1 Level 1 : Dimana ini?

"Uhk... Uhk...."

Aku terbatuk setelah mendapati diri terbaring diantara debu, tanah kering, dan abu. Disekitarku hanya ada pohon yang habis terbakar, dan kerangka manusia-kuda yang tergolek didepanku.

"Dimana ini?" gumamku sembari mengangkat tubuh.

Puih! Banyak sekali abu masuk dalam mulutku. Tempat apapun ini, yang pasti berbeda dengan tempatku berasal.

"Selamat datang, pemain!"

Sekilas suara muncul bersamaan dengan beterbangannya abu menuju suatu titik. Gumpalan kabut-abu itu memampatkan diri, lantas membentuk sesosok pria tua dengan jubah dan topi fedora hitam menutupi kepalanya.

"Siapa Anda?" tanyaku dengan rasa penasaran.

"Kau tak perlu mengetahui namaku, serta tak perlu bersikap formal begitu. Cukup panggil aku Teashire. Sudah jelas?"

"Baiklah. Tapi, pemain? Apa maksudnya?"

"Kau belum sadar juga?" ujarnya sambil menyeringai, lantas menghilang seperti abu tertiup angin.

"Bisa dibilang, kau "diundang" untuk ikut serta dalam sebuah permainan. Namun bukan sembarang permainan. Ini permainan hidup dan mati, hahaha," sambungnya setelah muncul di belakangku dengan tiba-tiba. Berbeda dengan tadi, kini ia mengambil bentuk seekor kucing hitam yang melayang diantara debu yang tertiup angin.

"Diundang?"

"Yup. Kau tahu permainan battle royale, bukan? Permainan inilah yang akan kau mainkan."

"T-tunggu dulu? Battle royale? Jadi, aku harus membunuh atau dibunuh? Kau bercanda?"

"Tidak, aku serius. Namun, ada yang menarik disini. Kau akan bergabung dalam sebuah tim, yang ditentukan berdasar statistik fisik dan mentalmu. Satu diantara dua belas tim, mampukah kau menjadi yang satu itu?"

Aku menatapnya geram. Sialan! Sebenarnya apa yang dia inginkan?

"Ingatlah! Dalam permainan ini, ada beberapa "NPC". Jangan pernah berpikir untuk membunuh mereka, atau kau akan menyesalinya. Dan selain itu, di "late game" akan muncul tim tambahan. Menarik bukan?"

"Apa maksudmu, hah?!"

Aku mencoba menghajar makhluk ini, namun nihil. Dia menghilang menjadi kepulan debu dan abu.

"Ini, kuberikan panduan!"

Sebuah buku menimpa kepalaku, bersamaan dengan pudarnya kepulan debu.

Kini, kemana aku harus pergi?

***

Waktu kian bergulir, langkah semakin jauh. Di depan sana terlihatlah daerah rawa-rawa dengan pohon-pohon mati mengisi tiap lima meter persegi tanah. Aroma bangkai, darah kering, bunyi kaokan gagak, suara erangan, mayat-mayat yang bertebaran, semuanya seperti menyambutku di langkah pertama memasuki rawa. Busuk, begitu busuk. Jika bukan karena masker gas yang kutemukan di balik tumpukan tulang, entah berapa banyak isi perut kukeluarkan.

"Senjata, aku butuh senjata," gumamku di tiap langkah, mencari sesuatu yang dapat kugunakan untuk bertahan dari serangan yang bisa saja muncul tiba-tiba.

Bayonet? Cukuplah. Lagipula banyak peluru Nagant. Eh, ini bukan bayonet. Ini Mosint Nagant yang dimodifikasi. Ah, sudahlah.

Kaki ini mulai lelah, dan rawa semakin jauh dibelakang. Langit kini mulai gelap, mentari semakin bergulir ke ufuk barat. Kurasa aku harus bermalam di sini untuk saat ini.

***

"Kaok... Kaok..."

Gagak-gagak itu, nampaknya mereka terus saja mengikutiku dari rawa. Apakah aku akan menjadi makanan mereka?

Begitulah isi pikiranku malam ini, saat membaca lembar demi lembar dari buku yang diberikan Teashire. Melihat daftar tim membuatku tak yakin dapat bertahan hingga akhir. Apalagi setelah membaca sebuah kata yang tak asing di telingaku.

"Mask Rabbit"

Apakah mereka termasuk tim reguler? Aku tak tahu, tapi aneh rasanya membaca dua zodiak yang sama dalam fengshui. Rabbit? Mask Rabbit? Entahlah, yang pasti aku tak ingin menemui salah satu dari kelinci sialan itu.

"Hei, kau bagus juga ya?"

Teashire, dia lagi. Ada apa sekarang?

"Tak perlu menatapku begitu. Aku hanya ingin memberi tahumu satu hal, yang lupa kukatakan tadi."

"Sudahlah. Sekarang apa?!"

"Kau tentunya sudah membaca daftar peserta, bukan? Aku hanya ingin memberi tahu, bahwa 'mereka' bisa ada dimanapun, bahkan menyusup dalam tim kalian. Jadi, semoga beruntung! Ngomong-ngomong, boleh kuminta ikanmu?"

Kucing sialan, pergi seenaknya saja. Eh, ini dubloon? Baiklah, kurasa dia tak semenyebalkan itu jika sedikit membantu. Hehehe

Sebaiknya aku segera beristirahat, esok hari yang panjang bagiku.

***

Asap yang timbul dari api unggun yang padam mengusik tidurku. Nampaknya sudah waktunya melanjutkan perjalanan. Berdasar peta, lokasi yang mungkin kukunjungi untuk membeli sesuatu adalah zero point, lima ratus meter dari sini. Semoga saja aku selamat tanpa harus menemui anggota tim lain.

Namun, sepertinya harapan itu hanya sekedar harapan. Suara daun yang bergemerisik di tanah mau tak mau membuatku memasang posisi siaga.

"Siapa itu?"

*dor*

Suara tembakan terdengar. Peluru Nagant menghantam batang pohon pinus.

"Hei, hei. Santai kawan, santai. Turunkan senjatamu. Dari tim mana kau?"

Seorang pria muncul dari balik pohon, mengangkat kedua tangannya tinggi di udara. Wajahnya tak menunjukan permusuhan sama sekali. Namun, buku tidak dinilai dari sampulnya saja, bukan?

"Aku? Aku di tim ular. Sekarang, kau ada di tim mana?" ujarku masih dengan popor teracung.

"Tim ular? Kita satu tim kalau begitu?"

"Buktikan!"

Ia menunjukan buku yang dibawanya. Sampulnya merah darah, dengan gambar ular berposisi siaga yang sama persis dengan punyaku.

"Bagaimana? Kau percaya, kan?"

avataravatar
Next chapter