webnovel

Part 25 : Kesalahan

Adyra duduk menunduk sambil menikmati mie ayam semangkuk sekadar untuk mengganjal perutnya yang meracau keroncongan. Adyra memutar garpunya, lalu melilitnya, kemudian memakan lilitan mienya.

Bibirnya mengerucut. Tolong jangan tanya sama siapa Adyra di sini. Karena jawabannya sungguh mengecewakan. Adyra mendengus. Dia duduk sendirian mirip jomblo kesepian. Poor you, dear!

“Itu Kak Adyra, kan? Cewek yang katanya jadian sama Kak Andra bukan, sih?” celetuk Mita—anak kelas 10 yang duduk di belakang meja Adyra.

Adyra memutar bola mata malas. Ada lagi nih, penggosip.

"Mana tadi dia dikasih bunga sama Kak Andra, di hadapan anak-anak Pancasila lagi! Gue nonton tadi.” Angel menambahi.

“Lo naik ke lantai atas dong, Ngel?” tanya Sesil penasaran.

Angel mengangguk, “Iya, sama Mita tadi. Kebetulan disuruh Bu Tita ngambil tugas Biologi."

Sesil mengerucutkan bibir. “Ih, ketinggalan tontonan dong gue! Kak Adyra beruntung bingo! Dapet gebetan macam Kak Andra gitu. Kabarnya kan, dia nolak hampir semua cewek yang deketin dia. Baru Kak Adyra ini, nih yang dia uber.”

Adyra mengedip tak percaya. Ternyata si Andra ngartis banget. Sampai anak kelas 10 aja nggak ketinggalan secuil gosip pun dari dia. Omaigat!

Angel mengangguk menyetujui. “Kak Andra juga manis banget kalo lagi sama Kak Adyra. Dianterin pulang, dihukum berduaan di lapangan. Nggak ada ketus-ketusnya lagi. Coba kalo sama orang lain? Senggol bacok mode on, Broh!”

“Iya, nih.” Mita mendesah pasrah, “Kayak pangeran kodok yang udah nemuin jodohnya. Tinggal dipeluk, cium bibirnya, udah deh berubah jadi ganteng lagi dan hidup bahagia.”

Adyra mengulum bibir, menahan tawa yang kapan saja bisa pecah berkeping-keping. Mereka ngatain Andra pangeran kodok? Ijo, dong! Haha! Kalo sampek Andra denger, fix mereka cari mati. Ah, gue nggak sempet ngerekam lagi. Nih kantin ada cctv nggak, ya?

“Hayoloh! Ngapain tawa-tawa?”

Adyra tersentak kaget. Bola mataya membola ke arah Amy yang lagi masang cengiran kuda. “Kalo gue jantungan lo mau tangung jawab, heh?” Adyra mendadak ketus.

Siska langsung ambil tempat duduk dan pesan makanan tanpa menghiraukan cek-cok receh sahabatnya yang dia anggap nggak penting-penting amat buat didengar.

“Kalo lo hamil aja deh, gue baru mau tanggung jawab.”

“Lo berdua ke mana aja, sih? Gue tungguin, juga.” Adyra langsung to the point tanpa menanggapi banyolan renyah Amy.

“Kangen juga kan, lo ama kita?” Siska menjawil pucuk hidung Adyra. “Huh! Padahal tadi ngomel, sampek ngusir-ngusir kita segala.”

“Tau, nih!” tambah Amy antusias.

“Ya kalo lo berdua nggak ngeselin ya gue nggak ngomel. Lagian... bikes sih, lo!” Adyra membela diri.

Amy dan Siska mendadak mengernyitkan dahi. “Bikes apaan?”

Adyra menipiskan bibir, “Bikin kesel.”

Siska menaikkan satu alisnya, sementara Amy mengangkat sudut bibir kirinya. “Nagk alay, dasar!”

Adyra kembali sibuk melahap mie ayam di mangkuknya. Begitupun dengan Amy dan Siska yang sibuk menerima pesanannya, lalu mengucap terima kasih pada Ibu kantin yang mengantar makanannya.

“Betewe, Andra mana, Ra?” tanya Siska sambil menusuk baksonya dengan garpu.

“Tau, deh! Ngapain sih, nanya-nanya dia?” Adyra mencebikkan bibir.

“Tumben, lu. Biasanya juga semangat kalo bahas tuh kunyuk satu.” Amy menambahi.

“Gue lagi sebel sama dia.” Amy mengangguk. “Sama Bara juga.” Siska ikut mengangguk. “Sama kalian berdua juga.” Mereka berdua mengangguk bersama—eh, tunggu deh!

“Kok sebel sama kita juga, sih? Kan udah lewat!” Adyra menanggapi protesan Amy hanya dengan lirikan mata sekilas.

“Suka-suka gue, dong!” jawab Adyra songong. Dasar Bintit Panda! Umpat Amy dalam hati.

“Eh, kok perasaan gue dari tadi kita diliatin, ya?” bisik Siska setelah memajukan wajahnya mendekat.

“Bukan kita, tapi Adyra.” Siska melirik Amy yang ada di samping kanannya, sementara Adyra anteng-anteng melanjutkan suapan mie ayamnya tanpa menghiraukan tatapan menyindir mereka.

“Oh! Iya juga, sih. Gue lupa kalo Adyra udah kayak artis yang lagi terjerat gosip simpang siur tentang kedekatan dia ama si pentolan sekolah. Ditambah lagi ama kejadian mengejutkan tadi pagi, tuh. Pakek kasih bunga segala kayak mau ngelayat aja.” Adyra jelas tahu kalau Amy lagi menyindirnya. Adyra melirik jengah lalu memutar bola matanya.

Adyra menutup kegiatan makannya dengan meminum tandas es jeruknya, lalu berdiri dari tempat duduknya. “Mau ke mana, Ra?”

Adyra menoleh menatap kedua temannya. “Ke tempat rahasia.”

Amy dan Siska sama-sama mengerutkan keningnya. “Hah?”

Adyra memajukan wajahnya, lalu mengisyaratkan kedua temannya untuk melakukan hal yang sama. Hingga saat ini, mereka seperti komplotan mafia yang lagi nyusun rencana. Adyra terdiam beberapa saat sebelum berkata, “Perut gue sakit... kebelet pup.”

Mereka masih dalam posisinya. Amy dan Siska mencerna perkataan Adyra hingga pada akhirnya Siska langsung menghentikan suapan baksonya dan membungkam mulutnya. “Hoek!”

Adyra langsung beringsut mundur menjauhi Siska yang sudah siap dengan sumpah serapah panjangnya. Adyra tertawa sambil memegangi perutnya. Diantara Amy dan Adyra, Siska memang yang paling tidak ambil pusing dengan hal-hal yang nggak begitu penting—menurutnya.

Dia cenderung tidak peduli dengan suatu urusan yang tidak menyangkut dirinya. Satu kelemahan Siska adalah, dia gelian. Dia bakal langsung mual kalau mendengar apalagi melihat sesuatu yang menurutnya menjijikkan, terlebih saat dia lagi makan.

“Monyet lu, Ra! Sini balik lo! Biar gue sumpel mulut lo pakek keteknya Kang Yayat! Biar lo langsung pingsan! Adyraaaa! Balik nggak maneh, teh! Apa sih, Amy? Gausah tarik-tarik tangan gue, ah!”

Fyi, Kang Yayat itu orang gila yang biasanya mangkal di gang deket sekolah. Udah pernah lihat penampilan orang gila kayak apa, kan? Oke, Adyra akui Kang Yayat emang ganteng walau mukanya kucel banget. Adyra juga nggak tau kenapa Kang Yayat bisa jadi orang gila.

Kalau kata Amy sih, “Kayaknya Kang Yayat korban patah hati, deh. Sakit hati ama pacarnya gegara ditinggal nikah. Eh, atau pacarnya Kang Yayat hamil ama selingkuhannya? Ah, tau deh!”

Dan sumpah demi apa, itu keteknya Kang Yayat naudzubillah baunya! Kalian bakal nyium bau keteknya Kang Yayat walau udah berada di jarak jauh sekalipun. Ya.. namanya juga The Power of Ketek!

Bau kentutnya Bisma aja kalah! Hm, masih inget Bisma, kan? Tampangnya emang bisa dibilang ganteng, sih. Tapi kalo udah tau bau kentut busuknya kayak apa, kalian bakal mikir 1001 kali buat jadi pacar dia.

“Biarin aja lah, Siska! Lu nggak malu apa diliatin orang-orang sekatin?” Amy menenangkan Siska walau bibirnya juga ikut berkedut menahan tawa.

Adyra menjulurkan lidahnya. Menyulut emosi Siska biar semakin kerasa sensasinya. Sejurus kemudian, pundak kanannya terasa sakit karena terlalu keras menabrak seseorang. “Ah, sorry! Gue nggak sengaja.”

Adyra mengangkat wajahnya, melihat tiga orang cewek yang lagi berdiri di hadapannya. Adyra menatap cewek yang berada tepat di depannya. Wajahnya begitu familiar. Sepertinya, Adyra pernah melihatnya. Tapi di mana, ya?

“Punya mata nggak sih, lo?” Cewek berambut gelombang itu mendelik.

“Lihat nih, kemeja putih temen gue jadi basah karena kena jus! Kalo dia sakit karena kedinginan gimana? Lo mau tanggung jawab, hah?” imbuh cewek berambut sebahu.

Adyra mengangkat sudut bibir kirinya. Apanya yang sakit, sih? Orang baju cuma keciprat dikit aja lebay!

“Udah, Kel, Bit! Gue nggak papa, kok. Lagian dia juga nggak sengaja, kan?” Adyra mengangkat satu alisnya, lalu mengangguk ragu setelah mendengar kalimat barusan dengan sedikit menekankan di bagian ‘nggak sengaja’.

Sejenak, Adyra menatap curiga cewek di depannya. “Mau... gue bantu bersihin?” tawar Adyra.

Cewek itu hanya tersenyum singkat lalu menjawab cepat, “Nggak usah.”

Adyra mengedip lalu mengangguk, “Oke.”

Adyra pergi dari hadapan mereka, berniat melanjutkan niatannya yang sempat tertunda mau ke toilet tadi. Baru beberapa langkah Adyra berjalan, lengannya ditarik seseorang. Adyra menoleh melihat cewek tadi menarik tangannya. “Ada apa—“

Adyra terlonjak kaget sambil membulatkan matanya. Badannya terasa lengket seketika saat cairan pekat jus itu mengalir ringan dari wajah sampai ke bajunya.

Semua orang yang berada di kantin langsung mengubah posisi duduknya menjadi berdiri. Amy dan Siska yang tadinya ribut sendiri kini sudah berlari menghampiri.

“Maksud lo apa nyiram jus lo itu ke wajah temen gue?” Amy berteriak, sementara Siska menatap Adyra sambil memastikan keadaannya.

“Ahh.. sorry, ya! Kayaknya gue nggak sengaja deh, numpahin jus itu ke temen lo!”

Siska mendelik tak suka. “Nggak sengaja pala lo peyang?! Lo pikir gue buta, apa? Semua orang yang ada di sini juga tau kali, kalo lo itu emang sengaja!”

“Lo nggak denger temen gue bilang apa? Kalo dia bilang nggak sengaja ya berarti dia emang nggak sengaja!” sahut cewek rambut gelombang itu ikut-ikutan.

Adyra melepas menepis tangan Siska yang membersihkan wajahnya lalu berdiri di tengah-tengah mereka. “Udah, My! Nggak usah diladenin, nambah masalah aja. Lagian gue nggak papa, kok!”

“Lo ngapain sih, Ra, belain dia? Jelas-jelas nih cewek nggak tau diri yang salah!”

Cewek itu mengeraskan rahangnya, lalu menarik bibirnya membentuk seringai tipis. “Lo bilang apa? Cewek yang nggak tau diri? Gitu?”

Amy mengangguk pongah sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Cewek itu tersenyum lalu mendengus kasar. “Harusnya lo bilang gitu di depan muka temen lo yang nggak tau diri ini.” Amy mengernyit saat cewek itu menunjuk Adyra.

“Temen lo yang nggak tau diri karena sok ngaku-ngaku jadi ceweknya Andra dan bikin heboh satu sekolah!”

Jadi Andra masalahnya? Adyra ingat betul cewek ini siapa. Dia yang tempo hari godain Andra dan ngajakin Andra pulang, tapi cuma dapet kacang karena ditolak mentah-mentah.

“Namanya Cinta. Plus dayang-dayangnya, si Kelly ama Bita. Anak XI IPS. Dia udah ngejar-ngejar Andra sejak kapan tau! Diterima kagak, ditolak iya. Andra aja sampek bosen diganggu ama dia mulu,” kata Amy menggebu-gebu.

Adyra mengernyit, “Masa, sih? Gue nggak pernah tuh lihat Andra kejar-kejaran ama dia.”

“Lo aja yang cupu! Mainnya di kelas mulu, sih. Makanya nggak tau!”

“Kenapa pada diem?! Bener kan, apa yang gue omongin tadi?” Cinta membentak.

“Gue nggak pernah tuh ngaku-ngaku. Mereka aja yang nyimpulin sendiri.” Adyra membela diri.

Cinta mendengus, “Oh, ya? Lo pikir gue percaya gitu sama lo?”

“Gue nggak peduli tuh, lo mau percaya sama gue atau nggak. Karena menurut gue itu nggak penting.”

Cinta menatap tajam ke arah Adyra. Bersikap seolah Adyra telah menyulut emosinya. “Gue kasih tau ama lo! Jangan pernah deketin Andra lagi! Cewek cupu kayak lo gini nggak pantes buat dia! Dan jangan pernah mimpi buat dapetin hati dia apalagi berharap buat jadi ceweknya. Kalaupun lo udah jadian sama Andra, itu berarti—“

“Emang kenapa kalo gue udah jadian sama Adyra?”

Cinta langsung bungkam, sama halnya dengan Adyra. Cinta membulatkan matanya melihat Andra sudah berpindah di depannya sekarang. dan yang paling mengejutkan, Andra melingkarkan lengan kirinya di bahu Adyra—seolah melindunginya. Adyra menatap Andra saat cowok itu balik menatapnya.

“Andra, lo... di sini?” Cinta tergagap, seolah terprovokasi dengan aura Andra yang mengintimidasi.

Andra menatap Cinta sesuka hati. Dengan tatapan penuh arti yang seolah bisa membunuh siapa saja yang ada di sini. Suasana ricuh tadi sudah berubah hening tanpa suara. Mereka hanya perang tatapan di sana. Sampai Andra memutuskan tatapannya untuk yang pertama kalinya.

“Gue cuma mau jemput cewek gue di sini.”

Semua orang yang berada di kantin merasa terpana melihat pengakuan gamblang Andra begitu saja. Beberapa orang menunjukkan keterkejutannya dengan membulatkan mata, membungkam mulutnya, dan terakhir mengedip-ngedipkan matanya.

Belum puas sampai di situ, Andra membuka seluruh kancing kemejanya. Menyisakan kaus putih dalamannya, lalu menyampirkan kemejanya di kedua bahu Adyra.

Cinta menelan ludahnya, saat tenggorokannya terasa mengering seketika. “Urusan lo ama cewek gue udah selesai, kan? Gue mau bawa dia ke belakang. Kasihan nanti kedinginan.”

Andra beralih menatap Adyra setelah memandang Cinta sekilas. “Oh, ya! Satu lagi. Mulai sekarang, gue sama Adyra udah jadian. Jadi... mending lo buang jauh-jauh impian lo itu buat bersanding sama gue. Karena sayangnya, gue nggak ada niat sama sekali buat selingkuh ataupun poligami.”

Andra merangkul bahu Adyra, lalu menariknya menjauh dari sana. Saat Andra sudah benar-benar pergi, semua orang di sana seolah mendapatkan kembali pasokan oksigennya.

Amy menghela napas panjang, lalu menggelengkan kepala. “Itu monster kayak Andra kenapa bisa berubah jadi malaikat, ya?”

••••

Andra terkesiap, saat Adyra menghentikan langkahnya. Adyra menepis tangan Andra di bahunya, lalu melempar kemeja Andra tepat di wajahnya. “Kenapa, Ra?”

“Maksud lo apa?”

Andra mengernyit melihat sikap Adyra yang terkesan dingin.

“Maksud lo apa ngomong di depan semua orang kalo gue itu cewek lo?!” Adyra mulai menatap Andra setelah sejak tadi dia menghindari tatapan cowok itu.

Andra menipiskan bibirnya. “Gue nggak suka aja lihat tuh cewek semena-mena sama lo. Tindakan nggak bermoral dan kurang kerjaan. Lagian... gue juga udah muak sama dia. capek gue dikejar-kejar sama dia terus. Jadi, sekalian aja gue bilang kalo lo itu cewek gue.”

Adyra melihat Andra tersenyum memamerkan gigi-gigi rapihnya. Sejenak Adyra berpikir, dia jadi teringat dengan perkataan Bara.

“Apa lo semua nggak curiga sama Andra? Ah, maksud gue... apa lo nggak curiga kalo Andra cuma mau main-main, atau bahkan manfaatin Adyra buat kepentingannya sendiri?”

Adyra mendengus ringan, “Jadi bener?” katanya hampir berbisik karena terdengar terlalu pelan.

“Apanya?” tanya Andra bingung.

“Lo cuma manfaatin nama gue biar lo bisa terhindar dari cewek yang berusaha ngedeketin lo, gitu?”

Andra langsung menggeleng menyadari arah pembicaraan Adyra yang sebenarnya. “Ra, gue sama sekali nggak bermaksud buat—“

“Jadi selama ini lo cuma manfaatin gue? Lo nggak bener-bener perhatian sama gue? Jadi itu semua cuma umpan?”

“Lo ngomong apa, sih?”

“Jadi yang kemarin-kemarin itu nggak ada artinya buat lo? Kenapa lo lakuin ini ke gue? Kenapa? Kenapa lo lakuin ini semua ke gue kalo sebenarnya lo itu cuma—“

“Karena gue cuma sayang sama lo!”

Adyra menegang. Seluruh saraf ototnya mendadak kaku. Kedua bola matanya tak beralih kemanapun. Tatapan itu masih ke arah Andra. Sambil berusaha mencari kebohongan di sana.

“Kenapa saat gue udah mulai yakin sama perasaan gue, lo malah bersikap kayak gini?” Adyra menundukkan wajahnya pada akhirnya—karena tidak tahan menatap manik mata Andra terlalu lama.

“Lihat gue!” Andra mengangkat dagu Adyra agar mau balik menatapnya.

“Gue juga nggak tau sejak kapan gue ngerasain perasaan kayak gini sama lo. Lo tau kehidupan gue, kan? Lo tau sendiri hubungan gue sama nyokap gue kayak apa. Hubungan gue sama bokap gue, dan lo juga tau kan, keadaan saudara perempuan gue yang nggak ada seorangpun yang tau kecuali lo?”

Adyra mencengkram pinggiran roknya, sambil menetralkan degup jantungnya yang semakin berdebar. Andra tersenyum hambar sebelum melanjutkan kalimatnya. “Gue terlalu banyak mikirin mereka sampai-sampai nggak pernah punya waktu buat ngerasain jatuh cinta, Ra.”

“Tapi sejak gue kenal lo, semuanya kerasa beda. Gue sering senyum karena lo. Gue berani bicara sama nyokap gue karena lo! Dan, gue ngerasa kalo gue juga berhak dapet kebahagiaan dari orang yang gue sayang... juga karena lo.”

Andra menghela napas panjang, lalu menurunkan tangannya yang tadi berada di kedua bahu Adyra. Adyra hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa. Dan itu membuat Andra semakin merasa tidak ada artinya di mata Adyra.

Andra mengangkat salah satu sudut bibir, “Gue nggak tau kenapa lo gampang terpengaruh sama omongan orang kayak gini. Adyra yang gue kenal, bukan orang yang mudah percaya sama orang. Terserah lo mau mikir gue orangnya gimana. Itu hak lo.”

“Yang terpenting, gue cuma mau lo percaya satu hal. Kalo gue... bener-bener sayang sama lo.”

Adyra mengedipkan matanya, hingga setetes cairan bening lolos dari sudut matanya. Adyra bahkan masih tak bicara apa-apa saat Andra menyentuh wajahnya.

“Jangan nangis, Ra.” Adyra memejamkan mata saat Andra mengusap pipinya.

“Maafin gue karena bentak-bentak lo barusan. Lo sampek nangis gini.” Adyra menatap Andra, lalu memejamkan mata saat bibir Andra terasa menyapu keningnya.

Andra mengambil kembali kemejanya yang sempat terjatuh tadi karena lemparan Adyra. Andra membentangkannya, lalu melingkarkannya di bahu Adyra. "Pakai seragam gue, ya? Baju lo basah banget, dan gue nggak mau lo sakit. Lima menit lagi pelajaran Biologi. Dan Bu Mida nggak bakal biarin lo masuk kelas kalo lo pakai kaos olahraga.”

“Gue pergi, ya?”

Andra sudah pergi. Seolah tak mengharapkan jawaban Adyra atas pertanyaannya. Adyra menyandarkan punggungnya di dinding. “Apa yang barusan gue lakuin?”

▪▪▪▪