18 Bernegosiasi

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh seseorang yang memanggilku dari belakang. Entah siapa orang itu aku tidak begitu mengetahuinya.

"Jaga dia, sebab kehilangan datang saat kau belum siap" Ucap si orang aneh tersebut

Sontak membuatku berpikir-pikir. Apa yang selama ini tidak aku jaga? Orang tua? Kak Rain? Bunga? Atau bahkan teman-temanku.

Memang aku sudah lama tidak bertemu, apa ini pertanda berakhirya OBB? Ah tentu tidak mungkin. Dia tidak mungkin tega meninggalkanku.

WhatsApp

Dona

Nad lu dimana? Sini maen kerumah gue ada yang ingin gue omongin

17.56

Aku tidak begitu memikirkannya dengan omongan orang aneh tadi sebab Dona sudah aku anggap seperti saudara sendiri. Tapi rasa penasaranku membuat aku datang kerumah Dona. Pukul 19.00 aku berangkat menuju rumahnya. Jaraknya tidak jauh dari sini, mungkin sekitar 10 menit kalau ngebut. Aku berniat berhenti di sebuah toko buah untuk membelikan oleh-oleh untuk ibu dan bapaknya. Tidak enak rasanya jika sering kesana tapi selalu saja tidak membawa apa-apa.

"Assalamualaikum" Ucapku dan mengetuk pintu berkali-kali

"Iya waalaikumsalam" Jawab pembantunya dengan membukakan pintu untukku

"Dona nya ada bi?"

"Ada den, masuk tunggu di dalam saja ya biar aku panggilkan"

Aku masuk dan duduk di sebuah kursi lucu berwarna pink. Disana terdapat foto keluarga Dona, lukisan kaligrafi, dan beberapa foto sunan. Sungguh keluarga yang sangat islami.

"Masuk ke kamar gue aja" Tukas Dona

"Mau ngomongin apa sih anjing"

"Udah ngomong di kamar aja, sekalian aja lu nginep sini lagi"

"Gak ah banyak nyamuk" Jawabku dingin

"Pakee obat nyamuk lah goblok"

"Eh lu ngapain nyuruh gue kesini?"

Sambil mengambil minum di meja, "Gue sehabis SMA disuruh nyokap untuk melanjutkan ke pondok pesantren Nad, tempatnya juga di luar kota. Gue masih bingung mau apa enggaknya, maka dari itu gue ngajak lu untuk obrolin ini semua"

"Pantes sih kalo lu disuruh di pondok, keluarga lu ismali banget cuy"

"Nah, sebenarnya gue juga gak suka nurutin nyokap, tapi ini masih negosiasi sih gimana bagusnya"

Aku lalu duduk di kasur, "Kalo gue nurut apa hati aja sih"

"Kayak batu Nad udahan keras nyokap gue, gue udah ngomong beberapa kali untuk tidak mau. Aku inginnya sih di Universitas negeri gitu. Gue juga gak pinter-pinter banget ngaji. Kalo ke pondok juga mau jadi apa, ustad?" Tanpa disadari Dona meneteskan air matanya, memikirkan masa depan yang sudah di atur oleh orangtua dan bukan keinginan dia memanglah sulit. Mau ngebantah pun takut dosa.

"Kalo lu nurut jalanin aja gabisa ya?"

"Di pondok gak bisa bebas Nad, main Handphone aja ada waktu-waktunya dan masih banyak lagi peraturan-peraturan. Gue gak bisa banget gak bisa bebas" Dona semakin menangis tersedu-sedu

Aku mengambil tissu yang berada di atas meja, "Sudah sudah. Everything gonna be fine bro. Nanti coba lu obrolin lagi sama nyokap pelan-pelan aja ngomongnya jelasin pelan-pelan" Aku menepuk pundaknya dengan pelan, "Gue temenin, gue tidur sini malem ini. Gue juga bawa buah kesukaan lu tuh gue taruh meja depan"

"Tumben"

"Tapiii kalo gue nginep sini gue mau 1 hal"

"Apaa?" Jawab Dona dan kemudian mengelap air mata dengan tissu yang aku berikan.

"Jangan nangis, cengeng banget jadi cowok. Terus sama beliin martabak manis ya deket sini ada kan?"

"Iya ntar gue suruh abangnya anter sekalian buat lu"

Aku mencoba menghibur Dona dengan candaan, tetapi tidak mempan. Dia masih memikirkan apa yang harus dibicarakan dengan orang tuanya. Dan aku mencoba membahas soal kaum hawa yang menyukainya dia mulai penasaran dan melupakan masalahnya.

"Sexy dancer apa kabar? Sehat?" Tukas ku

"Sehat sih, dia maksa gue jadi pacarnya Nad. Sudah berbalik sekarang zamannya, masa cewe nembak cowo? Emansipasi kartini ternodai dong" Jawabnya kemudian tertawa kecil

"Lu suka gak. Suka kan? Namanya siapa sih gue lupa, kalo gak salah cat ya?"

"Cantik sih, baik juga. Cat matamu. Cat kucing dong. Namanya Catrie"

"Nah ada catnya, udah lu terima aja" Jawabku sambil scroll instagram

Dona membuka handphonenya, "Dia bilang gini Nad, bentar gue cari dulu. Mungkin ini tidak cukup merubah dirimu. Tapi, akan kuberikan kau segalanya. Kalau tidak mau, maka buanglah. Kalau ini menyebalkan, maka lupakanlah. Aku akan tetap melakukannya, jadi aku tidak butuh jawabanmu"

Aku kagum mendengarnya, "Secara tidak langsung itu merupakan ungkapan perasaan sih. Sampai tidak butuh jawaban di akhir. Udah lu mau aja, dia udah sampai segitunya sama lu. Masa lu tega sih. Biar lu bisa happy terus ada yang bantuin lu juga kedepannya"

"Yaudah gue terima sekarang ni"

"Pikirin dulu mateng-mateng. Soal perasaan nggak ada yang sebercanda ini"

"Gue juga suka Nad sebenarnya" Dona kemudian mengalihkan pembicaraan, "Eh gue beli martabak manis dulu deh, keburu tutup"

Aku tidak menjawabnya, sembari menunggu Dkna pulang aku memiringkan handphone untuk bermain game kesayangan. Mumpung hari ini login saja sudah mendapatkan hadiah. Itung-itung nambah koleksi. Di handphone mungkin ada sekitar 4 game yang masih aktif aku mainkan untuk mengisi waktu luang saja. Karena aku orangnya tidak suka belajar, di sekolah aja suka ninggalin pelajaran apalagi di rumah. Dan ketika towrku mulai dihancurkan aku di kagetkan denga ketukan pintu kamar pelan sekali. Aku terdiam begitu lama, dan ketukkan pintu terdengar semakin kencang membuat merinding.

"Nadd, ini gue bukain lah pintunya. Lu ngapain sih tutup pintu. Lagi nonton apaa coba" Ternyata Dona yang mengetuk pintu kamarnya.

Aku membukakan pintu, "Lu bikin orang takut aja" dan melihatkan tangan ke Dona, "Nih merinding gue. Lu juga gak teriak malah ketuk-ketuk terus"

Dona menaruh martabak manis di meja, "Nih makan, kalo gak abis lu ganti uang gue"

"Siap bos, Ngomong-ngomong gimana udah lu pikirin buat nerima Catrie?"

"Kalo gue nerima, lu juga ikutan ya" Tukas Dona

Aku membuka kardus martabak manis, "Lah masa satu cewe dua cowo. Ogah"

"Ya maksudnya lo tembak juga Bunga, nyatain perasaan lo juga"

"Kalo gue mah jalanin dulu aja, kalo momentnya sudah pas baru gas. Lagian keluarga gue udah kenal Bunga semua anjing. Mana suruh msen kerumah terus sama Bunda"

Sambil memakan martabak manis, "Haha udah lampu hijau tuh"

"Kalo prinsipku sih, jangan memainkan perasaan. Gue sekarang belum siap, jadi takut kalo Bunga ntar malah sakit hati"

"Cewe bukan tempat bermain. Tapi, tempat untuk pulang" Tukas Dona sok bijak dan membuka handphonenya untuk menghubungi Catrie lewat WhatsApp, "Gue chat aja ya nerima dia Nad? Balas pesannya yang itu gue bilang ke lu tadi. Gimana"

"Terserah, tapi kalo mau lebih romantis. Ucapin langsung"

"Voice note?"

"Terserah lu, yang jadian lu" Jawabku dingin

"Iya aku mau Cat" Ucap Dona dan mengirimkannya ke WhatsApp Catrie

"Yakan Cat, kucing hahahaha"

Catrie tidak membalas voice note milik Dona. Mungkin karena jam sudah larut malam. Malam ini sangat cerah denga bintang yang bertebaran, Bulan yang sangat indah membetuk sabit. Dan dua orang muda ini menghabiskan malam dengan maen game bareng, dengan camilan martabak manis sudah cukup mengenyangkan kami berdua.

Berbicara mengenai game.

Banyak manusia mengatakan game adalah tempat pelarian yang paling masuk akal, ketika realita membuat napas mereka tersenggal. Melarikan diri dari realita hidup ini.

avataravatar
Next chapter