12 Percaya Pada Tuhan

Pada satu titik saya pernah berpikir untuk berhenti jatuh cinta. Apalah gunanya harapan yang saya pertahankan, tetapi tak pernah dipertahankan.

Namun hidup selalu punya jalan tempuh sendiri. Semesta selalu paham siapa yang harus dicintai semestinya. Hanya saja semua butuh waktu.

Tidak semua orang yang datang dikehidupan kita adalah dia yang mencinta. Beberapa hanya datang untuk mengajarkan luka dan beberapa lainnya datang untuk meinggalkan cerita.

Mie Nangis

Ya begitulah namanya salah satu mie terkenal di kalangan mahasiswa, pelajar atau bahkan ibu-ibu. Denger-denger dari orang indigo di sana tempatnya memakai pelet untuk menarik pelanggannya, dan katanya peletnya adalah iler dari pocong. Sudah beredar gosip seperti itu bukan malah sepi tetapi malah tambah rame rempatnya.

Selsa sangat antusias karena hari ini merupakan hari di mana kami akan pergi ke sebuah dukun cukup terkenal.

"Shin lu udah siap?" Ujar Selsa.

"Bentar, gue mau baca doa dulu. Ar rahman, ar rahim, al maliii" Belum selesai Shintia berdoa langsung dijawab oleh Selsa, "Ini tuh asmaul husna Shintiaaa astaga naga"

"Wah iya juga, gue keseringan baca asmaul husna jadi keinget"

"Eh bentar Shin, ini kok di brosurnya kalo mau kesana harus bawa kembang kantil sama mawar ya buat syaratnya dan harus berjumlah ganjil?"

"Mana coba gue liat. Eh iya bener juga. Gimana caraya ngitung mawar ganjil. Lagian ini aneh-aneh aja kayak orang mati aja dikasih mawar"

"Beli satu aja kan ganjil Shin" Tukas Selsa.

"Ya gak satu juga goblok, ntar udah jauh-jauh kesana syaratnya kurang kan yang rugi kita juga"

"Yaudah lah kita ngitung aja sendiri mawarnya ntar, di mana yang jual Shin?"

"Ayo dah gue tau yang deket sini" Jawab Shintia.

Setelah kurang lebih 15 menit lamanya berada di montor, untung saja masih ada 1 orang yang berjualan. Apa mungkin ini buka waktunya untuk ziarah kubur.

"Buk mau beli mawar sama kembang kantil ada?" Ujar Selsa.

"Ada ini nak, mau beli berapaa?"

"Boleh aku aja yang ambil sendiri buk?"

"Silahkan silahkan ambil aja" Ucap penjual mawar dengan lirih dan bertanya, "Emangnya mau buat apa nak mawar sama kembang kantilnya?"

Dengan sigap Shintia menjawab "Eh anu buk buat ke makamnya nenek"

"Hati-hati aja ya nak" Ucap penjual yang membuat Shintia semakin ketakutan.

"Eh emangnya ada apa ya buk?" Tanya Selsa

"Sudah tak apa yang penting hati-hati aja ya, eh ini udah mawar sama kembang kantilnya?"

"Udah buk berapa ya ini?"

"Udah ambil aja nggak usah bayar" Jawab ibu penjual sambil tersenyum tipis.

"Eh Sel gue ngerasa ada yang aneh deh, kayak ada sesuatu yang janggal gitu sama penjualnya tadi, dia bilang hati-hati gitu kayak dia tahu kalau aku tadi bohong soal ke makam" Bisik Shintia.

"Ini juga dikasih gratis sama ibuknya, berpikir positif aja Shin. Gak ada apa-apa"

Dan mereka berdua langsung berangkat menuju tempat dukun tersebut. Melewati lembah, sawah, sungai-sungai kecil dan banyak melewati perkampungan. Jalan mereka kesana tentu tak mudah sempat tersesat beberapa kali dan bertanya kepada penduduk desa. Sudah 1 jam di perjalanan Selsa memutuskan untuk berhenti ke sebuah warung kecil untul sekadar melepas dahaga dan beristirahat sejenak.

"Buk es teh 2 ya" Tukas Selsa.

"Iya ditunggu bentar ya, duduk aja" Jawabnya dan kemudian bertanya, "Kalian bukan orang kampung sini kan? Soalnya ibu udah hafal"

"Eh iya bu bukan, kami dari kota mau nyari alamat" Jawab Shintia kemudian mengasihkan handphonenya, "Ibu tau alamat ini?"

"Ini masih lumayan jauh dari sini, jalannya juga masih belum di aspal"

"Kayaknya Ibu penjual es itu baik deh Sel" Bisik Shintia.

"Ada masalah apa ya mau kesana nak, apalagi kalian masih remaja" Tanya Ibu penjual es.

"Anu buk ini saya cuman nganter temen saya, biasa masalah percintaan" Tukas Shintia

"Oalah masalah pacar, kalian ini masih muda, jalannya masih panjang eh malah udah mikirin jodoh. Baiknya kalian sekolah yang bener, nyari kerja yang bagus nanti jodoh akan datang dengan sendirinya nak"

"Tapiii kan jodoh juga harus berusaha buat nyari juga buk, ngga dateng dengan sendiri"Jawab Selsa sambil tertawa kecil.

"Haduh kalian ini orang kota ada-ada saja. Kalo di kampung sini tuh ya mikirin sekolah aja sudah susah apalagi pacaran jadi tambah susah"

Mereka berdua bersamaan tersenyum dan tertawa kecil.

"Sel handphone gue gak ada sinyal" Tukas Shintia.

"Buat apa juga sinyal lagian gak ada yang chat juga kan?"

"Goblok. Ya buat maps lah"

"Oh iya juga ya Shin, coba tanya ke ibu yang tadi" Bisik Selsa

"Maaf buk kalo alamat ini dari sini tuh tinggal lurus saja ya?" Sepengetahuan Shintia karena dia yang pegang maps sedari tadi.

"Iya nak nanti di depan ada perempatan nah itu belok ke kanan, nah nggak jauh dari situ rumahnya. Tapi hati-hati ya nak"

"Perempatan pertama ya buk?"

"Iya pertama, tapi ini lurusnya masih lumayan jauh. Pokok kalian tinggal lurus nanti kalo ada perempatan belok ke kanan"

"Terimakasih buk, ini tadi 2 es teh berapa ya buk?" Jawab Shintia sambil merogoh saku.

"Udah nggak usah bayar aja buat kalian sudah jauh-jauh dari kota"

"Beneran buk?

"Iyaa yaudah buruan ke sana biar nanti pulangnya nggak ke sorean soalnya di depan nanti ada kuburan yang begitu panjang. Jangan lupa ucap salam ya" Tukas Ibu penjual es.

"Eh iya buk makasihh ya"

"Sel bentar, ini daritadi kok dikasih gratisan terus ya. Mawar gratis, es juga gratis" Bisik Shintia

"Mungkin wajah kayak lu emang perlu dikasihani" Ledek Selsa.

"Sudah di temenin eh bukannya terimakasih malah ngeledek nih, gue pulang aja"

"Hahaaa ngambek gak tuh, Terimakasih Shintia" Tukas Selsa sambil memberikan senyuman lebar-lebar

"Bodo, yaudah lah ayo berangkat. Ini tinggal lurus aja ada perempatan ke kanan"

Memang benar kata ibu penjual es tadi, di depan ada kuburan yang begitu sepi, tak terawat. Bahkan Shintia pun menutup matanya dan membuat ia lupa pesan Ibu penjual es kalau disuruh mengucapkan salam.

"Sel Sel Sel, gue lupa sesuatu, aduh gimana ya" Tukas Shintia

"Lupa apaan? belum juga sampai perempatan"

"Anu Sel. Kan tadi lu ngelewati kuburan nah sama Ibu penjual es tadi suruh ngucap salam kalo mau lewat gue tadi takut jadi tutup mata gak sempet ucap salamnya"

"Serius lu Shin? emang bener sih kuburannya tadi panjang juga. Kalo gak ucap salam bakal gimana kata ibu tadi?"

"Gue juga belum tau Sel gak dikasih tau sama ibunya"

"Ye lu kalo gak tau tuh nanyaa Shintiaaaa"

"Terus ini gimana? Balik aja yuk gue takut kalo terjadi apa-apa" Ucap Shintia ketakutan

"Udah sampai sini Shin, nanggung bentar lagi juga sampai"

"Liat sekitar deh Sel. Nyeremin banget kan. Jarak rumah warga aja jauh-jauhan. Gue kalo disuruh tinggal di sini fix mati berdiri gue"

"Ini belum apa-apa aja lu udah gemeteran, yaudah tenang aja gak ada apa-apa kalem" Tukas Selsa mencoba menenangkan Shintia

"Sel lu inget gak perkataan penjual mawar sama penjual es, disuruh hati-hati semua isinya. Sel pulang aja yuk" Rengek Shintia.

"Negthink mulu temen gue isinya, udah-udah ayo mau sampai juga"

Setelah kurang lebih 20 menit. Akhirnya kami tiba di rumah dukun tersebut. Rumahnya berada di tengah-tengah sawah. Halamannya luas diisi oleh Ayam jago, burung hantu, bahkan ular pun ada. Seperti dalam kebun binatang. Tak ada satu orang pun disini, hanya kami berdua. Shintia yang sedari tadi sudah ketakutan tambah merengek kencang minta pulang. Tangisan Shintia membuat ada orang yang keluar dari dalam rumah tersebut. Orangnya terlihat begitu sangar, memakai kalung dari bawang, blangkon, dan baju adat jawa.

"Ada perlu apa?"

"Iya apakah ini rumahnya Mbah Paijo ya?" Tukas Selsa.

"Iya saya sendiri, masuk" Jawab dukun tersebut.

"Ayo Shin udah disuruh masuk, gak apa-apa ayo"

"Gue takut Sel, liat orangnya bikin gue tambah merinding"

"Tarik nafasss, turunkan" Usaha Selsa menenangkan Shintia "Ulangi sampai 3x"

Kami berdua masuk ke dalam rumah dukun itu. Sangat mengerikan, barang-barang antik tersusun rapi. Ada keris, wayang, reog, cincin akik pun ada. Di dalam rumahnya tidak ada kursi. Jadi, tamu duduk lesehan.

"Silahkan duduk" Tukas Mbah Paijo kemudian bertanya, "Kalian ini masih muda ada perlu apa nyari saya"

"A-anu mbah jadi gini aku suka sama seseorang tapi orang tersebut tidak menyukaiku mbah, saya harus gimana ya mbah?" Jawab Selsa

"Kalo yang satunya?"

"Dia cuman nganter saya aja mbah"

"Oh, sudah berapa lama kamu menyukainya?" Tanya Mbah Paijo.

"Sudah hampir setahun mbah, dia banyak sekali yang suka gitu mbah di sekolah salah satunya saya sendiri. Dari semua itu cuma ada 1 orang yang bisa membuat dia baik terhadap wanita. Dia orang sekolah lain mbah"

"Ada fotonya cowo itu?"

"Selsa membuka handphonenya, "Ini mbah orangnya"

"Memang benar dia lagi jatuh hati sama 1 orang"

"Terus saya harus gimana mbah biar dia suka sama saya?" Tanya Selsa

"Sadar diri aja"

Shintia tertawa kecil melihat jawaban dari Mbah Paijo, "Nah kan cowo masih banyak Sel"

"Nah itu temanmu pinter"

"Mbah pliss tolongi saya biar disukai balik" Rengek Selsa

"Saya masuk ke dalam dulu"

Entah apa yang dilakukan Mbah Paijo di dalam ruangan tersebut. Membuat kami berdua menebak-nebak. Sudah 30 menit lamanya belum juga keluar.

"Shin ini gimana?"

"Mungkin dia lagi ritual Sel" Bisik Shintia

"Tapi lammm" Belum selesai Selsa menjawab, Mbah Paijo membuka pintu dan berkata "Kamu sini, nanti ini kasihkan ke depan rumahnya cowo kamu itu dia harus nginjek pasir ini. Ngerti?" Sambil memberikan pasir yang sudah terbungkus rapi

"Ngertii mbah, terimakasih" Jawab Selsa seraya mengasihkan amplop

"Yasudah cepet pulang" Sambol menutup pintu rumahnya, "Ada-ada saja kelakuan anak jaman sekarang, langsung percaya saja bahwa itu bisa terjadi, padahal kan cuman pasir di pot" Batinnya dan kemudian tertawa kecil

"Sel ngelewatin kuburan lagi ini? gue ngerasa nggak enak perasaan gue" Bisik Shintia

"Hah udahlah jangan takut lagi, tinggal perjalanan pulang aja"

"Yaudah lah ayo Sel" Ucap Shintia dengan pasrah

Tak lama dari tempat Mbah Paijo. Ban montor milik Selsa kempes/bocor. Mau nggak mau mereka berdua menuntunnya. Malang sekali nasib mereka berdua, tinggal perjalanan pulang saja masih ada aja masalah yang menimpanya.

"Eh Shin, kok rasanya oleng ya?" Tanya Selsa dan kemudian memberhentikan laju montornya

"Bocor Sel bocor nih yang belakang"

"Aduh gimana nih Shin?"

"Mampus gue mana belum ngelewati kuburan, dengan naik motor aja takut apalagi ini jalan astaga" Jawab Shintia ketakutan

"Lu liat tukang tambal ban gak selama di jalan tadi?"

"Enggak tau pastinya gue"

"Yaudah gantian ya yang dorong montornya Shin, Ini lu dulu nanti pas sampe deket kuburam ganti gue"

"Yaudah mana" Jawab Shintia

"Apa gue bilang Sel, gue punya firasat buruk, bahkan sejak berangkat lewatin kuburan nggak ngucap salam. Kan kita dari kota juga"

"Bawel lu, cepet dorong aja kayaknya depan sehabis ngelewati kuburan ada perkampungan warga nanti minta tolong di sana"

"Ya ya" Jawab Shintia bete

Tak lama mendorong montor ada warga naik montor berboncengan yang lewat dan ingin menolong kami.

"Eh ini kenapa montornya mbak?"

"A-anu pak bocor" Jawab mereka kompak

"Tungguin sini aja biar aku panggilkan tambal bannya mbak. Karena depan ada kuburan takutnya kenapa-kenapa"

"Iya pak terimakasih"

"Sel orang desa baik-baik semua ya. Coba di kota lu malah di cuekin gitu aja kalo ada apa-apa" Bisik Shintia

Mereka berdua ditolong oleh warga sekitar. Hingga akhirnya montor bisa digunakan kembali. Mereka tak tahu membalas kebaikannya dengan cara seperti apa dan hanya bisa mengucap terimakasih. Diperjalanan pulang mereka tidak membicarakan apapun sampai berada di rumah Shintia, mungkin karena sudah letih jam juga sudah menunjukkan pukul 4 sore.

"Terimakasih Shin udah mau nemenin gue, jangan kapok ya" Tukas Selsa dan mengendarai motornya kembali untuk pulang ke rumahnya

"Iyee" Jawab Shintia

Kadang suka sakit hati dan kesel kalau lagi liat orang mengeluh dan banding-bandingin hidupnya dengan hidup orang lain.

Hidup manusia itu ada porsinya masing-masing.

Kamu merasa hidupmu paling menderita di dunia hanya karena keuangan keluargamu sedang tidak stabil / hanya kamu melihat pekerjaan orang lain lebih enak dibandingkan pekerjaanmu, orang lain lebih sukses dari kamu.

Tanpa kamu sadari padahal kamu memiliki hal sangat berharga yang belum tentu orang lain miliki, misalnya keluarga yang lengkap.

Pekerjaan yang tidak harus menuntutmu selalu terlihat bahagia tanpa perduli apa yang kamu rasakan.

Please, kebahagiaan nggak harus tentang materi, jadi jangan pernah merasa hidupmu paling menderita sedunia. Kita semua sama-sama bahagia dan sama-sama menderita pada porsinya masing-masing kok.

avataravatar
Next chapter