1 Prologue

Setelah menghabiskan waktuku untuk bermain game daring bersama temanku. Kurasa saatnya kami mengadakan pertemuan di dunia nyata kami. Kami berempat kenal akrab dari game daring, kami sama-sama terkumpul dalam organisasi Pengangguran Terdidik Tak Punya Kehidupan. Sebuah organisasi akal-akalan buatan kami untuk menghibur diri kami sendiri. Lulusan perguruan tinggi namun susah mendapat kerjaan di dalam negeri kami sendiri.

"Sampai ketemu besok di depan minimarket jalan dekat stasiun." Ujar Dahlan dalam pesan grup kami.

"Ya. Sampai ketemu besok!" balasku. Yang lain segera membalasnya dan aku mematikan ponselku dan memasukkannya ke dalam saku.

Kubuka pintu kamarku dan mendapati ada piring makanan ditutupi oleh tudung plastik. "Terima kasih ibu. Tetapi aku tidak bisa memakannya karena aku belum bisa membalas kebaikan ibu."

Aku melangkah keluar dari kamarku dan mengambil makanan tersebut dan diam-diam memakannya sambil menangis. Selesai memakannya aku taruh makanan tersebut di luar pintu dan bergegas mandi dan keluar untuk mencari angin.

Melalui jendela lantai 2 aku keluar dan menuruni tangga yang aku siapkan untuk turun ke bawah. Ku lihat ponselku lagi dan memutuskan untuk jalan-jalan sebentar sebelum kembali lagi. Karena perasaanku lagi baik juga, aku putuskan menambahinya dengan olahraga sebentar.

Memperbaiki diri sendiri apa salahnya bukan? Lari berkeliling kompleks tempat tinggalku selama empat puluh lima menit setelah itu kembali ke rumah. Selesai meregangkan badanku, aku putuskan untuk memulai berlari.

"Thomas? Tumben kamu berolahraga sore hari ini." sapa Kuti, tetangga samping rumahku. "Kalau begitu aku ikut juga, sekalian jalan-jalan sama anjingku."

Karena canggung berbicara dengan seorang gadis. Aku hanya bisa mengangguk, dan membiarkan Kuti ikut dengannya. Jantungku berdetak dengan cepat bukan hanya karena habis berolahraga, tetapi karena di sampingku kini ada gadis tetangga yang sangat cantik.

Kami pun akhirnya memutuskan keluar kompleks dan jalan-jalan di taman. Untuk menghilangkan suasana canggungnya aku memutuskan unutk mencari topik pembicaraan. "Jadi Kuti, kamu hari ini libur kerja?"

"Kerja? Aku belum bekerja. Kamu tahu sendirikan betapa susahnya mencari kerja di negeri ini. Lagian aku bersyukur bisa membantu ibu di rumah." Jawab Kuti. "Kalau kamu?"

"Sama." Jawabku dan tesenyum. "Tapi aku suka seperti ini terus. Kurasa aku akan meminjam uang di bank dan akan membuka usaha kecil-kecilan."

"Nanti pekerjakan aku ya." Ucap Kuti dan tersenyum.

Ah ya, senyumnya sangat manis dan sangat aku impikan untuk aku miliki. Tetapi saat ini aku tidak bisa memilikinya karena aku tidak berani untuk mengutarakan perasaanku. Hari semakin larut dan kami berdua memutuskan untuk pulang.

Sesampainya di rumah aku segera naik menggunakan tangga yang di luar jendela menuju lantai 2 tanpa sepengetahuan orang tuaku. Tanpa aku duga, ibuku menungguku di sana.

"Kamu tadi jalan-jalan bersama Kuti? Tidak apa-apa Thomas. Kamu boleh kok, terima kasih karena telah mau keluar dari kamarmu." Ucap ibuku dengan bangga. "Lalu hari ini mau makan malam apa kamu?"

"Apapun yang dimasak ibu. A-aku mau mandi dahulu," balasku dan mengambil handuk di kamarku dan bergegas ke kamar mandi lantai 2.

Pertama kalinya aku mendengarkan ucapan ibuku seperti itu. Aku merasa tenang karena dia tidak merasa kalau aku beban di rumahnya. Setelah mandi aku bantu ibuku untuk memasak di dapur. "Benar aku akan berubah!"

avataravatar
Next chapter