webnovel

Part 21 : Dejavu Tragedy

Andra memejamkan mata, berharap semua penat di kepalanya lenyap seketika. Belum juga genap semenit Andra merasa rileks, dering ponselnya sudah menginterupsinya.

"Arrgh!" Andra mengerang, lalu mengacak rambut. Matanya membola setelah melihat nama itu muncul di screen ponselnya.

From: Adyra

Ke Pasar Malam di ujung jalan deket sekolah, yuk!

Andra mengernyit. Ini cewek otaknya ditaruh mana? Nggak ada angin nggak ada hujan, udah ngajak cowok jalan aja. Basa-basi, kek. Say "Hai", kek. Bilang "selamat malam", atau apa gitu.

Andra mengulum bibir menahan senyum. "Bener-bener cewek aneh."

Oke, gue jemput sekarang.

Andra melempar ponselnya asal di atas ranjang empuknya. Lalu melompat mendekati lemari dan membukanya. Pandangannya menyebar lurus dan keningnya mengernyit serius.

"Enaknya pakai baju apa, ya?"

••••

Sumpah demi apa Adyra pengin menenggelamkan ubun-ubunnya di Sungai Amazon detik ini juga. Mau ditaruh di mana lagi mukanya? Pasti sekarang, Andra sedang berada di jalan menuju rumahnya. Tapi, bahkan sampai saat ini Adyra hanya mampu mondar-mandir seperti orang gila.

"Sekarang gue harus apa? Sekarang gue harus apa? Sekarang gue harus apaaa?" Adyra mengacak rambut, lalu mengecek ponselnya. Dan sudah 10 menit, dia masih saja nggak tau harus berbuat apa?!

Adyra terkesiap, membulatkan mulutnya setelah mendengar bel pintu dari kupingnya. Bel pintu sialan itu sudah berbunyi berkali-kali, dan Adyra masih saja mendekam dalam kamarnya.

"Sayang! Kok nggak dibukain pintunya? Kamu ini bener-bener, ya!" Adyra mendengar Papa mengomel dari ruang kerjanya.

Akhirnya Adyra bisa mendesah lega, karena tidak akan melihat wajah Andra sekarang. Tapi, tunggu! Kalau Papa yang bukain pintunya, berarti....

"BIAR ADYRA AJA, PA!"

.

.

.

Telapak tangannya menyentuh ganggang pintu, lalu membukanya perlahan.

"Hai." Adyra tersenyum kikuk, sambil mengangkat telapak tangan kanannya.

Andra mengangkat satu alisnya lalu membalas sapa tangan Adyra. "Hai."

"Gue kira lo nggak bakal dateng."

Andra mengernyit, "Lo nggak suka gue dateng?"

"Hah?" Adyra langsung menggeleng, "Ng-nggak, bukan gitu! Maksud gue, kenapa lo langsung nerima ajakan gue? Lo bisa aja nolak, kan?"

"Jadi lo mau gue nolak? Ya udah, kalo gue pulang aja-"

"Hih! Bukan gitu maksud gue!" Adyra mulai keki.

"Ya terus, maksud lo gimana?"

Bola mata Adyra berputar malas, "Lupain aja lah! Mau berangkat, kan? Yaudah, ayo!"

Detik setelahnya Adyra menutup pintu, lalu menarik lengan jaket yang dikenakan Andra menjauh dari rumahnya. Detik berikutnya, Adyra mengerutkan dahi saat melihat Andra hanya diam tanpa mengikuti langkah kakinya. "Kenapa lagi?"

"Lo yakin, mau pakai baju itu?"

"Emang kenapa? Lo malu? Kita cuma ke pasar malam, bukan ke party. Jadi, nggak harus pakai dress, kan?"

Andra mengangguk mengiyakan, "Emang nggak harus pakai dress, sih. Tapi... nggak harus pakai baju tidur juga, kan?"

Adyra mendelik, lalu mengerjapkan mata tak percaya. Maluuu! Bisa kasih tahu di mana tempat penyewaan muka?

••••

"Kenapa diam aja dari tadi?" Andra menghentikan langkah, lalu menatap Adyra yang dari sejak tadi hanya diam di dalam mobil tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Andra mendengus pendek, saat Adyra tak kunjung menjawab kalimatnya dan masih diam. "Kalo lo nggak suka jalan sama gue, yaudah kita pulang aja-"

"Jangan!" Adyra langsung menoleh menatap Andra. Andra mengangkat sebelah alis, "Ya... sayang aja kan udah sampai sini. Masa mau pulang?"

Andra menatap Adyra curiga. Merasa tidak suka ditatap seperti itu, Adyra langsung menarik tangan Andra kasar. "Kelamaan! Keburu tutup pasarnya!"

.

.

.

Adyra tersenyum melihat berbagai wahana permainan sederhana di tempat ini. Pandangannya berhenti pada komidi putar yang berada tepat di hadapannya. "Waktu gue kecil, gue pernah punya cita-cita buat menikah sama pangeran berkuda putih."

Andra menoleh, lalu mengalihkan pandangannya ke arah pandangan mata Adyra yang menuju ke arah jejeran patung kuda di atas komidi putar. "Kenapa harus berkuda putih?" Andra mengernyit.

"Karena keren aja," jawab Adyra sambil tersenyum. "Lo tau Pegasus?"

Andra mengernyit, "Pegasus itu kuda putih, bukan?"

"Pegasus adalah kuda putih bersayap. Alkisah seorang ksatria bernama Bellerophon dikirim untuk membunuh Chimaera. Ia sadar ia tak mempu menghadapi monster itu sendirian, lalu iapun menjinakkan Pegasus untuk membuatnya terbang dan mengalahkan Chimaera. Sayang, kemenangan itu membuat Bellerophon tinggi hati dan merasa pantas menjadi dewa. Ia akhirnya menuju Olympus untuk menyerang, namun usahanya tak berhasil. Bellerophon justru jatuh ke bumi, dan Pegasus itu sampai ke Olympus. Zeus terkagum dan akhirnya menaruh Pegasus di langit."

Andra menatap Adyra takjup sambil mengerjapkan mata tak percaya. Sangat di luar praduga. Cewek aneh seperti Adyra punya pengetahuan yang lumayan juga.

"Terus apa hubungannya sama cita-cita lo waktu kecil?"

Adyra tersenyum tipis, "Nggak ada."

Andra mengangkat sebelah alis, "Terus ngapain lo cerita Pegasus segala?"

"Biar kelihatan berwawasan luas aja di depan lo. Terus, lo kagum sama gue."

Andra mengubah ekspresinya, dari yang santai menjadi datar. Adyra meringis ngeri. Becandanya garing banget, ya?

Adyra memalingkan wajahnya malu, sementara Andra juga melakukan hal yang sama. Tapi bukan karena malu. Lebih tepatnya, karena melihat wajah Adyra yang entah kenapa berubah jadi cantik banget kalau lagi senyum malu-malu gitu.

Suasana pasar yang ramai membuat pandangan Adyra kewalahan. Banyak arena permainan yang ingin dia rasakan. Mata Adyra mengerjap, melihat sebuah boneka teddy bear warna pink yang terpajang di sebuah stand permainan panahan.

"Lucu banget... warnanya pink lagi!"

Andra mengikuti arah pandang Adyra, "Lo mau bonekanya?"

Adyra langsung menoleh ke arah Andra, mengangguk semangat dengan tatapan penuh harap. Andra tersenyum tipis sambil melangkah mendekati stand permainan tersebut.

Kening Adyra berkerut, "Lo bisa main gituan?"

Andra mengangkat alis sebelah kanan, "Lo ngeremehin gue?"

Adyra mengatupkan rahang melihat Andra memegang sebuah alat panah dan busurnya. Ludahnya tertelan suasah payah melihat busur panah itu melesat tepat pada titik tengah. Andra tersenyum penuh kemenangan sambil menatap Adyra penuh kebangaan.

"Udah kayak pangeran berkuda putih, belum?"

••••

"Kamu tau kan, aku takut ketinggian?"

"Kan masih ada aku buat jadi pegangan."

"Tapi-"

"Kalo kamu masih takut, kita bisa pelukan di dalam bianglala nya-"

"Dimas! Aku serius!"

"Lo jadi mau naik nggak, sih?" Adyra tersentak dari lamunanya. Lalu mengalihkan pandang ke arah Andra yang masih menatapnya bingung.

Adyra mendengus, "Yaudah, yuk!"

Adyra mengambil napas panjang, lalu mengembuskan perlahan. Begitu saja. Terus berulang-ulang.

Adyra semakin mengeratkan tautan kedua telapak tangannya saat bianglala tersebut mulai bergerak naik. Bola matanya bergerak gelisah.

Andra tersenyum kagum melihatt pemandangan pasar malam dari atas bianglala yang dia tempati saat ini. Suasana ramai sekaligus menyenangkan seolah menciptakan kebahagiaan tersendiri untuknya. Dari sini juga, Andra juga bisa merasa semakin dekat dengan bulan dan bintang.

"Lo lihat deh, Ra! Langitnya bagus."

Adyra menoleh dengan senyum yang Andra rasa dipaksakan. Wajah Adyra terlihat memucat disertai keringat yang menetes di dahinya. Berbekal inisiatif, Andra menyentuh telapak tangan Adyra yang saling berpegangan.

Andra mengernyit, "Jangan bilang lo takut ketinggian?"

Adyra menghela napas lalu memejamkan mata. Andra mendelik melihat Adyra menganggukkan kepala. "Ya ampun! Kenapa nggak bilang aja sih kalo lo takut? Tau gitu kita nggak usah naik ginian!"

Adyra meringis, "Nggak papa, udah terlanjur juga."

Andra mengacak rambutnya frustasi melihat Adyra. Itu cewek, ya! Katanya phobia, tapi masih bisa aja nyengir kuda tanpa dosa.

"Pegang tangan gue aja. Gue nggak akan ngelepasin lo." Tubuh Adyra sedikit tersentak saat Andra menarik tubuhnya mendekat.

Andra menatap Adyra dengan sorot khawatir yang sangat kentara. Adyra merasa de javu. Dia merasa jika pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Di tempat dan suasana yang sama, tapi dengan orang yang berbeda.

"Pegang tanganku aja. Aku nggak akan ngelepasin kamu. Kamu percaya sama aku, kan?"

Andra terlihat makin khawatir, "Ra?"

Bianglala yang mereka naiki mendadak bergoyang keras hingga menimbulkan suara decitan. Andra terlonjak kaget merasakan gerakan Adyra yang secara tiba-tiba. Tubuh Andra mendadak kaku seketika. Kedua bola matanya masih membulat sempurna karena saking terkejutnya. Andra menelan ludah susah payah, saat melihat Adyra memeluk tubuhnya.

••••

Kalau Adyra ditakdirkan untuk memiliki jurus 1001 bayang, mungkin Adyra pikir dia akan memilih untuk menghilang sekarang. Sejak kejadian memalukan yang Adyra lakukan, seolah sudah tak ada lagi topik pembicaraan yang menarik untuk dibahas. Saat ini, hanya keheningan yang menyelimuti suasana mobil yang mereka tumpangi.

Sementara Andra... dia lagi bingung mau ngomong apa. Efek samping pelukan Adyra membuat Andra bingung tak tahu harus bereaksi apa. Yang bisa dia lakukan hanya diam tanpa suara sampai gadis itu pergi dari hadapannya.

"Andra itu rumah gue kelewatan!"

"Ha?"

Andra jadi linglung. Dia langsung menginjak rem mobilnya secara tiba-tiba. Sejurus kemudian, Adyra mengaduh, karena terbentur dashboard mobil Andra. "Lo nggak papa, Ra?"

Adyra mendelik, lalu menjauhkan wajahnya saat tangan Andra bergerak hampir menyentuh keningnya. "Gue... nggak-nggak papa kok!" sahut Adyra sambil mengusap-usap keningnya.

Andra menggaruk tengkuknya salah tingkah, "Ehm.. kalo gitu gue mundurin mobilnya dulu, ya?"

••••

Lelaki itu mengembuskan napas berat melihat beberapa lembar kertas foto polaroid yang berada di tangannya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat hingga menyesak. Setelah itu, dia tersenyum tipis, sambil menatap seseorang di hadapannya.

"Pasangan yang serasi," sindirnya.

Cowok itu mendengus. "Lo bisa ngerebut dia dari Andra kalo lo mau."

"Kalo gue nggak mau?"

Kedua alisnya mengangkat terkejut, tapi sejurus kemudian dahi itu mengerut sambil menyeringai.

"Kalo gitu, lo harus selalu siap buat kehilangan dia cepat atau lambat..."

••••