webnovel

Kematian Daddy

Rindu menatap mayat di depannya dengan tatapan tak bisa diartikan, matanya memerah, raut wajahnya sangar. Kekhawatiran yang di rasakan selama ini seolah benar-benar terjadi hari ini. Baru beberapa saat lalu, ayahnya memberikan kabar, kepergiannya ke negara ASIA.

Namun, hari ini pria paruh baya itu tergeletak tanpa nyawa, dengan kondisi bersimbah darah. Diamtanpa kata, itulah Rindu saat ini. Melihat ibunya menangis terisak sambil memeluk sang Ayah. Rindu hanya bisa menahan tangisnya.

Rasa marah dan juga bersalah menyelimuti hati Rindu. Dia menyesal karena telah membiarkan Daddy pergi seorang diri ke Bandara. Dia terduduk lemas, dia langsung memeluk tubuh Daddy, air mata pun tak tertampung.

"Daddy!" teriak Rindu sambil terus menggoyangkan tubuh ayahnya. Semua orang yang berada di sana, hanya bisa menatap, menahan tangisan, yang juga sangat dalam. Ayah Rindu adalah salah satu pengusaha terkenal, dan putrinya seorang intelijen di salah satu organisasi, yang cukup di percaya.

Hati pria tampan di belakang Rindu seketika meleleh, di saat tangisan Rindu mulai terdengar di telinganya. Azka tertegun, hatinya sakit, saat Rindu harus menangis karena ulah para musuh, yang mengincar nyawa mereka.

"Rindu," panggil Azka, tidak terasa air matanya jatuh. Setelah sebisa mungkin dia menahannya. Sangat sulit melihat temannya dalam keadaan seperti ini.

Dia menyentuh kedua bahu Rindu dengan tangannya. Azka mencoba untuk menguatkan temannya itu. Namun, Rindu malah menatapnya tajam. Dia mencengkeram kerah baju, Azka, sehingga bajunya penuh dengan noda darah.

"Aku mohon kembalikan Daddy," lirih Rindu. Tatapannya penuh permohonan. Namun, Azka hanya menggeleng. Kejadian ini juga di luar dugaannya.

"Aku sudah bilang padamu, kan. Aku tidak mau mengambil kasus ini. Kenapa kau memaksaku? Kau lihat, kan, Daddy yang menjadi korbannya!" teriak Rindu. Azka menatap wanita di depannya itu lekat, di mengatur napasnya dalam.

"Dengarkan aku! Kau bisa melewati semua ini, kita akan mengusut semuanya bersama." Rindu langsung menepis tangan Azka dari wajahnya.

Rasa marah tersirat di wajah Rindu, saat mendampingi ibunya berada di ambulans saat ini. Perjalanan ke rumahnya biasanya selalu menyenangkan hati, akan tetapi perjalanan kali ini, mungkin akan ia jadikan sebagai perjalanan terburuk menuju rumahnya.

Selama ini dia tidak pernah takut dengan darah atau pembunuhan, tetapi saat ini ketakutan tersirat jelas di wajahnya. Ketakutan terbesar Rindu adalah saat kematian Daddy, di saat seharusnya Daddy-lah yang menggandeng tangannya menuju altar pernikahan.

Hal itu menjadi sebuah cita-cita yang ingin di gapai oleh ayahnya ketika Rindu sudah menemukan pasangan hatinya. Namun, sayangnya pria paruh baya itu meninggalkan semua mimpinya dan ketakutan di wajah putrinya saat ini.

Setibanya di rumah, semua kolega dan rekan bisnis Daddy sudah berada di rumahnya. Hanya satu yang Rindu pikirkan saat tiba di rumah. Neneknya, wanita tua yang sudah rentan sakit dan tidak bisa mendengar kabar buruk itu, mungkin akan pingsan saat melihat putranya yang sudah tak bernyawa lagi.

Sekuat tenaga, Rindu memapah ibunya yang sangat lemah saat ini. Dia tak memedulikan dirinya yang sudah sangat lemas saat ini. Baginya kedua perempuan hebat yang selalu menjaganya adalah hal berharga yang harus di beri kekuatan saat ini.

Saat menatap neneknya, Rindu langsung bersimpuh di bawah kaki wanita tua yang sedang menatap jenazah ayahnya. Tatapan wanita itu kosong.

"Rindu, jenazah siapa itu?" tanya sang Nenek dengan raut wajah penasaran.

Rindu menghela napas lega setidaknya Nenek beluk mengenal jenazah itu. Seulas senyuman muncul di wajah Rindu.

Seorang pria asing dengan pakaian hitam dan topi, lengkap dengan maskernya, menatap ke arah Rindu yang sedang bersama neneknya. Pria itu terlihat menahan air matanya, ingin sekali dia mendekati Rindu, akan tetapi keadaan tidak mendukungnya untuk cepat mendekati gadis yang tengah di landa duka. Matanya hanya menatap haru gadis yang sangat ia cintai saat ini.

"Rindu, katakan, jenazah siapa itu?" tanya sang Nenek. Dengan cepat Rindu mengusap air matanya dan langsung menatap neneknya.

"Jenazah itu adalah Daddy, Nek," ucap Rindu dengan nada pelan, tetapi penuh penekanan. Nenek tampak hanya mengedipkan matanya dan seulas senyuman terpaksa muncul di sudut bibirnya.

"Tenanglah, sayang. Daddy pergi untuk bertemu Tuhan. Dia akan baik-baik saja," ucap sang Nenek. Wanita tua itu langsung meneteskan air matanya, akan tetapi dia langsung menghapusnya.

Rindu langsung memeluk Nenek erat. Dia tidak percaya Nenek kalau lebih tegar dari pada dirinya saat ini.

Rindu menatap liang lahat di depannya. Wajah yang sembab tidak ia pedulikan sama sekali. Tatapannya kosong, akan tetapi raut wajahnya penuh kemarahan saat ini.

Semua pelayat sudah kembali ke rumah duka. Rindu sendirian berdiri di sebelah makam itu. Tidak ada niatan untuk pergi dari tempat itu saat ini.

Tampak dari kejauhan seorang pria dengan pakaian serba hitam mendekati Rindu. Dia membuka maskernya dan memegang bahu Rindu pelan. Dia menghela napas pelan, tatapannya lurus tepat di depan liang lahat yang masih bertabur bunga.

'Kenapa ini harus terjadi?' batinnya.

"Jangan bersedih, percayalah ini semua sudah di takdirkan," ucapnya dengan nada lembut. Suara itu benar-benar sangat di kenal oleh Rindu.

Pria yang telah menemaninya selama tiga tahun terakhir, dalam hubungan backstreet. Dia menatap Rindu dengan tatapan sedih. Namun, Rindu langsung menepis tangannya pelan, dia tidak ingin hatinya tambah berantakan atas perlakuannya.

"Kau, aku sudah katakan padamu, berhentilah! Mengapa kau tidak mendengarkanku sama sekali. Kau lihat, Daddy yang menjadi korbannya sekarang," ucap Rindu dingin.

Dengan tegas Rindu mengekspresikan kesedihannya saat ini. Dengan pelan pria itu langsung menarik Rindu ke dalam pelukannya. Dia membelai lembut kepalanya, akan tetapi dia tidak bisa menghentikan tangis Rindu yang mulai terdengar di telinganya saat ini.

"Menangislah, jika bisa membuatmu tenang saat ini, dan berjanjilah kau tidak akan menangis lagi setelah ini." Dia dengan lembut terus mengusap kepala Rindu. Sampai akhirnya, Rindu melepaskan pelukannya dan menatap pria di sebelahnya saat ini.

"Aku atau Daffin?" tanya Rindu dengan nada sesak.

"Aku tidak bisa meninggalkan kalian berdua. Kau adalah hidupku dan Daffin adalah nyawaku. Percayalah jika aku meninggalkan Daffin, semuanya akan hancur." Rafa langsung menggenggam tangan Rindu erat. Matanya berkaca-kaca saat ini.

Cintanya yang tidak mungkin bisa bersatu ini akan menjadi masalah di kehidupan mendatang. Mungkin juga akan banyak korban yang di rugikan karena cinta mereka berdua.

"Rafa, jika kau terus berpikir seperti ini, kita tidak akan pernah bisa bersama. Organisasiku juga tidak akan mempertahankan aku, jika hubungan kita mulai ketahuan." Rindu perlahan melepaskan genggaman tangannya, dan memundurkan langkahnya agar jarak tercipta di antara keduanya. Namun, Rafa malah menghilangkan jarak itu dan kembali mendekati Rindu.

"Apa kau juga tidak bisa mengerti posisiku?"

Halo guys jangan lupa mampir ya

Luldarmacreators' thoughts
Next chapter