webnovel

Chap 1

Jungkook menarik napas panjang sebelum membuka pintu itu, pintu besar kokoh yang terlihat begitu mewah dan berkuasa itu seakan mencerminkan apa yang menunggu dibaliknya. Sambil menenangkan debar jantungnya dibukanya pintu itu, dan ketika menyadari tangannya berkeringat, Jungkook tersenyum kecut, Seperti akan meng- hadapi hukuman mati saja, desisnya dalam hati.

Ketika masuk Jungkook menyadari ruangan itu sangat luas. Suasana didalam ruangan itu sungguh elegan, dengan penataan ruang dari desainer terkenal dan perabotan kelas tinggi yang khusus dipesan untuk ruangan ini. Temperaturnya diatur senyaman mungkin dan samar-samar tercium aroma cendana yang menenangkan. Semua yang ada diruangan ini sungguh menyenangkan, ups!!,.. salah, semua menyenangkan kecuali satu hal, dan satu hal itu adalah sosok dingin yang duduk tegak di balik meja dengan keangkuhan yang men- cerminkan seolah-olah dirinya-lah pusat dunia. Lalu tatapannya itu, tatapannya itu!! Sangat mengerikan. Mata biru itu menatapnya dengan kadar kebencian yang begitu kental.

Jungkook membasahi bibirnya dengan gugup, dan menunggu, dan terus menunggu. Tetapi lelaki itu hanya diam menatapnya, mempertahan- kan keheningan di antara mereka. Jungkook mengangkat dagunya dan melemparkan tatapan, "well aku sudah disini, sekarang apalagi?" kepada lelaki itu.

Si mata biru mengerutkan alis gusar melihat tingkah berani Jungkook, mulutnya menipis, "Kudengar kau menyebabkan kekacauan di proyek kali ini."

Akhirnya!! Jungkook menghembuskan napas setengah lega setengah panik mendengar kalimat pembuka laki-laki itu. "Saya hanya mencoba menyelamatkan keadaan," sebenarnya Jungkook tidak mau kedengaran begitu kurang ajar, tapi tatapan meremehkan laki-laki itu mau tak mau memunculkan sisi defensif dari dirinya.

"Menyelamatkan keadaan katamu??" Lelaki itu tampak begitu murka mendengar jawaban Jungkook, "Kau mengusir klien terpenting kita, dan mempermalukannya di depan umum, dan kau bilang itu untuk menyelamatkan keadaan?"

Jungkook membalas tatapan garang lelaki itu dengan tak kalah garang, "Orang yang anda bilang klien terpenting kita itu, merayu dan meraba salah satu SPG kita di tengah-tengah pameran tersebut, apakah menurut anda, saya, sebagai supervisor yang bertugas dilapangan hanya boleh diam saja dan tidak membelanya ??!" Tatapan mata meremehkan dari mata biru itu benar-benar membuat Jungkook sebal.

"Kau bekerja disini sebagai supervisor dan seorang supervisor ber- tugas menjaga hubungan baik dengan klien potensial, bukannya mengusirnya," jawab lelaki itu tenang.

"Jadi menurut anda saya harus melupakan moralitas hanya demi keuntungan perusahaan semata?!"

"Moralitas selamanya tidak akan dapat memberikan keuntungan, dalam hal apapun," si mata biru mengangkat bahu dengan bosan.

Cukup sudah! Jungkook menarik napas dalam-dalam, "Kalau begitu saya tidak mau bekerja di perusahaan yang tidak bermoral, paling cepat nanti siang, anda akan menerima surat pengunduran diri dari saya!"

Sejenak suasana menjadi begitu hening, dan kalaupun si mata biru itu kaget dengan keputusan impulsif Jungkook, dia berhasil menyembunyi- kannya dengan baik karena ekspresinya tidak dapat ditebak, dia hanya memandang Jungkook dengan ekspresi menilai.

Suasana terasa makin hening, dan Jungkook menunggu. Ketegangan terasa bagaikan senar yang ditarik kencang, siap untuk putus. Lalu, sebuah senyum muncul disudut bibir lelaki itu, walaupun begitu, sinar matanya tampak begitu kejam.

"Tidak semudah itu Tuan Jungkook, mungkin saya adalah pemimpin tertinggi sekaligus pemilik perusahaan ini, tetapi bukan berarti saya tidak mengetahui setiap detail terkecil pegawai di sini," Lelaki itu menatap dengan tajam sebelum menjatuhkan bom-nya, "Kau memiliki pinjaman yang belum selesai pada perusahaan ini senilai 40 juta, katakan sekarang Tuan Jungkook, apakah kau bisa melunasi pinjaman itu dengan tunai sekarang juga? Kalau ya, saya akan dengan senang hati meluluskan permohonan pengunduran dirimu."

Wajah Jungkook benar-benar pucat pasi, dalam kemarahannya tadi, sama sekali tidak terpikirkan mengenai pinjaman itu. Dan si mata biru

tadi menanyai apakah dia bisa membayar pinjamannya secara tunai? Tanpa sadar Jungkook mengernyit seolah kesakitan, Ya Tuhan , itu tidak mungkin, bahkan sekarang dia sedang dalam kekalutan besar dan membutikan lebih banyak uang untuk...., cepat-cepat dihapusnya pikiran itu sebelum melayang lebih jauh.

Si mata biru mendengus menghina melihat kebekuan Jungkook, "Oke saya asumsikan kau tidak dapat membayar tunai pinjaman itu, meskipun saya sedikit bertanya-tanya kenapa Pria lajang seperti anda bisa menghabiskan uang sebanyak itu, tapi toh itu bukan urusan saya." Senyum di sudut bibir lelaki itu langsung menghilang dan tatapannya berubah menjadi dingin.

"Jadi, selama kau masih berhutang pada perusahaan ini dan belum bisa menyelesaikan kewajibanmu, jangan seenaknya mengira kau bisa mengundurkan diri dari perusahaan ini. Hanya sayalah, yang bisa memutuskan apakah kau layak dipertahankan atau disingkirkan, jadi kembalilah bekerja dan singkirkan moralitasmu yang munafik itu!"

Jungkook menatap lelaki itu dengan kebencian yang meluap-luap, "Hanya pinjaman itu yang menahan saya disini, dan jika saya berhasil melunasi pinjaman itu, saya akan langsung angkat kaki dari perusahaan ini!, sekarang mohon ijin permisi, saya akan kembali bekerja!"

Taehyung menatap pintu yang tertutup dengan agak keras di depannya. Dia menunggu beberapa saat, lalu mendesah sambil melonggarkan ikatan dasinya yang terasa mencekik, dengan letih dia bersandar di kursi sambil memejamkan mata. Bukan salah Pemuda itu jika sekarang tubuhnya terasa begitu panas, tidak! Bukan cuma panas, kau sekarang benar-benar terbakar man!!

"Jeon Jungkook," Taehyung menggumamkan nama itu bagaikan mantra, lalu matanya membuka penuh perhitungan.

Well, jangan harap kau bisa semudah itu pergi dari sini, karena aku tak akan membiarkanmu pergi, Jungkook, gumamnya dalam hati.

Taehyung mengingat saat dia pertama kali melihat Jungkook, biasanya dia tak pernah memperhatikan Uke/wanita, para wanitalah yang biasanya mengejar-ngejar dirinya, Meski suka berganti ganti wanita, Taehyung dikenal sebagai kekasih yang sangat dingin. Dia selalu menjaga jarak dan tak pernah mengijinkan siapapun terlalu dekat, baginya wanita hanyalah tempat penyaluran gairahnya dan dia akan membayar itu dengan perhiasan mahal, pakaian mewah dan hadiah-hadiah lainnya, dan itu sudah cukup memuaskan bagi dirinya dan wanita-wanita itu.

Tapi Jungkook....., pemuda itu sudah 2 tahun bekerja sebagai supervisor lapangan disini, dan Taehyung bahkan tak pernah bertemu langsung dengannya, Yah tentu saja! Taehyung mendengus, Seorang CEO tidak ada urusannya dengan supervisor lapangan.

Dan entah nasib sial apa yang menghinggapinya ketika pertama kali dia bertemu dengan Jungkook, ketika itu dia sedang menjamu tamu penting dilokasi yang berdekatan dengan proyek pameran pemasaran yang sedang berlangsung, maka secara impulsif diputuskannya untuk mampir.

Manajer pameran langsung tergopoh-gopoh menyambutnya. Lalu pemuda itu muncul. Dengan tubuh mungil, pakaian kerja yang efisien dan make up sederhana, Jungkook jelas-jelas kalah jika di- bandingkan dengan pacar-pacarnya yang selalu seksi dan spektakuler serta berasal dari kelas atas.

Tapi tubuh Taehyung bagaikan disadarkan ketika melihat Jungkook, dan ketika mereka bersalaman, tangannya bagaikan disengat listrik, gairah langsung meletup dari ujung kepala sampai ke kakinya begitu menggebu-gebu sampai membuat kepalanya pening.

Kenyataan bahwa Jungkook sama sekali tidak memperhatikannya kecuali sebagai bos sama sekali tidak membantu.

Taehyung menyadari ia mulai terobsesi pada Jungkook, dimanapun ia berada, kapanpun ia ada, ia selalu mencari Pemuda itu.Tak mau seharipun dilewatinya tanpa menyempatkan diri melihat Jungkook, hingga seolah-olah Pemuda itu merupakan eksistensi kehidupannya. Bahkan demi hal itu, sekarang ia mendapati dirinya mulai me- manipulasi beberapa proyek yang sedapat mungkin melibatkan divisi Jungkook semata-mata agar dia bisa sering melihat Jungkook.

Mungkin ini kegilaan sesaat, atau mungkin alamiah. Taehyung pernah membaca bahwa ada orang-orang tertentu yang memang dapat membuatmu sangat bergairah, entah karena hormon, aroma atau yang lainnya, mungkin Jungkook salah satu diantaranya. Ini hanyalah masalah nafsu, dan akan segera hilang begitu nafsu ini dipuaskan, gumam Taehyung dalam hati, berusaha menenangkan dirinya.

Dengan dahi berkerut dipandanginya laporan pinjaman karyawan dimejanya. Yah sepertinya ini akan sangat mudah, melihat besarnya pinjaman Jungkook, kelihatannya Pemuda ini sangat konsumtif dan menyukai uang, dengan sedikit pengeluaran ekstra pasti akan sangat mudah menarik Pemuda itu ke ranjangnya, dan setelah dia terpuaskan, pasti akan lega sekali bisa terlepas dari obsesi yang menyiksa ini.

"Bagaimana kondisinya suster?"

Jungkook baru saja sampai, di luar hujan deras sekali, dan air menetes- netes dari rambutnya. Perawat itu memandangnya dengan penuh kasih, sudah 2 tahun dia mengenal Jungkook. Dari Jungkook masih Pemuda polos yang kebingungan, sampai akhirnya dia berubah menjadi Pemuda tegar yang penuh semangat dan mengambil alih semua tanggung jawab yang mungkin terlalu berat untuknya, Kasihan sekali kau nak, gumamnya dalam hati.

"Kondisinya baik Jungkook, tekanan darahnya normal dan detak jantungnya stabil, itu bagus, dia begitu tenang seharian ini, dia tidak mengalami serangan, jadi tidak perlu merasakan kesakitan."

"Dia tidak mengalami serangan?" mata Jungkook melebar bahagia, "terimakasih Suster lee, kalau begitu aku akan melihatnya dulu."

Jungkook memasuki ruangan putih sederhana itu, dipandangnya ranjang yang menjadi pusat ruangan itu. Di atas ranjang, terbaring sosok yang lemah, tubuhnya terhubung dengan selang yang terjalin ke mesin- mesin, Jungkook duduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan yang terhubung dengan jarum infus, sebuah cincin emas melingkar di jari lelaki itu, ya, cincin yang sama yang melingkar di jarinya, lelaki ini adalah Mingyu, tunangannya yang terbaring koma sejak lebih dua tahun yang lalu.

"Apa kabarmu sayang?" gumamnya penuh perasaan.

Sosok itu tetap diam dan ruangan terasa hening, hanya suara mesin mesin pemonitor detak jantung dan desisan alat pengatur oksigen yang terdengar, Jungkook mengecup cincin di jari lelaki itu, ingatannya menerawang kembali ke masa dua tahun lalu dimana hidupnya yang indah dan bahagia berubah menjadi tragedi.

Saat itu persiapan pernikahan mereka, Mingyu sudah cukup mapan dan sangat mencintai Jungkook, dan Mingyu tidak mempunyai keluarga, lelaki itu dibesarkan di panti asuhan lalu berjuang mandiri sehingga bisa menjadi pengacara handal yang cukup sukses.

"Aku sebatang kara di dunia ini sebelum bertemu denganmu," begitu ucapan syukur Mingyu dulu ketika Jungkook menerima lamarannya. Jungkook begitu bahagia waktu itu, dia begitu dicintai dan kedua orang tuanya begitu mendukungnya, sebagai anak tunggal orang tuanya memang sedikit lebih protektif padanya dibandingkan orang tua lainnya, tapi mereka bisa melihat ketulusan hati Mingyu dan menerima Mingyu dengan tangan terbuka.

Lalu pagi yang penuh tragedi itu terjadilah, Jungkook sedang melakukan pengepasan gaun pengantin, pernikahan mereka tinggal sebulan lagi. Ketika itu Mingyu menelpon, karena Jungkook meminta tolong padanya untuk menjemput orangtua Jungkook di bandara, orang tua Jungkook baru pulang dari tugas dinas ayah Jungkook di Busan.

Sebenarnya merupakan tugas Jungkook menjemput mereka, tetapi karena supir keluarga sedang cuti dan waktunya bersamaan dengan jadwal fitting baju pengantin, Jungkook meminta bantuan Mingyu. Mingyu tidak pernah merasakan punya orang tua, jadi dia sangat menyayangi kedua orang tua Jungkook, begitu pula sebaliknya, jadi, tugas sepele seperti menjemput orangtua di bandara terasa sangat menyenangkan baginya.

"Kami akan menuju ke tempat fitting baju segera setelah sampai, lalu kita bisa makan siang bersama-sama, tapi ups! Kamu kan tidak boleh makan banyak-banyak, nanti baju pengantin itu tak akan cukup sebulan lagi"' candanya dengan riang.

Jungkook sempat merajuk tapi kemudian Mingyu bisa membuatnya tertawa lagi, "Kau tahu, aku tidak sabar bertemu dengan orangtuamu Aku merindukan mereka."

Lelaki itu tertawa lalu menutup telepon setelah mengucapkan satu- satunya janji yang tidak bisa ditepatinya, "Aku janji, segera setelah kami dekat tempatmu, aku akan menelponmu, jadi kau bisa siap-siap di depan, Bye calon pengantinku, i love u..." Itulah saat terakhir Mingyu menelponnya. Sama sekali tidak ada firasat hari itu, sama sekali tidak ada pertanda bahwa pagi itu akan menjadi mimpi paling buruk dalam hidupnya,

Dan telepon itulah awal dari rentetan bencana. Yang menelponnya kemudian bukanlah Mingyu yang dicintainya, melainkan petugas rumah sakit. Mobil yang dikendarai Mingyu menjadi salah satu korban tabrakan beruntun di jalan tol, Ayahnya meninggal di tempat, Ibunya dalam kondisi kritis dan Mingyu sudah tak sadarkan diri karena benturan keras di kepalanya.

Jungkook menjalani semuanya seorang diri, hari itu dia bergerak bagai robot mengurusi pemakaman ayahnya sekaligus mengkhawatirkan kondisi ibu dan tunangannya, tak ada waktu untuk menangis, dan kemudian keesokan harinya ibunya meninggal menyusul ayahnya, Jungkook harus menanggung kepedihan memakamkan kedua orang tuanya dalam dua hari berturut-turut seorang diri, lalu malam itu, ketika dokter memutuskan bahwa Mingyu mengalami koma serta tidak diketahui kapan akan sadar, ketegaran Jungkook runtuhlah sudah, semua kepedihan bertubi-tubi yang menerjangnya sudah tidak dapat di- tanggungnya lagi, dia pingsan dan ketika sadar dia hanya bisa menangis.

Lalu Suster lee datang, seorang perawat setengah baya yang sangat keibuan. Suster itulah yang membantu Jungkook agar tidak terpuruk, yang membuat Jungkook sadar bahwa dialah satu-satunya yang dimiliki Mingyu untuk membantunya bertahan hidup.

Dengan cepat Jungkook bangkit, menyadari bahawa dia sendiri yang harus berjuang demi Mingyu, lelaki yang sangat dia cintai. Dan mengetahui bahwa biaya perawatan Mingyu tidak murah, Jungkook segera bergerak cepat, dijualnya rumah keluarganya, dan dikumpulkannya semua aset yang dimilikinya lalu pindah ke tempat kost yang mungil memahami bahwa efisiensi sangatlah penting, lalu dia pindah pekerjaan dengan gaji lebih bagus.

"Berjuanglah untuk bertahan Mingyu, karena aku akan berjuang untuk- mu," tekad Jungkook dalam hati waktu itu.

Namun sekarang hampir dua tahun lebih berlalu, seluruh aset yang dimiliki Jungkook sudah habis, bahkan dia harus menanggung hutang ke perusahaan untuk menutup biaya perawatan Mingyu, dan tunangannya tercinta itu masih belum sadar juga.

"Kau tahu tadi pagi aku bertengkar dengan bosku," Jungkook memulai kebiasaannya, mengobrol satu arah dengan Mingyu, menceritakan kisah kehidupannya sehari-hari pada Mingyu, "Matanya biru dan dia sangat menyebalkan, dan kau tahu? Dia sama sekali tak menghargai moralitas, kau pasti akan bertengkar hebat dengannya karena sebagai pengacara kau sangat menjunjung tinggi moralitas."

Jungkook terkekeh membayangkan hal itu, lalu direbahkannya kepala- nya di ranjang sambil mengamati wajah Mingyu, "aku merindukanmu tahu, sudah lama aku tidak mendengar suaramu, sampai kapan kau mau tidur terus? Awas ya, jangan salahkan aku kalau suatu saat kau memanggilku ditempat ramai dan aku tidak mengenali suaramu."

Diluar pintu, Suster lee yang mendengar percakapan itu menutup mulutnya dengan tangan, matanya berkaca-kaca. Betapa tegarnya

Pemuda itu, betapa hebatnya dia, selama dua tahun dia berjuang dan belum mendapat jawaban, tapi semangatnya sama sekali tidak pernah surut.

Selama hampir dua jam Jungkook bercakap-cakap searah dengan Mingyu, lalu ketika Suster lee mengingatkan bahwa waktu sudah menunjuk- kan jam 9 malam, Jungkook bangkit dari duduknya, dikecupnya dahi Mingyu penuh kasih sayang, "Sudah dulu ya, aku akan pulang dan tidur, besok aku akan kesini dan menengokmu lagi, aku mencintaimu Mingyu."

Jungkook lalu menemui Suster lee yang masih menunggu di luar, suster itu menyerahkan kantong plastik pada Jungkook, "Ini mie goreng kesukaanmu, kau tadi buru-buru kesini karena hujan, pasti kau tak sempat makan malam."

"Terimakasih suster," Jungkook memeluk wanita gemuk setengah baya yang selama dua tahun ini telah menjadi sandaran hatinya.

"Wajahmu terlihat pucat nak, kau pasti kecapekan, jangan terlalu memaksakan diri."

Jungkook menarik napas letih tapi tetap mencoba tersenyum riang, "Aku harus terus bekerja suster, apalagi sudah hampir tanggal lima."

Tanggal lima adalah tanggal rutin Jungkook harus melunasi biaya perawatan Mingyu yang makin membengkak setiap bulannya.

Suster lee memandang Jungkook dengan hati-hati, "Kau tahu nak, ada beberapa cara yang lebih ringan, dokter memperbolehkan Mingyu di- rawat di rumah...,"

"Tidak!" Jungkook memandang Suster lee dengan ngeri, "Mingyu kan sering mengalami serangan, aku tidak mau Mingyu kenapa-kenapa, disini adalah tempat Mingyu akan mengalami penanganan yang paling tepat, dan aku akan berjuang berapapun biayanya."

Suster lee memandang Jungkook dengan penuh kasih sayang, me- nyadari betapa bisa keras kepalanya Pemuda itu jika dia sudah punya kemauan, "Ya sudah, pulang dan istirahatlah, jangan lupa dimakan mienya, dan ingat Jungkook kalau kau kekurangan uang, aku punya simpanan uang yang..."

Jungkook memeluk Suster lee sekali lagi dengan penuh rasa sayang, "Anda tahu suster, Bantuan suster sudah lebih dari cukup selama ini, saya tidak tahu bagaimana lagi saya harus berterimakasih."

Tbc