webnovel

A Vampire Bride ( Pengantin Sang Vampir )

Hidup berdampingan dengan manusia bukanlah hal yang mudah bagi Keith Glouchester yang merupakan seorang Vampir berdarah murni. Namun, ketika keluarganya dibantai dan dibakar hidup-hidup oleh penduduk desa tanpa dia mengetahui alasan apa yang mereka lakukan Adapun Diane yang tidak pernah mengira Keith adalah seorang Vampir, ia hanya menganggap pria itu sebagai penyelamatnya. Orang yang telah membuatnya terhindar dari kematian berkali-kali. Itu hanyalah seorang pria kesepian dengan kedua anaknya.

Hyagi_0z_0583 · Fantasy
Not enough ratings
1 Chs

Manusia-manusia Kejam

Cahaya-cahaya terang dari obor di tengah kegelapan malam itu terlihat bergerak beriringan bersama suara-suara yang terdengar sangat keras seolah menyuruh satu sama lain dari kawanan mereka untuk tidak berhenti dan tetap terus mengejar. 

Dengan teriakan-teriakan yang menggema ke seluruh penjuru hutan, membuat telinga hewan-hewan malam meruncing dan menegaskan diri mereka sendiri bahwa suara-suara yang mereka dengar adalah sebuah ancaman, membuat mereka segera berlari ke atas pohon, bersembunyi di lubang-lubang kecil yang menjadi sarang mereka ketika sekelompok warga desa yang berjalan masuk ke dalam hutan itu, lewat tepat di bawah pohon mereka. Mengintip ketakutan tapi tak bisa mendekat.

Wajah orang-orang itu sangat marah. Terlihat dari bagaimana mereka berjalan. Derap demi derap langkah kaki dari warga desa terdengar sangat kuat, seolah membagikan kemarahan yang sama pada bumi yang tengah mereka pijak. 

Penyangga obor-obor yang terbuat dari besi kuningan itu terlihat kokoh, menyala dengan cahaya mereka yang kekuningan, tidak hanya obor, warga desa yang marah itu pun membawa semua perkakas yang mereka miliki di rumah mulai dari garpu rumput, kapak, pedang, shotgun, hingga tombak-tembak dari kayu yang dibuat seruncing mungkin juga sebuah panahan yang dibawa oleh salah satu warga.

Sementara jauh di depan sana, seorang wanita berambut panjang sepinggang dengan warnanya yang sedikit kemerahan ini terlihat sangat ketakutan, wajahnya terlihat pucat pasi dengan bibir yang membiru, sementara kedua tangannya menggendong buntalan kain tebal yang terus dia peluk seerat yang dia bisa. 

Napasnya terdengar berat hingga ketika uap panas bertemu dengan udara dingin dari luar, gumpalan asap terbentuk dan terus mengepul beriringan dengan laju larinya yang terus dia percepat. Baju tidurnya yang berwarna putih, penuh dengan darah di bagian pinggang ke bawah, bahkan jika dilihat, setiap jejak langkahnya pun meninggalkan darah segar yang terus menetes dari sela kakinya. 

Memang tidak terlihat ada luka tapi, dari darah yang banyak seperti itu bisa dipastikan bahwa wanita ini baru saja melahirkan, sementara buntalan yang dibawanya adalah sepasang bayi yang sama sekali tidak menangis sejak mereka mulai melarikan diri.

"Jangan biarkan monster itu melarikan diri! Kejar!" Teriak salah seorang dari kelompok warga itu membuat wanita ini semakin ketakutan.

Keringat terus mengucur, rasa sakit dan lelah yang dia rasakan seolah tak ia pedulikan. 

Sambil berlari bertelanjang kaki, dan gaun yang terlihat robek di beberapa bagian, sesekali dia tersandung kerikil juga akar pohon, membuat kakinya terluka bahkan beberapa kali pula dia sempat menginjak batu tajam dan membuat langkahnya terseok karena sakit. 

Namun, tak sedikit pun menyurutkan semangatnya untuk terus berlari hingga akhirnya dia menemukan sebuah pohon besar tua di tengah hutan tepat di bibir jurang yang di bawahnya adalah sebuah sungai yang terlihat cukup deras. 

Pohon besar itu memiliki sebuah lekukan yang bisa dimasuki oleh satu orang dewasa, hanya saja untuk bisa masuk ke dalam lekukan itu, dia harus menyingkirkan akar-akar gantung itu susah payah. 

Dan ketika dia sudah tiba di sana, wanita berparas cantik dengan sepasang mata beriris hijau terang ini meletakkan buntalan berisi sepasang bayi kembar yang terlihat masih merah dengan noda darah hampir di sekujur tubuh mereka itu penuh kehati-hatian, tepat di tengah-tengah cekungan.

Sambil menata napasnya, dia membuka sedikit buntalan kain tebal yang membungkus kedua bayi itu agar bisa memberikan udara untuk sepasang anak-anak yang baru saja dia lahirkannya, agar bisa bernapas dengan baik. 

Dilihatnya sepasang bayi yang bahkan belum bisa membuka mata itu penuh kesedihan, membuatnya tidak bisa membendung lagi air mata yang sudah menggenang di pelupuknya. 

Sepasang tangan bayi-bayi itu bergerak, seolah berusaha menggapai sang ibu, membuat wanita ini tersenyum dengan air mata yang mulai meleleh.

"Kuharap ayah kalian bisa menemukan kalian di sini. Maaf kalau aku tidak bisa menemani kalian hingga kalian tumbuh dan menjadi anak-anak yang luar biasa." Bisiknya dengan suara yang terdengar sangat lirih sambil jemarinya menyentuh pipi bulat anak-anak yang baru saja dia lahirkan.

Tubuhnya gemetar, air matanya bahkan tak berhenti meleleh dengan suara isak yang terdengar sangat pedih. 

Namun, acara perpisahan itu tidak berlangsung lama ketika suara-suara warga desa terdengar semakin mendekat, wanita ini menyelipkan sebuah kalung dengan bandul berwarna merah marun yang berkilau meski dalam gelap sekali pun, di tengah-tengah kain pembungkus anak-anaknya.

"Ayah kalian akan segera datang, jangan menangis. Aku menyayangi kalian berdua." Bisiknya lagi dan kali ini dibarengi sebuah kecupan di pipi masing-masing bayi itu. 

Meski sempat melenguh dan hampir membuat bayi-bayi itu menangis, tapi si wanita bisa dengan cepat membuat keduanya tenang sebelum dia sendiri kembali keluar dari lubang pohon itu, kembali berlari menjauh.

Namun, ketika baru saja dia berlari sedikit lebih jauh dari pohon besar tadi, sebuah anak panah mengenai tepat bahu kirinya, membuat wanita itu tersungkur jatuh dengan darah mulai merembes keluar membasahi gaun tidur yang dipakainya. 

Dengan darah yang turun dari atas dan bawah, membuat warna putih gaun itu sudah beralih warna menjadi merah. Sambil menahan sakit, wanita ini berusaha bangkit dan berusaha berlari hanya saja, dengan rasa sakit dan kelelahan yang dia alami, membuat wanita ini tidak bisa berbuat banyak ketika seorang warga desa berhasil menangkapnya.

"Lepaskan! Lepas!" Wanita itu meronta ketika beberapa orang warga mulai memeganginya dan terlihat sekali bahwa mereka sangat bangga karena sudah menangkap si wanita.

"Kalian akan menyesal sudah melakukan semua ini." Ucap si wanita dengan tatapannya yang terlihat sangat tajam. Mengancam dengan nada seperti mengutuk. Tapi, siapa yang takut pada wanita yang terlihat sekarat?

Seorang pria yang memegang shotgun bergerak mendekati si wanita dengan langkah angkuh, menarik dagu si wanita agar menatap ke arahnya tapi, dengan cepat si wanita meludah sambil mengumpat pada pria itu,

"Kalian binatang!" Hardiknya. Tapi, si pria nya tersenyum sinis kemudian melepaskan tangannya dari wajah cantik yang terlihat sangat pucat itu.

Obor-obor yang dibawa oleh warga lainnya seolah menjadi penerangan berharga kala itu. Di sana, mereka bisa dengan jelas melihat wajah si wanita yang seprti seluruh darah di tubuhnya telah menghilang, menyisakan tekad hidup yang sia-sia. 

Melihat bagaimana menyedihkannya si wanita, pria yang memakai jaket kulit dan topi koboi lengkap dengan shotgun di tangannya itu menambah mengerikan wajahnya yang sudah sangat jelek. 

Wajah pria itu ditumbuhi janggut dan kumis yang sangat tebal hingga terlihat menyambung, menyembunyikan bibirnya yang terlihat gelap. 

Sementara sepasang matanya terus melotot ke arah si wanita, terlihat marah tapi juga seperti melecehkan. Dengan tatapan seperti itu tentu saja tidak membuat kelakuannya terlihat sopan.

Pria itu mengangkat tangannya dan kembali mencengkeram rahang si wanita, membalikkan ke kanan dan kiri, seolah tengah menilai berapa angka yang harus dia layangkan untuk menilai kecantikan wanita tersebut. Pria itu sempat tersenyum tapi tidak lama, ekspresinya kembali terlihat menyebalkan.

"Bawa dia dan gantung di alun-alun dengan yang lainnya." Ucap pria itu dan tentu saja langsung diiyakan oleh yang lainnya hingga membuat si wanita seketika diseret paksa dengan anak panah yang masih menempel di bahu kirinya.

"Lepaskan aku! Lepaskan! Kalian semua akan menyesal dengan yang sudah kalian lakukan! Lepaskan!" Jerit wanita itu berulang-ulang seperti dia tidak peduli seberapa kerasnya dia diseret, hingga pergelangan tangannya terasa mau patah sekali pun, dia tidak peduli, dia hanya ingin lepas dan melarikan diri.

Tidak tahan dengan pemberontakan juga jeritan-jeritan si wanita, membuat pria yang membawa shotgun itu tidak tahan dan membuatnya memukul kepala si wanits menggunakan gagang shotgun yang dia bawa hingga belakang kepala si wanita berdarah dan pingsan.

"Seret dia!" Perintahnya lagi.