webnovel

Part 37 : If You're Fine, I'll be More Than Fine

Bara mengembuskan napas panjang. Merasa sedikit lega setelah menjawab berbagai soal yang diujikan. Cowok itu meregangkan badan sejenak setelah mendengar suara bel dibunyikan. Bara memungut tas punggungnya, sambil berjalan menuju pintu.

"Mau pulang?"

Bara menghentikan langkahnya. Lalu mengangkat pandangan saat seseorang menarik ujung baju bagian belakangnya. Bara mendengus, lalu menepis tangan itu dengan kasar.

"Nggak ada urusannya juga kan, sama lo!" sembur Bara skeptis.

Andra mendengus geli, kemudian kembali menelungkupkan badan di atas meja. "Adyra ada di depan. Dia pasti lagi nungguin gue sekarang."

Bara tertawa pelan, "Apa lo barusan lagi pamer..." Bara memutar badan sembari memusatkan tatapan pada satu orang. "...ke gue?"

Andra mengangkat kepala sambil balik menatap Bara. "Tolong anterin dia pulang."

Bara terperangah. Kedua alisnya terangkat tak percaya. Nggak salah? Apa yang sedang ada di hadapannya sekarang ini bukan Andra... seperti kelihatannya?

"Tolong?" Bara menyeringai, "Nggak salah denger, gue?"

"Enggak."

Bara ingin tertawa, tetapi niatnya ini hanya sampai dalam hati saja. Cowok itu semakin menatap Andra lekat. Tapi, tidak ada ekspresi apapun yang dia dapat. Bara hanya dihadapkan dengan wajah santai seolah tidak terjadi apa-apa.

"Dia cewek lo, kan? Buat apa gue harus nganterin dia pulang?"

"Karena..." Andra menghela napas, lalu mengembuskannya panjang. Cowok itu menunduk sejenak, lalu mengangkat kepalanya lagi. Matanya bersitatap dengan Bara. Kali ini sedikit berbeda. Andra seolah menyampaikan sesuatu lewat sorot matanya. Hingga akhirnya cowok itu membuka suara, "...dia butuh lo sekarang."

Bara mendesah panjang.

Cowok itu tengah duduk santai di bangku paling belakang. Telapak tangan kanannya mengepal di antara bolpoin yang tengah dia genggam.

Tangannya bergerak mengetuk-ngetukkan bolpoinnya perlahan, sambil menatap lekat bangku kosong di depannya yang selalu ditempati Andra.

•••••

"Lama banget sih, belnya!"

Adyra mondar-mandir gelisah di depan kelas, sambil sesekali melirik arloji di pergelangan tangan. "Bunyi dong, belnya! Bunyiiiii!"

Kring!

"Akhirnyaaa!" Adyra bisa bernapas lega.

Gadis itu langsung celingukan di depan kelas sambil menjinjitkan kakinya. Beberapa anak yang keluar bergerombolan membuat tubuh Adyra sempat beberapa kali terhuyung karena tidak sengaja tersenggol.

Adyra tak melihat Andra keluar sama sekali. Gadis itu ingin mundur dari sana agar bisa melihat Andra lebih leluasa. Belum sempat dia bergerak, Adyra merasa bahunya tertabrak keras dengan seseorang. Tubuh Adyra terasa terlempar. Dia ingin jatuh. Tapi, Bara menangkap tubuhnya.

"Punya mata nggak sih, lo!"

Kedua mata Dion membulat. Melihat Bara yang biasanya diam kini mulai galak seperti sebelum-sebelumnya.

"Y-ya... sorry, lah! Siapa suruh tuh cewek berdiri di situ." Dion langsung melipir daripada nambah masalah.

Bara kesal. Kalau saja Adyra tidak berada di depannya sekarang, pasti cowok itu akan....

Bara membulatkan mata, kemudian langsung menoleh dan menemukan wajahnya jatuh berdekatan beberapa senti tepat di depan wajah Adyra. Bara langsung menarik tangan dan menegapkan tubuhnya.

"He'em.." kerongkongan Bara mendadak kering. Setandus gurun pasir.

"Lo... nggak papa?" Bara bertanya.

Melihat Adyra mengedipkan mata beberapa kali, Bara jadi salting sendiri.

"Andra ada?"

Bara mendadak cengo, "Hng?"

Adyra menghela napas. "Daritadi gue nunggu di sini, sekitar 10 menit sebelum bel, dan gue belum nemuin dia sama sekali. Lo tahu Andra kemana?"

Bara tersenyum getir. Ngarepin apa sih lo, Bar?

"Dia nggak masuk," jawab Bara to-the-point.

Adyra membulatkan mata. "Apa?"

"Dia nggak bilang apa-apa sama lo?" Adyra menggeleng. Bara memutar bola mata. Ternyata benar dugaannya. Ada yang aneh sama Andra. Bara sedikit tersentak saat Adyra menyentuh lengannya secara tiba-tiba. "Lo... nggak bohong, kan?"

Bara mengerjap. Apa Adyra tahu kalau dia bohong kemarin? Bara berbohong tentang keberadaan Andra yang katanya udah pulang padahal dia masih di kelas. Tapi, bukan salah Bara, kan?

"Hng... gue..."

"Gue percaya sama lo kok, Bar."

Adyra tersenyum lebar. Membuat Bara sedikit lega karena Adyra memercayainya. Tapi, satu hal yang menganggu Bara. Bara tahu, kalau senyuman itu hanya tipuan. Senyum Adyra hanya sebatas di bibir, tidak sampai ke mata.

Gadis itu terlihat kelimpungan. Berkali-kali dia menyibukkan diri dengan ponsel yang tak merespon dering sama sekali. "Teleponnya nggak aktif dari kemarin. Dan sampai sekarang gue belum ketemu sama dia sama sekali. Gue khawatir. Kalau terjadi apa-apa sama dia gimana? Gue harus apa, Bar?"

Bara mengepalkan telapak tangan. Rasanya, emosinya sudah terbakar sampai ubun-ubun.

"Lo udah makan?" Adyra mendongak, lalu menggeleng.

"Makan dulu di kantin. Setelah itu balik ke kelas. Ujian tinggal satu mapel lagi. Jangan pikirin yang lain. Fokus sama ujian lo aja. Setelah itu, gue bantuin lo cari Andra."

"Lo serius?" Bara mengangguk.

Adyra tersenyum, lalu menggumamkan terima kasih setelahnya.

Jujur, Bara juga ingin bertemu Andra secepatnya. Tangannya sudah gatal sejak kemarin, dan makin lebih gatal lagi sekarang. Semisal Bara sudah bertemu Andra, jangan lupa ingatkan dia untuk menonjok Andra habis-habisan.

•••••

Angin berhembus pelan. Seiring dengan keringat yang bercucuran terus-terusan. Langit siang tampak bersinar terang. Sekitar pukul 1 siang, Adyra pergi mencari Andra ke rumahnya. Sesampainya di sana--berbekal nebeng Bara dengan motornya, Adyra langsung turun dari jok motor tanpa menghiraukan Bara yang berteriak karena khawatir Adyra bisa kesandung karena lari-larian.

Gadis itu masuk lewat gerbang yang tak terkunci, lalu berdiri di depan pintu dan mengetuknya tak sabaran. Saat pintu terbuka, begitu kecewanya Adyra saat yang dia temui pertama kali bukan Andra.

"Non Adyra?"

Adyra tersenyum tipis. "Andra di dalam kan, Bi?" todong Adyra tanpa basa-basi. "Tadi dia nggak masuk sekolah. Padahal sekarang ada ujian semester. Saya pikir dia sakit. Jadi saya pikir, saya ke sini buat jengukin dia."

Bara langsung berdiri di sampingnya, tepat di kalimat terakhir yang diucapkan Adyra. Cowok itu mengernyit saat melihat ekspresi bingung Bi Sumi.

"Tapi, tadi Den Andra pamit ke sekolah kok, Non." Bi Sumi keheranan. "Dia juga keluar rumah sejak pagi pakai seragam dan sampai sekarang belum pulang."

"Apa?" Adyra tertegun. Bahunya melemas sampai turun.

Bara melirik Adyra, semakin khawatir saat melihat wajah pucat gadis itu. "Emang, nggak ada yang aneh gitu Bi, sama Andra. Sebelum dia pergi dari rumah atau ada kejadian apa gitu kemarin?"

Bi Sumi teringat. "Oh, ada Mas. Kemarin, Bapak datang ke rumah ini. Cuma tegur sapa sama Den Andra. Tapi, Den Andra langsung pergi ke kamar. Kayaknya, dia nggak suka sama kehadiran Bapak. Setelah kejadian itu, Den Andra jadi banyak diam."

Adyra mengernyit, "Bapak... Ayah kandungnya Andra maksud Bibi?" Bi Sumi mengangguk.

Adyra langsung merogoh saku roknya, lalu mengeluarkan ponsel. Gadis itu mencoba menghubungi nomor Andra berkali-kali, tapi tidak ada jawaban. Adyra pikir, ponsel Andra memang sengaja dia matikan. Adyra gelisah. Bi Sumi yang tidak tahu apa-apapun juga ikut-ikutan cemas sekarang.

"Diangkat, nggak?" tanya Bara, Adyra menggeleng. Sial. Bara mengumpat geram.

"Kak Andra pasti ada di suatu tempat sekarang." Kanya muncul secara tiba-tiba. Membuat dahi Adyra mengernyit seketika.

"Kamu tahu, Andra di mana?"

Kanya tersenyum, "Kak Adyra yang lebih tahu."

•••••

"EH, TONO OPER BOLANYA!"

Andra menoleh, melihat seorang anak lelaki yang tengah menendang bola sepak di kakinya dengan separuh tenaga. Andra tersenyum tipis, melihat wajah polos anak-anak yang tengah bersemangat. Walau berlarian di bawah terik matahari yang menusuk kulit, tak membuat mereka kehilangan sedikitpun semangat dalam diri mereka. Tawa mereka yang lepas, tanpa beban, membuat perasaan Andra sedikit lebih lega.

"Wah, golll! Kita menang!"

Andra masih mengamati sekumpulan anak SD yang sedang bermain bola di lapangan seusai pulang sekolah. Beberapa dari mereka menjatuhkan diri di atas rerumputan hijau sambil teriak-teriak kegirangan karena berhasil mencetak satu gol.

Sebenarnya, tadi Andra sempat datang ke sekolah. Sudah di depan gerbang dan masih berada di atas motornya. Dia juga sempat melihat Adyra yang sedang duduk di salah satu motor yang ada di parkiran, sambil celingukan seperti menunggu seseorang. Tapi, Andra hanya diam melihat Adyra dari kejauhan. Sampai Bara menghampiri Adyra pun, Andra tak mengubah sedikitpun posisi tubuhnya.

Hingga Andra memutuskan untuk pergi ke suatu tempat yang menenangkan. Andra sudah pergi kemanapun, tapi tak mendapatkan apapun. Suasana hatinya tetap sama saja, tidak ada bedanya.

Sampai saat dia teringat sebuah tempat yang sering dia datangi bersama Adyra. Ketika cowok itu tiba di sana, malah ini yang dia dapatkan.

"Adit! Kasih bolanya, Dit!"

"Yoyon, kejar bolanya, dong!"

"Sini! Sini! Oper, Dit!"

Andra merogoh sesuatu di balik saku jaketnya. Mengambil ponsel, lalu mengaktifkannya. Banyak missed call dari Adyra. Andra mengembuskan napas, lalu memejamkan mata. Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Andra membuka mata.

Papa is calling....

Bahunya melemas. Tangan yang dipakai untuk menggenggam ponsel itupun jatuh tak bertenaga di samping tubuhnya.

"ANDRA!"

Cowok itu mendongak dan menemukan tatapan Adyra yang tertuju padanya. Tubuhnya semakin lemas saat Adyra meraih tubuhnya lalu memeluknya.

"Kamu kemana aja, sih! Aku nyariin kamu tahu, nggak! Kenapa kamu nggak ngasih kabar sama sekali? Aku khawatir sama kamu! Dan kamu nggak peduli, gitu? Kamu anggap apa aku, hah? Jahat! Aku benci sama kamu!" Suara Adyra terdengar serak membuat dada Andra semakin sakit. Andra hanya diam, sambil membalas pelukan Adyra dengan sisa tenaganya.

Jauh dari kerumunan anak-anak SD yang masih bermain bola, seseorang memerhatikan mereka.

Bara melihat semuanya. Hampir tak melewatkan sedikitpun. Sebagian dari perasaan Bara terasa lega melihat Adyra. Tapi, sebagian besar yang lainnya masih terasa sakit.

Bara yang hanya bisa melihat Adyra tersenyum lega saja, itu sudah cukup baginya. Meskipun Adyra tak pernah menganggapnya ada.

Ya, itu lebih dari cukup.

•••••