil berjalan. “Nggak tuh.”

Adyra tersenyum jahil. “Ahh, ayolah! Ngaku aja kalo kamu takut. Udah kebongkar ini, kan!” Adyra menjawilkan botol minumnya ke wajah Andra menggoda.

Melihat wajah Andra yang memerah, membuat Adyra semakin ingin terus menggoda Andra. Baru tahu dia, kalau ada cowok macam Andra di dunia ini. Tampang sangar tapi sama setan aja takut.

Andra jadi kesal. Cowok itu mendekati Adyra dengan sedikit berlarian. Membuat Adyra menghindari Andra sambil berlarian juga. Suasana mall yang tak begitu ramai membuat mereka menjadi lebih leluasa tanpa harus sering menabrak orang.

Andra gemas, ingin segera menangkap Adyra dan menggelitikinya sampai pingsan.

Adyra masih bisa menghindar. Hingga tanpa sadar tali sepatunya terlepas dan membuat kaki Adyra yang lain menginjak tali sepatunya sendiri.

Adyra hampir jatuh. Tapi, seseorang menangkapnya. Gadis itu tersenyum, merasa lega karena dia tidak jatuh tersungkur di tempat umum. Namun, melihat Andra yang masih terlihat jauh mengejarnya membuat Adyra mengernyitkan dahi.

Seseorang itu melepaskan rangkulannya di bahu Adyra perlahan. Hingga membuat Adyra bisa melihat wajah orang yang berada di hadapannya.

Telapak tangan Adyra tak sengaja mencengkram kuat botol minumannya. Gadis itu terkejut melihat wajah yang tak asing dari ingatannya. Adyra masih diam. Masih larut, dalam rasa tak percayanya.

“Kamu nggak papa?”

Bahu Adyra melemas. Telapak tangan Adyra sedikit bergetar. Suara itu... Adyra sangat mengenali suara itu. Suara yang dulu selalu dia dengar setiap harinya. Suara yang berhasil menenangkan suasana hatinya. Hingga kini berubah menjadi suara yang tak ingin dia dengar lagi selama hidupnya.

Adyra ingin bicara, namun suaranya terasa menghilang entah kemana.

“Dimas?”

Adyra mengedipkan mata. Saat sebuah nama lolos begitu saja melewati pendengaran Adyra.

Gadis itu langsung menoleh ke belakang, dan menemukan Andra yang tengah tersenyum sambil menatap seseorang yang berada di depan Adyra.

Gadis itu menatap tak percaya.

Dimas--cowok itu membalas senyuman Andra. Sambil mengangkat tangannya seolah menyapa.

“Long time no see,” katanya.

Yang seolah tak benar-benar ditujukan kepada Andra, melainkan orang lain.

Dan Adyra merasa sangat asing, saat mata itu menatapnya. Diiringi senyuman, yang tak pernah Adyra lihat sebelumnya.

••••