webnovel

JALAN KETUJUH: HANTU YANG DIMAKSUD

Likyter mundur dengan cepat, sampai-sampai punggungnya menabrak rak buku dengan keras dan kepalanya terkena buku yang jatuh dari atas. Dia melakukan itu karena tiba-tiba boneka besar itu membuka matanya, jadi wajar saja Likyter terkejut.

"Ahhh, maaf, aku tidak sengaja!" kaget Likyter sambil menutup matanya. "Aku tidak melihatnya, aku tidak melihatnya!"

Boneka hidup itu tentu sedikit bingung dengan reaksi Likyter. "Apa yang kau tidak lihat?" tanya boneka itu.

"I-Itu… a-a-aku tidak melihatnya, tepatnya tidak sempat melihat seluruh tubuhmu, sumpah!" jawab Likyter masih mengalihkan pandangan sambil menutup matanya. "A-A-Aku tidak tahu kalau kau itu manusia, aku pikir kau boneka. Ah, tapi kenapa kau malah telanjang dan tidur di sini?!"

Mendengar jawaban Likyter, boneka hidup itu semakin bingung, bahkan dia sampai memiringkan kepalanya untuk menambah kesan bingungnya. "Aku memang bukan manusia, sudah terlihat jelas kalau seluruh tubuhku adalah kayu. Aku ini boneka kayu."

"Be-Begitu…"

"Kau tidak perlu memalingkan wajahmu, kau boleh melihatku. Lagipula, aku bukanlah manusia. Jadi tidak akan ada yang menghukumu karena melihat tubuh telanjangku."

"Ta-Tapi tetap saja itu masalah… Kau tetaplah perempuan dan aku ini laki-laki."

"Kau laki-laki yang aneh. Oh, aku tahu. Kau pasti lebih bernafsu melihat boneka-boneka bertubuh perempuan yang ada di toko-toko, dibanding tubuh perempuan manusia. Berarti kau tidak normal."

"Tidak, aku masih normal!"

"Lalu, siapa kau sebenarnya? Kenapa bisa ada di sini?"

"A-Aku akan menjelaskannya. Untuk sekarang, kau pakailah sesuatu untuk menutupi tubuhmu. Biar aku tenang menjelaskannya."

Sekarang Likyter sedang berdiri membelakangi gadis boneka hidup yang sedang memakai sesuatu untuk menutupi tubuhnya. Likyter masih mengatur nafasnya yang tidak beraturan akibat pemandangan tidak terduga yang dia dapatkan, baginya itu pertama kalinya dia melihat tubuh telanjang seorang gadis, walau hanya boneka.

"Baiklah, aku sudah selesai."

Likyter pun balik badan, tapi langsung kembali lagi membelakangi gadis boneka itu dengan wajah yang kembali merah dan jantung berdetak kencang. "Kenapa malah pakai pakaian dalam?!"

Gadis boneka itu memakai bra hitam berenda dengan celana dalam hitam tipis berenda. "Memangnya kenapa, bukankah ini sudah menutupi bagian intimnya?"

"Tetap saja itu masalah. Pakai pakaian yang benar!!"

Beberapa saat kemudian, Likyter pun kembali berbalik badan setelah mendapatkan kode dari gadis boneka itu. Bisa dilihat gadis boneka itu memakai gaun berpaduan hitam putih yang indah sekali dengan rok panjang selutut, ditambah bondu hitam membuat dirinya terkesan seperti tuan putri dunia kegelapan.

Iris mata merahnya menatap tajam ke arah Likyter. "Bagaimana kalau sekarang?" tanyanya menyadarkan lamunan Likyter.

"Eh, terlihat cocok sekali denganmu," balas Likyter memuji tanpa sadar.

"Oh, jadi kau memaksaku untuk memakai pakaianku hanya untuk memujiku? Dasar pria tidak normal."

"Bisakah kau tidak menganggapkku tidak normal? Tapi, memang benar kalau kau terlihat cantik dengan gaun itu."

"Kau… laki-laki berjenis hidung belang, kah?"

"…Terserah," pasrah Likyter lelah berdebat. "Ehm, aku bersama teman party-ku di sini karena quest dari seorang klien. Quest itu menyuruh kami untuk menenangkan hantu penghuni villa ini."

"Jadi, maksudnya kau ingin mengusirku dari tempat ini?"

"Bukan! Menenangkan hantu penghuni villa ini, bukan mengusir kau!"

"Dengan kata lain, memang benar ingin mengusirku."

Likyter memasang tatapan datar, perasaan kesal dan bingung tercampur aduk. "Lalu, kau sendiri siapa? Bukankah pemilik villa ini sudah meninggal?"

"Benar, mereka sudah meninggal. Namaku Lucid, aku adalah hantu villa ini."

Likyter mencerna baik-baik jawaban dari gadis bernama Lucid itu. "Tunggu, bukankah kau ini boneka, kenapa mengaku jadi hantu?"

"Kau ini payah atau bodoh? Oh, otakmu pasti sangat kecil sekali, sehingga kau tidak bisa memahaminya setelah melihatku."

Likyter mengedikan kedua matanya dengan cepat menandakan masih bingung, dia benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran Lucid. Atau bisa dibilang, pikirannya masih berada di ingatan saat dia melihat tubuh telanjang bulat dan setengah telanjang Lucid yang walau hanya sekilas.

"Baiklah aku akan jelaskan kepadamu, pria aneh yang bodoh."

"Namaku Likyter."

"Terserah. Jadi, kau pasti mendapatkan kabar tentang hal-hal yang berbau mistis tentang villa ini. Seperti lampu yang tiba-tiba menyala, padahal pemiliknya sudah meninggal. Nah, itu sebenarnya ulahku. Tapi, karena mereka tidak tahu kalau aku ada di dalam villa ini, jadinya mereka mengira kalau itu ulah hantu. Kau paham sekarang?"

"Oh, aku paham… Eh, berarti quest itu bisa jadi artinya mengusirmu?!"

"Dasar payah, baru sadar sekarang."

"Berarti aku harus memberitahu kakek itu!"

"Tidak perlu, kakek yang kau maksud sudah mengetahui keberadaanku."

Likyter yang tadi berbalik badan dan hendak pergi, sekarang kembali mengarah ke Lucid. "Lalu, kenapa kakek itu memberikan quest itu?"

"Mana aku tahu. Alasan yang aku pikirkan hanyalah dia ingin aku pergi dari villa ini atau mungkin menyuruhmu membunuhku agar villa ini tidak ada penghuninya lagi."

"Memang benar, sih… Asumsi itu bisa jadi benar. Tapi, kurasa bukan itu maksudnya. Aku yakin, dia kakek yang baik sekali dan tidak akan pernah memiliki niat sejahat itu. Besok aku akan menanyakan yang sebenarnya." Likyter tiba-tiba mendekati Lucid dan mengulurkan tangannya. "Salam kenal, Lucid."

"Padahal tadi membahas tentang quest, kenapa tiba-tiba memberikan salam kenal?"

"Eh, apa salah? Aku kan ingin berteman denganmu."

"Apa tujuanmu ingin berteman denganku? Ah, aku tahu, kau pasti ingin lebih dekatku agar aku bisa jatuh cinta kepadamu. Kemudian, setelah aku jatuh cinta kepadamu, kau akan melakukan apa saja kepada tubuhku. Dasar mesum tidak normal."

"Kau ini ternyata blak-blakkan…" keluh Likyter. "Tidak ada alasan, aku hanya ingin saja berteman denganmu. Pokoknya, salam kenal. Nanti aku juga akan memperkenalkan teman-temanku kepadamu."

Lucid tidak menerima uluran tangan Likyter, dia malah berbalik badan sambil pergi meninggalkan Likyter. "Hari sudah malam, sebaiknya kau segera tidur." Kemudian dia menghilang dari balik rak buku samping kanan.

Likyter menarik kembali uluran tangannya. "Sepertinya dia kesepian…"

***

Pagi hari tiba. Likyter beserta dua gadis teman party-nya sekarang sedang duduk di rumah kakek yang memberikan quest, tepatnya di ruang tamu. Sebelumnya, Likyter menceritakan tentang Lucid dan mempertanyakan kembali maksud dari quest tersebut.

"Tentu saja bukan itu maksudnya. Memang benar aku ingin membuat dia keluar dari villa itu, tapi maksudku adalah supaya dia melihat dan merasakan dunia luar. Setelah dan sebelum kematian pemiliki villa itu, dia memang selalu mengurungkan diri di villa. Alasan itu juga membuat warga sekitar tidak mengetahuinya dan membuat rumor tentang hantu villa," terang kakek itu.

"Memangnya Lucid itu siapanya pemiliki villa?" tanya Likyter.

"Sebenarnya masih sebuah misteri siapakah dia sebenarnya, tapi mereka menjadikan dia anak angkat. Menurut cerita mereka, Lucid ditemukan di bawah tanah villa itu. Mereka menemukannya dalam keadaan tak sadarkan diri."

"Apa mungkin Lucid itu penghuni sebelumnya villa itu?" pendapat Prila.

"Entahlah. Saat ditanya, dia mengaku tidak ingat apa-apa. Maaf, ya, aku berbohong dan tidak memberitahukan hal yang sebenarnya kepada kalian."

"Tidak apa-apa kakek, aku paham itu. Lagipula, kakek bermaksud untuk membantu Lucid, kan?"

"Benar sekali. Sebelum mereka berdua meninggal, mereka menginginkan Lucid untuk keluar menikmati indahnya dunia luar. Maka dari itu, aku mohon sekali, bantulah Lucid." Kakek itu membungkukkan badannya.

"To-Tolong angkat kepalamu, kakek! Kakek tidak perlu melakukan itu. Kami pasti akan membantu kakek. Benar kan, teman-teman?"

"Tentu saja," jawab Alice.

"Baiklah, tidak ada pilihan lain," jawab Prila.

"Terima kasih banyak."

Mereka bertiga pun pamit untuk melanjutkan quest dari kakek itu. Saat di jalan, Likyter menghentikan langkahnya. Berkat itu, Alica dan Prila ikut menghentikan langkahnya.

"Ada apa, Likyter?" tanya Alice.

"Aku punya ide agar Lucid keluar dari villa!"

"Apa itu?"

"Kalian berdua carilah quest yang mudah. Seperti mencari item atau membantu warga sekitar. Setelah dapat, beritahu aku. Nanti aku akan mengajak Lucid untuk ikut terlibat quest tersebut."

"Apa kau yakin rencana itu akan berhasil?" ragu Prila.

"Entah. Tapi setidaknya dicoba dulu."

"Lagi-lagi kau seenaknya memutuskan. Baiklah, ayo, Alice."

Mereka berdua pun pergi. Sedangkan Likyter memasuki villa itu. Dia langsung berjalan menuju perpustakaan, tapi sebelum itu dia berhenti karena melihat foto yang tergantung di dinding. Foto itu memperlihatkan dua orang laki-laki dan perempuan sedang bergandengan tangan. Laki-laki berambut hijau gelap pendek dan perempuan berambut hijau muda panjang.

"Sepertinya mereka adalah penghuni villa yang meninggal itu," gumam Likyter.

Kemudian, Likyter kembali berjalan menuju perpustakaan. Sesampainya di sana, dia langsung mencari keberadaan Lucid. Saat dia berjalan di antara dua rak buku, Likyter menemukan Lucid sedang duduk di lantai sambil membaca sebuah buku.

"Selamat pagi, Lucid."

Lucid langsung melihat ke arah Likyter. "Pagi, laki-laki mesum yang tidak normal."

"Sudah kubilang, namaku Likyter."

"Lalu, ada perlu apa kau kemari?"

"Aku ingin mengajakmu bergabung dengan party-ku!"

Lucid terdiam melihat ekpresi semangat Likyter saat mengucapakan ajakan itu. "…Tidak mau. Kenapa tiba-tiba kau mengajakku bergabung dengan party-mu?"

"Aku ingin membuatmu merasakan betapa serunya menjadi seorang petualang! Misalnya saat bertarung, menyelesaikan berbagai jenis quest, mendapatkan item yang langka, dan hal lain yang menyenangkan yang bisa didapatkan oleh seorang petualang!"

"Kenapa juga aku harus melakukan itu? Hanya membuang-buang tenaga saja."

"Oh ayolah, pasti akan seru! Nanti aku traktir kau es krim. Kau suka es krim, kan?"

Lucid langsung menutup buku yang dibacanya, lalu berdiri menghadap Likyter dengan ekpresi yang datar namun sedikit terlihat kesal. "Kenapa kau sangat keras kepala sekali? Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?"

"Sudah kubilang, aku ingin berteman denganmu," jawab Likyter tanpa ragu. "Aku baru saja memulai petualanganku, hal yang paling kusukai. Sebelumnya aku ini terjebak oleh kegiatan yang tidak aku inginkan, dan itu sangat tidak menyenangkan sekali. Maka dari itu, aku ingin membuatmu merasakan hal yang mungkin saja menyenangkan bagimu!"

Lucid menatap dalam-dalam tatapan Likyter yang terlihat semangat sekali. "Hahh… kau benar-benar keras kepala. Kalau aku menolaknya, kau pasti akan terus menggangguku," keluh Lucid. "Baiklah, aku akan terima tawaranmu. Tapi, kalau ternyata aku tidak menyukainya, jangan mengganggu hidupku untuk selamanya dan pergilah dari villa ini."

"Baiklah, setuju!" Likyter langsung mengambil tangan Lucid dan menjabat tangannya. "Kalau begitu, ayo!" Likyter langsung membawa Lucid keluar dari perpustakaan.

Saat mereka berdua sudah keluar dari villa, Likyter tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia mengambil handphonennya. Dapat dilihat ada sebuah pesan masuk dari Alice.

"Oh, sepertinya mereka sudah menemukan quest-nya. Yosh, ayo kita pergi, Lucid!" Likyter melanjutkan membawa pergi Lucid.

Selama di perjalanan, mereka berdua menjadi pembicaraan orang-orang di sekitar. Seperti mereka dianggap sebagai pasangan, Likyter dianggap sebagai penculik wanita, dan hal lainnya. Tapi, Likyter tidak menghiraukannya dan terus membawa Lucid menuju tempat Alice dan Prila menunggu.

Mereka berdua pun sampai di sebuah guild yang berada di tengah kota. Di sana mereka bisa melihat beberapa petualang berkumpul melihat poster-poster quest yang tertempel di papan, mau di dinding atau di tengah ruangan.

Likyter mencari Alice dan Prila di seluruh penjuru ruangan. Akhirnya dia menemukan mereka, mereka berada di sudut ruangan. Langsung saja Likyter yang masih memegang tangan Lucid berjalan menuju tempat mereka berdua.

"Alice, Prila!" panggil Likyter menghampiri mereka.

Mereka berdua langsung terdiam melihat Likyter membawa seorang gadis dengan cara dipegang tangannya. Bahkan masih diam walau Likyter sudah ada di hadapan mereka.

"Perkenalkan, dia Lucid. Lucid, mereka adalah teman party-ku, Alice dan Prila."

"Sa-Salam kenal…" balas Alice.

"Likyter, kenapa kau memegang tangannya?!" tanya Prila dengan nada tinggi.

Likyter langsung melepaskan genggaman tangannya. "Eh, aku lupa! Maaf, Lucid!"

"Hei, jelaskan kepada kami. Kenapa kau memegang tangannya?!" tanya Prila lagi.

"Sebenarnya, aku dibawa paksa oleh Likyter ke tempat ini," balas Lucid datar. "Dia benar-benar pria yang suka memaksa, bahkan sebelum kemari dia memaksaku agar memuaskan keinginannya."

Mereka berdua yang mendengar jawaban Lucid langsung mengeluarkan aura mengerikan, sedangkan Likyter terkejut mendengar jawaban yang mengandung hal kesalahpahaman itu.

"Likyter, apa maksudnya itu?" tanya Prila dengan nada mengerikan.

"Me-Memang benar itu yang terjadi, tapi bukan dalam hal yang tidak senonoh!"

"Bahkan, sebelumnya dia pernah melihat tubuh telanjang dan pakaian dalamku."

Aura mengerikan yang mereka pancarnya semakin membesar dan Likyter semakin panik.

"Likyter, kau…kau… Jadi, alasanmu menyuruh kami mencari quest adalah agar kau bisa melakukan hal tidak senonoh kepada Lucid sepuasnya tanpa terganggu?"

"Tu-Tunggu, Prila… Me-Memang itu yang terjadi, tapi itu ti-"

Prila langsung menodongkan pistol miliknya ke kepala Likyter. "Apa kau punya kata-kata terakhir, Likyter?"

"Bi-Biarkan aku je-je…"

"Mati saja kau!!"

"AAAAA!!"