1 Lv. 1 - Pertemuan

Hidup itu sebenarnya sangat mudah, mudah sekali. Untuk orang-orang yang kaya tentunya. Karena itulah terkadang hidup sangat tidak adil.

Tetapi, walaupun begitu hidup pun masih layak untuk disyukuri dan dinikmati. Memang tidak mudah, tapi mau bagaimana lagi kalau memang sudah takdir.

Arka Fidelis, seorang pria berumur 20 tahun. Ia sudah hidup mandiri sejak kematian kedua orang tuanya yang sangat misterius. Apalagi ingatannya sebelum masuk masa SMP hampir tidak ada.

Baginya bersyukur adalah salah satu jalan untuk selalu semangat dalam menjalani hidup, walaupun ia mengarungi semua kesulitan dalam hidupnya sendirian.

Arka sama sekali tidak punya kerabat dekat yang dikenal. Hal itu membuat dia harus melakukan apa pun sendiri bahkan termasuk membiayai hidupnya sendiri.

Hanya dengan bermodalkan lulusan SMA membuatnya cukup kesusahan mencari pekerjaan. Tapi bisa dikatakan ia cukup menikmati pekerjaannya yang sekarang.

"Arka!! Antar pesanan ini ke meja nomer 5!!"

"Oke!!"

Menjadi seorang pelayan di sebuah cafe dan juga terkadang membantu di dapur juga. Memiliki bos dan partner yang baik termasuk faktor ia bisa menikmati pekerjaannya.

"Boss, aku pulang dulu."

"Ou, hati-hati."

....

Dalam perjalanan pulang Arka sempat mampir ke sebuah minimarket untuk membeli bahan makanan. Bisa dibilang Arka sangat anti dengan makanan instan.

"Baiklah, sepertinya nasi goreng cukup untuk malam ini," ucap Arka yang melihat isi kantong belanjaannya.

Karena shift kerjanya yang dari jam 4 sore sampai jam 9 malam. Membuat Arka terkadang pulang larut, karena dia juga hanya jalan kaki ke tempat kerjanya.

"Tolong!!"

"Teriakan? Atau aku salah dengar?" pikir Arka saat mendengar suara tiba-tiba.

"Siapapun tolong!!!"

"To–"

"Sial, ini benar-benar teriakan minta tolong," batin Arka yang langsung berlari ke sumber suara.

Saat Arka melewati sebuah gang ia bisa mendengar kalau ada sebuah teriakan yang muncul sekali lagi dari sana. Dan yang dia lihat, seorang wanita yang di sekap oleh dua orang pria berbadan cukup besar.

"Huh, yang benar saja. Kuharap ini akan mudah," pikir Arka yang melihat situasinya sedikit rumit.

Arka pun menelpon polisi, lalu mencoba mengendap-ngendap ke arah mereka. Suasana yang cukup gelap ditambah suara kendaraan yang lumayan dekat dari sana membuat keberadaan Arka hampir tidak diketahui.

Saat Arka sudah cukup dekat, ia memutuskan untuk berlari dan menyerang salah satu leher pria itu secara cepat dari belakang, dan alhasil pria tersebut langsung terjatuh pingsan.

Karena sering ditinggal orang tuanya pergi bekerja, ayahnya memutuskan untuk mengajari putra satu-satunya ini cara untuk membela diri.

Menguasai beberapa ilmu bela diri dan punya fisik yang cukup bagus merupakan fakta dari Arka. Itulah yang ia ingat samar-samar sejauh ini.

Melihat hal yang terjadi pada temannya, pria yang satunya sangat terkejut dan tidak menyangka kalau temannya akan tumbang dalam satu serangan. Pria itu pun reflek mengeluarkan pisau dan ....

"Hei bocah!! Jika kau tidak diam, maka di leher gadis ini akan ada sebuah goresan."

Arka yang mendengar itu mencoba untuk tenang, dan mengamati situasi. Yah dia berpikir, berpikir, dan tidak mendapatkan solusi.

Tapi secara mengejutkan pria itu berteriak kesakitan, hal itu karena gadis yang disandranya menggigit tangannya yang membawa pisau.

"Kesempatan," gumam Arka.

Dengan cepat Arka bisa langsung melesat dan berhasil menahan tangan yang membawa pisau itu dan meletakkan tangannya yang satunya ke wajah pria itu.

Dalam jeda waktu yang singkat Arka menggunakan kakinya untuk menyandung kaki pria itu dan mendorong wajahnya hingga membuatnya terjatuh.

Terakhir Arka langsung memberikan pukulan yang sangat keras ke arah wajahnya. Terdengar suara retakan dan hidung pria itu juga sampai berdarah.

Bahkan jika tulang hidungnya benar-benar patah, bukan hal yang mustahil kalau melihat sekeras apa pukulan Arka.

Arka langsung membuang pisau itu dari jangkauan pria tersebut, dan menarik gadis itu menjauh. Gadis itu nampak sangat ketakutan dan gemetar. Ia pun berlari sambil menarik gadis itu. Tetapi diwaktu yang sama dirinya tidak menyadari kalau salah satu pria yang ia kalahkan masih sadar, pria itu mengeluarkan sebuah pistol dan ....

DORR!!!

Arka pun merasakan sensasi yang amat luar biasa sakit, tubuhnya mulai terasa dingin, darah yang terus-terusan mengalir.

"Larilah! Cepat!"

Arka meneriaki gadis itu sekuat tenaganya untuk berlari menjauh, sejauh mungkin agar terbebas.

"Sial ..., aku tidak menyangka kalau akan mati dengan cara seperti ini," ucap Arka yang merintih kesakitan lalu berakhir dengan pingsan.

Pria yang menembak Arka itu pun kabur bersamaan membawa temannya, karena disaat yang sama para polisi juga datang.

....

Dalam sebuah ranjang Arka berhasil membuka matanya, dan yang ia lihat suasana seperti ... Rumah Sakit? Ia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya.

"Hah ... aku masih hidup ternyata." Arka pun menghela napas.

Dan saat pandangannya berkeliling, ia terkejut kalau ada seorang gadis yang tidur dengan kepala berpangku pada sisi ranjangnya.

"S-siapa dia? Kenapa dia tidur disini?" batin Arka yang terkejut.

Lalu tidak lama kemudian gadis itu pun bangun dan matanya mulai berkaca-kaca. Tentu saja Arka heran dan mencoba membuatnya tenang.

"A–akhirnya ... hiks ... hiks ... akhirnya kamu bangun, hiks ...."

"....."

Arka benar-benar dibuat terkejut, tiba-tiba saja gadis itu memeluknya dan menangis. Arka diam dan membiarkannya menangis cukup lama, terkadang juga Arka menyentuh kepalanya agar dia bisa tenang.

"Apa kau sudah tenang?" tanya Arka saat mendapati tangisan gadis itu berhenti.

"A-ah maaf, aku hanya terlalu senang," ucap gadis itu dengan malu-malu.

"Memangnya aku sudah berapa lama aku tidak sadar?" tanya Arka yang penasaran.

"Kamu sudah tertidur selama sepuluh hari."

"Sepuluh hari?!!"

"Ya."

"Astaga ... kuharap aku tidak dipecat," gumam Arka.

"Apa kamu baru saja mengatakan sesuatu?"

"Ahh tidak, ngomong-ngomong siapa namamu?"

"Mm ... namaku Cecil, Cecilya Putri Athala."

"Namaku Arka Fidelis. Lalu, apa setelah kejadian itu kau tidak apa-apa?"

"Hem," jawab gadis itu sambil mengangguk.

"Aku tidak apa-apa itu semua berkat Arka, terima kasih," ucap Cecil sekali lagi sambil menundukkan kepalanya.

"Begitu kah, syukurlah," sahut Arka yang merasa lega.

"L-lalu Arka, kenapa kamu saat itu menolongku? Padahal kamu pasti tau itu akan sangat bahaya untukmu," tanya Cecil dengan ragu-ragu.

"Ya ... memangnya siapa yang bisa tega membiarkan seorang gadis dalam kondisi seperti itu? Tentu saja aku akan menolongnya," ucap Arka yang diakhiri sebuah senyuman.

Cecil yang melihat itu seperti kagum dan malu sampai wajahnya memerah, sangat memerah.

"B-begitu kah ..., sekali lagi terima kasih."

"Sama-sama," balas Arka dengan senyuman hangat, yang dimana membuat Cecil semakin memerah.

"A–aku akan memanggil dokter," ucap Cecil yang langsung pergi

"Huh, apa dia kepanasan? Atau demam?" ucap Arka yang melihat wajah Cecil sebelum dia pergi.

....

"Hah ... akhirnya bisa pulang."

Tiga minggu Arka menghabiskan waktu di rumah sakit, dan ia bersyukur kalau tidak dipecat. Bahkan biaya rumah sakit juga ditanggung oleh keluarga Cecil.

Jujur saja ia merasa bosan saat di rumah sakit, tetapi entah kenapa ia merasa kalau kebosanan itu tertutupi oleh kedatangan Cecil.

Bayangkan, seorang gadis dengan wajah yang bisa dibilang diatas rata-rata, rambut panjang pirang dan mata birunya yang sangat indah, menjagamu saat sakit.

Bukankah itu impian seluruh pria untuk dirawat gadis secantik itu saat sakit. Arka merasa puas dengan hal itu.

Suara ketukan pintu terdengar, Arka yang masih berada di kamarnya pun mulai beranjak untuk membukakan pintu itu.

Dan saat ia membukanya bisa dilihat kalau ada sepasang pria dan wanita, terlihat seorang pria paruh baya yang menggunakan setelan hitam dan memiliki beberapa helai rambut hitam yang memutih.

Sedangkan sang perempuan yang terlihat sangat muda dengan pakaian elegan layaknya wanita kantoran dan penampilannya mengingatkan Arka kepada Cecil.

"Mm ... apa anda yang bisa saya bantu tuan?" tanya Arka kepada mereka berdua.

"Aku datang untuk mencarimu, Arka."

"Huh ...?"

avataravatar
Next chapter