webnovel

Kriteria yang Susah

pendapatku tentang perempuan yang menarik sederhana: ia senang bercerita, dan menyukai cerita. karena sepertinya susah untuk menggali ketertarikan ini pada setiap perempuan yang kukenal, aku punya cara yang cukup ampuh untuk mengetahuinya: chatting!

beberapa kali percakapan yang kulakukan dengan perempuan lewat surel dan sejenisnya, aku tahu sedikit gambaran tentang perempuan idealku. dia nanti mungkin sekilas kau anggap absurd, dan cerewet barangkali, tetapi itu yang menarik. lewat surel atau apapun, sebut saja chatting, kau juga mungkin akan tertawa melihat tingkahku yang aneh.

kadang-kadang, chatting yang kulakukan mirip cerita fiksi. aku membangun karakter dan khayalan-khayalan. aku mengarang tentang apa saja. tentang langit, tentang bulan, tentang bintang, tentang istana di atas awan atau di sebuah hutan terpencil. atau apapun. dan di sinilah letak menariknya!

kalau perempuan itu membalasnya dengan lanjutan cerita, itu artinya ia siap untuk diajak bercerita kapanpun. apalagi kalau ia berinisiatif menyambung dengan cerita aneh versinya. tentu janjian ngopi di suatu malam dengan background purnama di masa depan akan tampak menyenangkan dan terhindar dari kebosanan.

meskipun, tentu saja, sedikit yang melakukan itu. beberapa perempuan yang kuperlakukan sama, tidak menanggapinya. tidak jarang menyebutku kekanak-kanakan. menurutku, memang itu konsekuensi dari metodeku yang entah aku dapat dari mana. yang jelas, aku masih mempercayainya sebagai cara yang bagus untuk melihat bagaimana seseorang bersikap dalam kondisi tertentu.

suatu ketika, seorang perempuan yang sudah lama tidak ada di kepalaku muncul sebagai sapaan pada sebuah pesan singkat. ia, kuingat dulu sekali, pernah menjadi teman ngobrol online yang baik dan menyenangkan. setelah beberapa kali kubalas dengan sapaan dan basa-basi seputar kabar, syukurlah dia tidak banyak berubah, meskipun tentu saja fisiknya berubah. lebih manis dan dewasa.

entah bagaimana awalnya, ia kembali menjadi teman chatting yang menyenangkan. dia bilang, dia sedang dalam kondisi jenuh dengan rutinitas pekerjaannya. dia ingin lari ke gunung, atau ke pantai. atau juga ke dalam hutan untuk menyendiri. dia ingin mengambil napas yang lebih panjang, dan mengamati keindahan sekitarnya dengan lebih cermat.

dari ceritanya, aku juga menyadari hal baru, bahwa seringkali kita saat sudah bekerja dan memiliki penghasilan, kita seolah sudah memiliki semua yang kita inginkan, tetapi sebenarnya lupa bagaimana cara untuk menikmati apa yang paling dekat dengan kita. dalam arti lain, keindahan-keindahan yang sebenarnya ada di hadapan mata, kita abaikan begitu saja, dan terus sibuk menyusun keinginan demi keinginan yang baru.

chatting kami terus berlanjut sampai beberapa bulan. dan itu menyenangkan. terutama bagiku. hari-hari terasa lebih berwarna. dari pagi, siang, senja, sampai malam, aku berbagi cerita dengannya. kami melakukannya bergantian. aku bercerita, dia mendengarkan dan menanggapi. dia bercerita, aku mendengarkannya dengan asik sampai kadang-kadang ketiduran.

seperti saat itu, saat dimana ia mendapat libur dari pekerjaannya dan ia gunakan untuk pergi tamasya. sejak sebelum keberangkatan, saat di jalan, lalu sampai di lokasi tamasya, ia ceritakan kekagumannya terhadap banyak hal. ini membuatku sering tersenyum mengingat keadaannya yang sehari-hari sibuk bekerja, kemudian mendapat waktu bersenang-senang, sementara aku terbiasa bersenang-senang karena masih saja menganggur. jadi, aku tersenyum karena merasa tahu bagaimana rasanya.

belum lama saat aku cukup capek senyum-senyum sendiri, dengan bantuan ketidaksengajaan aku membuka platform media sosial lain, aku melihat dia sedang tersenyum berfoto. senyumannya menghentikan senyumku secara semena-mena, karena dia berfoto dengan seseorang di sampingnya.

usianya mungkin hampir sama denganku, dan dia berbahagia. []