webnovel

JALAN KETIGA: MEMULAI HAL BARU

Sekarang Likyter sedang duduk di kursi kayu, di dekat toko penjual makanan. Likyter menundukkan kepalanya, merenungkan sesuatu yang mengganggu di pikirannya.

"Maaf, sudah membuatmu menunggu lama."

Mendengar itu, Likyter langsung mengangkat kepalanya, melihat ke arah seorang gadis berambut panjang. Kemudian, Likyter pun berdiri. "Baiklah, kalau begitu, ayo kita segera pergi," ucap Likyter.

"Heh, tunggu dulu, aku baru saja keluar dari toko. Kita duduk sebentar, ada yang ingin aku katakan kepadamu."

"Ba-Baiklah…" Likyter dan gadis itu duduk bersamaan.

"Kenapa kau menundukkan kepala?" tanyanya karena melihat Likyter menundukkan kepala. "Apa jangan-jangan… dasar mesum!" Gadis itu langsung menutup kedua dadanya yang cukup besar dengan kedua tangannya.

"Bu-Bukan begitu!" protes Likyter. "Hanya saja… aku merasa sedikit malu kalau bertemu dengan teman-temanku, terutama ayah dan ibuku. Padahal, tadi aku sudah bilang segera pergi…"

"Oh, pantas saja kau membawaku ke toko yang jauh dari sekitar rumahmu. Padahal di dekat rumahmu ada toko makanan."

"Sudahlah, cepat apa yang ingin kau katakan kepadaku?"

Perlahan kedua tangan gadis itu tidak menutupi dadanya lagi. "Ini soal alasan kau diajak menjadi party-ku dan soal orangtua kandungmu."

Likyter mengangkat kepala, melihat ke arah gadis itu dengan keheranan. "O-Orangtua kandungku…"

Gadis itu mengalihkan pandangannya dari Likyter, kemudian mendongak ke atas untuk melihat langit. "Iya. Mereka, ayah dan ibumu yang sebenarnya sudah merawatku setelah aku kehilangan kedua orangtuaku karena dibunuh oleh monster, saat umurku sepuluh tahun. Ayah dan ibumu merawatku dengan baik, mereka sangat sayang kepadaku." Mendengar itu Likyter perlahan murung kembali. "Eh, maaf, bukan maksudku…"

"Kenapa kau yang meminta maaf? Seharusnya aku yang meminta maaf," jawab Likyter yang masih murung. "Kau harus mengingat hal yang tidak ingin kau ingat, maaf."

Gadis itu merasa aneh, karena jawaban dari Likyter. Padahal tadi dia mengatakan sesuatu yang menyangkut rasa kasih sayang dari orangtua kandung Likyter, dan mungkin saja membuat Likyter sakit hati karena orangtua kandungnya malah merawat anak orang lain dibanding anak sendiri. Tapi, ternyata murung Likyter kali ini merasa bersalah karena gadis itu menceritakan orangtuanya yang sudah mati dibunuh monster.

"Ka-Kau tidak salah apa-apa. Akulah yang salah, aku minta maaf."

"Tidak, aku yang seharusnya minta maaf."

"Tidak, aku yang salah."

"Tidak, akulah yang salah."

Mereka saling menatap, bersikeras dengan siapa yang salah. Namun perlahan mereka menyadari, berkat bersikeras mereka dengan siapa yang salah membuat wajah mereka sangat dekat sekali. Dengan cepat mereka mempalingkan wajah yang sudah merona memerah.

"La-Lalu, apa lagi yang ingin kau katakan?" tanya Likyter.

"Se-Selama aku dirawat oleh mereka, aku selalu diajarkan tentang menjadi petualang dan white magic," balas gadis itu. "Setelah enam tahun berlalu, aku sudah siap menjadi petualang yang sebenarnya. Mereka berdua pun menyarankan untuk mengajakmu berpetualang bersamaku, itulah alasan aku mengajakmu."

"Tunggu, mereka tahu aku ada di mana?"

"Iya…" Kali ini gadis itulah yang murung. "Mereka sendiri yang menitipkan kau kepada kedua orangtua angkatmu. Tapi, aku yakin mereka bukan bermaksud membuangmu. Me-Mereka hanya… Aku yakin mereka sangat menyayangimu, karena itu mereka menitipkan kau kepada orangtua angkatmu supaya kau terawat dengan baik. Pasti mereka akan selalu sibuk dengan pekerjaan mereka menjadi petugas penjaga keamanan kota."

"Begitu, ya… pantas saja mereka menitipkanku ke ayah dan ibu tiri…"

"Ma-Maaf…"

"Eh, kau tidak perlu minta maaf. Kau tidak salah. Malah aku senang, ada yang bisa menceritakan tentang orantuaku. Ternyata mereka sangat baik sekali," balas Likyter sambil memberikan senyuman. "Walau memang sedikit ada rasa kesal karena mereka memberikan aku kepada orang lain untuk dirawat, tapi kalau alasannya seperti itu malah aku senang sekali."

"Syukurlah kalau kau berpikir begitu."

"Oh iya, apakah aku bisa menemui mereka?"

"Mu-Mungkin akan sulit… Mereka bilang tidak tahu akan pulang kapan, dan kemungkinan akan lama sekali karena harus bertugas mengawal perpindahan buku pusaka dari kota Yil ke Himal. Selain itu, mereka juga akan bertugas menjaga buku pusaka itu dalam waktu yang lama…"

"Be-Begitu, ya… Kalau begitu, aku harus menunggu sampai waktunya tiba. Dan sampai hari itu tiba, tolong temui aku dengan kedua orangtuaku."

"Baik. Pasti mereka sangat senang sekali bertemu denganmu."

"Iya, aku tidak sabar menemui mereka." Mereka berdua sekarang saling melontarkan senyuman senang. "Oh iya, aku ingin tanya. Soal pedang yang kau berikan waktu itu, apa kau sengaja membelinya? Dan mungkin kau tahu alasan mereka merekomendasikan mengajakku menjadi party-mu?"

"Kalau pedang, itu pemberian dari ayahmu. Dulu, itu adalah pedang pertama yang digunakan oleh ayahmu saat menjadi seorang petualang. Masalah merekomendasikanmu, mereka bilang itu adalah permintaan dari ibu dan ayah tirimu. Mereka bilang, kau sangat bersikeras ingin menjadi seorang petualang sampai-sampai membangkang ibu dan ayah tirimu, bahkan sampai terus berlatih walau sudah dimarahi berkali-kali."

"Heheheh, ternyata karena itu. Ayah dan ibu ternyata benar-benar mendukungku… padahal aku mengatai mereka tidak baik-baik saat memarahiku karena berlatih… Wa-Walau begitu, mereka tetap mendukungku…" Perlahan kedua mata Likyter berkaca-kaca. Menyadari itu, Likyter pun mengusap kedua matanya. "Ah, aku tidak boleh mengecewakan mereka. Jadi, untuk ke depannya, mohon bantuannya… Oh iya, aku belum tahu namamu."

"Be-Benar juga, aku lupa memperkenalkan diri. Maaf," balas gadis itu. "Namaku Alice, aku akan mendukung dari belakang dengan kemampuan white magic. Mohon bantuannya, Likyter."

"Iya, aku juga mohon bantuannya."

"Sebelum kita pergi, ada yang ingin aku berikan kepadamu." Alice mengeluarkan handphonenya, beserta dengan benda bulat pipih yang disimpan di atas telapak tangannya. Kemudian, keluarlah sebuah handphone beserta benda bulat pipih itu lagi. "Ini milikmu, aku sudah memasukkan senjatamu di dalamnya."

Likyter menerima kedua benda itu dengan wajah penuh tanda tanya. "Oh iya, benda bulat pipih ini sebenarnya apa? Kenapa benda ini bisa mengeluarkan pedang yang waktu itu?"

"Kau tidak tahu? Padahal kau ingin menjadi seorang petualang."

"Aku hanya mengetahui sedikit tentang mereka. Seperti quest, item, jenis kemampuan sihir, skill, party, beberapa senjata, dan armor."

"Baguslah kalau begitu, aku sedikit mudah untuk menerangkannya," jawab Alice. "Namanya Bag. Dengan benda itu, kau bisa mengeluarkan benda yang sudah kau simpan di berangkas handphone-mu. Caranya klik apilkasi penyimpanan item milikmu, pilih item yang ingin kau keluarkan dan kemudian klik item itu. Nanti akan muncul pilihan apakah akan dijual, dikeluarkan, dikirim, digabungkan, dan lainnya. Kau pilih yang untuk dikeluarkan, nanti otomatis akan keluar dari Bag. Selain itu, Bag juga berfungsi sebagai mengambil item monster. Caranya tempelkan Bag ke tubuh monster yang sudah mati, lalu tekan tombol yang di atas, kemudian monster akan masuk ke dalam Bag dan sistem pengambilan item akan berjalan sekaligus otomatis menyimpan ke dalam brangkas milikmu."

"Wahh, ternyata canggih sekali."

"Benar sekali. Pihak pemerintah mengembangkan teknologi itu untuk mempermudah para petualang, pedagang, dan lainnya menyimpan barang, mengirim barang, menjual, dan hal lainnya."

"Wahh, terasa seperti di game saja."

"Aku juga akan memberitahukanmu cara membeli barang tanpa perlu pergi ke toko-nya, menjual item yang didapatkan, dan lainnya."

"Sebentar, kalau begitu kenapa kau harus pergi ke toko untuk membeli makanan? Bukankah kau bilang bisa membelinya melalui aplikasi handphone ini?"

"Memang, tapi aku menggunakannya kalau di sebuah desa atau kota tidak ada toko yang dicari. Selain itu, dengan datang langsung ke tokonya kita bisa memastikan barangnya dengan baik."

"Kalau begitu, aku coba keluarkan pedang itu."

"Sekaligus dengan sarungnya."

Alice pun membantu untuk menunjukkan cara mengeluarkan pedang beserta sarungnya melalu handphone, nantinya akan keluar dari Bag milik Likyter. Setelah keluar pedang beserta sarungnya, Likyter langsung menggendong pedang yang sudah disimpan di sarung itu. Pedang itu sudah dibelah menjadi dua, lalu tersimpan di belakang punggung Likyter secara menyilang.

"Ahhh, aku merasa senang sekali," komentar Likyter senang. "Padahal belum berpetualang, tapi aku sudah senang duluan."

"Ternyata kau benar-benar ingin sekali menjadi petualang," balas Alice.

"Iya. Kalau begitu, ayo kita pergi!"

"Oh, nak Likyter," ucap seseorang.

Mereka pun melihat ke arah orang itu. "Pa-Pak Budi?!" kaget Likyter.

"Ternyata benar, kau nak Likyter. Kenapa kau masih di sini? Bukankah kau sudah pergi berpetualang?"

"I-Itu… sebenarnya masih ada urusan lain… Ba-Bapak kenapa ada di sini?"

"Bapak sedang jalan-jalan, dan kebetulan bertemu denganmu. Oh iya, siapa gadis itu? Pacarmu?"

"Bu-Bukan!!" protes mereka bersamaan dengan wajah merona memerah.

"Wahh, kalian kompak sekali. Senangnya masa muda."

"Bukan, dia bukan pacarku, Pak! Dia temanku, teman berpetualangku," balas Likyter.

"Begitu." Pria itu mendekati Likyter, kemudian menyimpan kedua tangannya di pundak Likyter. "Hati-hati di jalan, jadilah petualang yang hebat."

"Baik," jawab Likyter semangat.

"Kalau begitu, saya permisi." Pria itu pun pergi.

Likyter pun tersenyum mendengar dukungan dari pria tadi. Alice berjalan mendekati Likyter. "Kalau begitu, kita juga pergi, Likyter," ucap Alice.

"Ayo."

***

Sekarang mereka berdua berada di hutan, berjalan memulai petualang mereka. "Alice, kita akan pergi ke mana?" tanya Likyter.

"Kita akan pergi ke kota Futi, mungkin di sana kita ambil beberapa quest yang mudah dan mencari anggota party lagi."

"Lalu, jenis yang seperti apa yang akan kau ajak?"

"Dua tipe penyerang depan, dua tipe penyerang belakang, dan satu pembantu dari belakang."

"Dua tipe penyerang depan… kurasa bagus yang memakai pedang, tombak, kapak, atau benda tajam. Kalau tipe penyerang belakang mungkin yang memakai sihir elment bagus," gumam Likyter. "Oh iya, kalau tipe pembantu dari belakang… kalau tidak salah sebutannya supporter. Apa yang memakai white magic juga?"

"Iya, tapi kalau mendapatkan yang lain tidak apa-apa. Asalkan mereka bisa berteman dengan baik, aku tidak keberatan mau mendapatkan party yang bagaimana pun kemampuannya."

"Ternyata kau lebih mengutamakan kenyamanan daripada kekuatan."

"Tidak, aku mengincar dua-duanya. Kalau hanya kuat saja, akan susah untuk bekerja sama. Tapi, kalau bisa diajak kerjasama akan menjadi kuat."

"Hahahah, ternyata pemikiranmu hebat juga. Aku suka."

Mendengar itu, Alice hanya bisa menunduk malu dengan wajah merona merah. Tapi, seketika dia kembali mengangkat kepalanya untuk melihat ke depan. Begitu juga dengan Likyter yang sudah memasang wajah serius mengarah ke depan. Mereka melihat ke arah makhluk hijau yang seukuran dengan mereka, membawa tongkat di tangan.

"Kalau tidak salah itu namanya goblin, kan?" tanya Likyter.

"Iya. Mungkin dia tidak sendiri, jadi hati-hati."

"Baiklah." Likyter pun mengambil satu pedangnya.

Alice berjalan mundur beberapa langkah, dan Likyter memasang kuda-kuda. Goblin itu berjalan sedikit cepat menuju Likyter, bersiap untuk menyerang. Saat sudah dekat, goblin itu mengangkat tinggi-tinggi tongkat kayu di tangan untuk dihantamkan ke Likyter. Tapi, Likyter lebih cepat mengayunkan pedangnnya untuk menebas badan goblin itu. Kemudian, Likyter menendang tubuh goblin itu sampai membuat terlentang di tanah. Terakhir, Likyter menusukkan pedangnnya tepat ke dada goblin itu. Goblin itu pun tewas bersimbah darah.

"Te-Ternyata sedikit menjijikan…" gumam Likyter menatap jijik ke bangkai goblin itu.

"Sebaiknya kau segera membiasakan hal itu, Likyter," ucap Alice mendekati bangkai goblin itu. "Nah, caranya tempelkan Bag ke tubuh bangkai goblin ini. Kemudian, tekan tombolnya." Setelah Alice melakukan seperti yang dikatakannya, bangkai goblin itu menghilang.

"Wah, hilang!" kaget Likyter. "Jadi… goblin tadi ada di dalam brangkasmu?"

"Iya, tapi hanya item yang bisa digunakan berada di brangkasku. Sedangkan sisanya… mungkin dibuang secara otomatis ke suatu tempat."

"Tunggu sebentar, bukankah yang mengalahkannya aku? Kenapa malah kau yang mengambilnya?"

"Tenang saja, aku sudah mengaktifkan sistem pembagian."

"Sistem pembagian?"

"Iya. Itu adalah sistem untuk membagikan sama rata item kepada semua anggota party. Jadi, kau tidak perlu repot-repot mengirim item yang didapatkan kepada anggota party."

"Wah, canggih juga. Kalau begitu, aku ingin melihat item yang kudapatkan dari sistem pembagian." Likyter pun melihat layar handphone, ternyata hanya mendapatkan dua gigi goblin. "Me-Memangnya ini bisa dipakai atau dijual?"

"Tentu saja bisa. Gigi goblin tadi, bisa dipakai untuk hiasan atau ditumbuk menjadi butiran kecil sebagai penutup sekaligus penghilang bau kotoran hewan."

"Entah kenapa aku merasa kasihan kepada goblin tadi setelah mendengar fungsi item yang dia berikan…"

Tiba-tiba mereka mengarahkan pandangan mereka ke arah semak-semak di sisi kanan, karena tadi mendengar suara gemerisik semak dari sana. Dari semak-semak itu, keluar dua goblin berjenis sama seperti yang dikalahkan oleh Likyter, hanya saja kali ini keduanya memegang pedang kecil.

Likyter dan Alice berjalan mundur, kemudian Likyter menyuruh Alice mundur lebih jauh lagi. Likyter memasang kuda-kuda, dan kedua goblin itu berjalan sedikit cepat menuju Likyter. Tapi, baru setengah jalan mendekati Likyter. Tiba-tiba muncul beberapa lubang di tubuh kedua goblin itu bersamaan dengan suara 'dor' yang keras. Setelah itu, kedua goblin itu tumbang bersimbah darah.

"Aku bukannya menyelamatkan kalian, tapi kebetulan lewat dan melihat ada dua goblin untuk didapatkan item supaya aku bisa mendapatkan uang!" ucap seseorang sediki keras.

Likyter dan Alice fokus melihat ke arah semak-semak itu, di sanalah suara seseorang itu terdengar. Perlahan sosok gadis memegang dua pistol laras pendek bernama handgun berjalan keluar dari semak-semak.

"Te-Terima kasih," ucap Alice yang sudah ada di samping Likyter.

"Sudah kubilang, aku bukannya menyelamatkan kalian!!" bentak gadis itu.

"Hah?" bingung mereka.