webnovel

A Boy Named Wei Wuxian

namanya Wei Wuxian. seorang pemuda yatim piatu yang tumbuh dibawah asuhan sahabat ketntal sang ayah, Jiang Fengmian. Wei Wuxian tumbuh menjadi anak yang ceria dengan aura positif yang membuat orang lain mudah jatuh hati padanya, hingga mampu menaklukan hati tiga pemuda tampan nan populer dari sekolahnya. namun, tentusaja, hidup tidaklah sesempurna itu. Wei Wuxianpun memiliki liku dalam hidupnya, kisah kelam yang menjadi bagian hidupnya. dan inilah kisahnya. Disclaimer! I own the story but the characters inside is belong to MXTX

Bluesheart01 · LGBT+
Not enough ratings
23 Chs

chapter twenty

Jin Jixuan pernah merajai hati seorang Wei Wuxian.

Jin Jixuan pernah menjadi tempat Wei Wuxian bergantung dalam hidupnya yang sepi dan muram.

Pria itu pernah memiliki Wei Wuxian seutuhnya; hati, jiwa bahkan tubuhnya.

Hingga menghasilkan satu kehidupan baru.

Wei Xiao Yu.

Bagi dunia Wei Wuxian yang gelap dan dingin, Jin Jixuan tak ubahnya cahaya lilin yang memberinya cahaya dan kehangatan.

Wei Wuxian telah mempercayakan seluruh hidupnya untuk pria itu.

Akan tetapi, hari dimana ketika pria itu mengatakan ia akan menikahi orang lain; setelah semua yang dia berikan, setelah satu kehidupan tumbuh dalam perutnya,

Itu adalah hari dimana Wei Wuxian merasakan seluruh pijakannya runtuh, seperti terlempar kedalam kegelapan yang pekat, seperti semua udara terampas begitu saja darinya,

Wei Wuxian tak ubahnya dedaunan dimusim gugur,

Yang layu, lalu menghilang tertiup angin.

Sampai akhirnya Wei Xiao Yu lahir dan memberinya kekuatan untuk kembali berdiri setelah sekian lama terpuruk dalam jeruji putus asa.

Menuntunnya meniti jalanan yang tak lagi sempit untuk bertemu Lan Wangji.

Ia kira, hidupnya sudah sempurna.

Namun, seperti apa yang dikatakan para filsuf,

Dimana ada cahaya, disanalah kegelapan bersumber.

"Wei Ying."

Senyuman itu,

"Apa kabar?"

Suara itu,

"Aku merindukanmu."

Perbedaan cinta dan benci hanya setipis benang

Benar, pria itu adalah orang yang pernah dia cintai.

Ia pikir, ia hanya telah kehilangan rasa untuk Jin Jixuan.

Sampai pertemuan mereka hari ini, ia baru menyadari bahwa sekarang ia sangat membenci pria itu.

Wei Wuxian. Amat. Sangat. Membenci. Jin Jixuan!

Tangan Wei Wuxian mengepal, giginya bergemeletuk melihat senyum tanpa dosa pria dihadapannya.

Apa selama ini dia hidup baik-baik saja? Sementara dirinya harus menanggung semuanya sendirian.

Wei Wuxian berjalan cepat kearah Jin Jixuan, ia merebut Xiao Yu dari gendongan pria itu membuatnya sedikit terkejut.

"Mama, kenapa?" Xiao yu mendongak menatap wajah Wei Wuxian yang sedikit tegang, ini adalah pertamakalinya Xiao Yu melihat wajah sang mama yang seperti ini.

Cukup menakutkan untuk dirinya yang masih balita.

Tangan Wei Wuxian memeluk puteranya erat-erat, namun matanya masih memaku tajam kearah pria Jin yang balik menatap lurus kearahnya.

Jauh dalam hatinya, ia sangat ingin meninju dan memaki Jin Jixuan.

Ia ingin menumpahkan rasa sakit dan kesepian yang selama ini ia pendam, Wei Wuxian ingin Jin Jixuan tau bagaimanapun ia mencoba berbesar hati dengan merelakannya menikahi orang lain, ia tetap manusia yang memiliki sisi egois.

Yang pernah menginginkan pria itu ada disampingnya dimasa sulit ketika dirinya berjuang untuk melahirkan buah hati mereka.

Namun, ada Xiao Yu dalam pelukannya, ia tak mau membuat puteranya memiliki kenangan buruk atau bahkan trauma.

Ia tak ingin puteranya melihat Wei Wuxian hilang kendali.

Xiao Yu harus tumbuh dengan kenangan yang baik dan penuh kasih sayang.

Yang bisa ia lakukan hanya berbalik pergi, pulang menuju rumah dan suaminya.

"Wei Ying, ikutlah denganku."

Wei Wuxian kembali berbalik, ekspresinya menunjukan rasa tidak percaya pada pria dihadapannya.

"Apa maksudmu?"

Jin Jixuan melangkah mendekat, tangannya terulur hendak menyentuh wajah yang dirindukannya namun Wei Wuxian menghindar.

Jin Jixuan tersenyum kecut, ia menurunkan kembali tangannya.

"Ikutlah denganku, kita bisa memulai semuanya dari awal. Hanya kau, aku, dan putera kita." Ia kembali tersenyum dengan tutur kata yang lembut penuh rayuan.

Jin Jixuan memang tak pernah berubah.

Kalimat memikat dengan nada yang mengundang debaran jantung, orang naif sepertinya pastilah gampang terbujuk hingga bertekuk lutut.

"Kau pasti sudah tidak waras." Bisiknya,  ia tak habis pikir dengan pola pikir Jin Jixuan.

Pria itu sudah memiliki anak istri, dan sekarang memintanya untuk kembali padanya?

Jin Jixuan pasti tekah kehilangan akal!

Wei Wuxian kembali berbalik hendak meninggalkan pria itu, namun langkahnya terhenti ketika empat orang pria tinggu besar dengan jas hitam berjajar menghadang jalannya.

Tawa culas mengudara, Jin Jixuan memutari tubuhnya lalu meraih paksa wajah Wei Wuxian, "aku tau kau adalah ibu yang baik, kau pasti tak ingin putera kita melihat mamanya diseret pergi 'kan?"

Napas Wei Wuxian memburu menahan emosi, hatinya telah bergejolak dengan kemarahan yang meletup.

"Kau sudah merencanakan semuanya?"

"Tentu. Buruanku adalah seekor kelinci yang lincah, tentu aku harus menyiapkan perangkap sempurna untuk menangkapnya."

Pria Jin itu mengelus pipi Wei Wuxian, ia mencium keningnya lalu melangkah mundur.

"Jadi, kau akan pergi sendiri atau menunggu mereka menyeretmu? Kau pasti tak ingin putera kita memiliki trauma, bukan?"

Wei Wuxian tak berkutik, ia menunduk menatap wajah puteranya yang polos.

Xiao Yu adalah kelemahan terbesar dalam hidupnya. Ia telah mengorbankan segalanya untuk sang putera, dan akan kembali mengorbankan hal lainnya demi kebahagiaan Xiao Yu.

Tanpa kata, ia memasuki mobil yang telah Jin Jixuan siapkan.

Pria Jin itu tersenyum lebar, ia duduk disamping kemudi dan hendak memakaikan sabuk pengaman untuk Wei Wuxian namun dia menolak.

"Aku bisa memasangnya sendiri." Ujarnya dingin.

"Baiklah, kita pergi sekarang."

Jin Jixuan menyetir dengan senandung kecil tang keluar dari bibirnya, senyumannya tak pernah mengendur.

Wei wuxian disampingnya diam membisu, ia menyandarkan kelapanya dijendela mobil, menatap jajaran pohon disepanjang jalan yang sedikit sepi.

Lebam malam terpulas cahaya kota yang gemerlap. Dalam pikiran kalutnya, nama Lan Wangji melintas begitu saja.

Ia merindukan prianya.

Bagaimana suaminya sekarang? Setelah Xiao Yu yang menghilang, kimi dirinyapun ikut lenyap.

Ia tak tau bagaimana lerasaan Lan Wangji.

Apa dia akan menangis?

Dia pasti merasa sedih.

Wei Wuxian mendekap cincin pernikahannya dengan Lan Wangji.

"Lan Zhan." Bisiknya.

"Mama, kita mau kemana?" Xiao Yu kembali bersuara.

Wei Wuxian mengusap wajah puteranya, bibirnya mengulas senyum tipis untuk menenangkan.

"A Yu bilang ingin jalan-jalan 'kan?"

"Apa dada ikut?"

"Mn, dada akan menyusul kita nanti. Tapi A Yu jangan nakal, oke?"

Xiao Yu mendusel didadanya, anaknitu menguap kecil.

"A Yu lindu dada."

Wei Wuxian mengusap kepala puteranya, ia mencium kepala Xiao Yu dan berbisik ditelinga Xiao Yu yang telah terlelap, "dada akan datang untuk kita."

Jin Jixuan bukannya tak mendengar, ia hanya mencoba menjernihkan pikirannya agar tak semakin gila.

Ia sadar, apa yang ia lakukan saat ini termasuk tindak kriminal.

Namun bagaimana lagi?

Ia tak bisa lagi menahan dirinya utlntuk bersama orang yang dicintainya.

Diam-diam dirinya menatap Wei Wuxian yang telah lelap menyusul putera mereka.

Ia telah membulatkan tekadnya.

Berlari membawa Wei Wuxian dan Xiao Yu.

.

.

Lan Wangji kalut.

Ia sudah seperti orang gila mencari Xiao Yu dan Wei Wuxian yang menghilang tanpa jejak.

Ia berlari tanpa arah, berharap bisa menemukan keduanya disuatu tempat.

Malam telah memuncak, hingga harum pendek arlojinya menunjuk angka 1, Lan Wangji tak kunjung menemukan anak dan istrinya.

Kakinya lemas, lalu ambruk dibahu jalan.

Kedua tangannya berumpu mengusap wajah yang tak karuan.

"Wangji, pulanglah. Kita bisa melapor ke kantor polisi besok." Song Lan berjongkok, tangannya meremat bahu Lan Wangji memberi kekuatan.

"Zichen Xiong, bagaimana bisa aku pulang sementara Wei Ying dan A Yu masih belum ditemukan? Apakah mereka baik-baik saja atau mereka terluka? Aku tidak tau bagaimana keadaan mereka."

Ini adalah kali pertama Song Lan mrlihat raut putus asa Lan Wangji, ia bisa merasakan emosi pria itu.

Ia juga sama khawatirnya, adik dan keponakannya menghilang, baik dirinya dan Xiao Xingchen merasa sangat cemas dan takut.

"Wangji, aku tau kau cemas, begitupun aku dan Xingchen. Tapi kau juga harus istirahat, kau sudah kelelahan, kau tidak boleh jatuh sakit jika ingin menemukan A Xian dan A Yu secepatnya."

Wangji diam beberapa saat, lalu bangkit dan berjalan kearah mobil Song Lan.

Bagaimanapun, apa yang dikatan Song Lan benar.

Ia ingin menemukan keluarganya secepatnya.

.

.

Wei Wuxian merasakan beban berat menimpa tubuhnya.

Tidurnya terusik, bola mata yang masih tertutup bergulir merasa tak nyaman.

Perlahan, ia membuka kedua matanya laku terkejut ketika tubuhnya dililit pelukan erat.

Matanya membola menemukan Jin Jixuan yang tidur sambil memeluknya, seketika ia melepas pelukan itu dan melompat menjauhi tempat tidur.

Matanya menelusuri tempat ini.

Ruangan asing dengan langit-langit berukiran mewah. Kakinya berlari kearah jendela, dan yang ia temukan adalah pemandangan kota yang terlihat kecil.

Dirinya berada diketinggian yang tak bisa ia bayangkan.

Mungkinkah lantai 40? Atau bahkan seratus?

Ia tak tau.

Ditambah, ia tak tau dimana dirinya sekarang.

Apakah masih dinegara Jerman? Atau Jin Jixuan membawanya kenegara lain.

"Kau sudah bangun?" Wei Wuxian menoleh, mendapati Jin Jixuan yang berjalan dengan segelas air putih ditangannya.

Jantung Wei Wuxian berdegup kencang, dirinya merasa sangat was-was.

"Dimana ini?"

Jin Jixuan tersenyum, ia menghampiri jendela disamping Wei Wuxian dan membukanya.

"Lihatlah, bukankah pemandangan disini lebih indah dibanding Jerman?"

Wei Wuxian menggeram, ia meraih kerah piyama Jin Jixuan dan mencengkramnya erat.

Xiao yu sedang terlelap, dan artinya dia bebas melakukan tindak kekerasan pada bajingan dihadapannya.

"Apa kau sudah gila? Jin Jixuan!!!" Ia berteriak dihadapan pemuda itu.

"Ya, aku sudah gila dan itu karenamu." Pria itu tersenyum mengejek, Wei Wuxian terperangah, ia melepaskan cengkramannya perlahan.

Kini, giliran pria itu yang menerkamnya. Jin Jixuan menarik pinggang Wei Wuxian hingga tubuh keduanya menempel.

"Sudah kubilang, kita akan memulai semuanya daei awal. Tidak akan ada yang menemukan kita ditempat ini. Hanya kau, aku dan Xiao Yu." Bisiknya rendah, ia mengusap wajah Wei Wuxian, menelusuri daei alis, pipi hingga bibir yang selama ini ia damba dalam mimpi dan khayalan kotor.

Hangat dan kenyal, ia sangat merindukan dua sensasi itu ketika kedua bibir mereka bertemu dalam tautan penuh cinta.

"Aku sudah menikah, begitupun dirimu."

"Aku tau. Aku bisa meninggalkan mereka untukmu, dan kau akan melakukan hal yang sama, tinggalkan Lan Wangji untukku."

"Jin Jixuan, kau sudah berjanji untuk mencintai shijie dan membahagiakannya. Kau sudah menikahinya bahkan memiliki Jin Ling, apa kau lupa?"

"Tentu saja tidak. Aku sudah mencoba mencintainya, tapi bagaimana lagi, kau begitu bebal hingga tak mau hilang dari pikiranku. Aku hanya mencintaimu."

Wei Wuxian menggelengkan kepalanya, ia sudah tak mengenal Jin Jixuan yang dulu.

"kau tidak mencintaiku. Kau hanya terobsesi padaku."

Jin Jixuan menyeringai, ia mendekatkan wajahnya pada Wei Wuxian hingga hidung keduanya bersentuhan.

"Entah cinta atau obsesi, apapun itu, aku tidak peduli." Ujarnya lalu membungkam Wei Wuxian dalam ciuman kasar.

Wei Wuxian memberontak.

Plak

Ciuman keduanya terlepas, pipi Jin Jixuan memerah akibat tamparan yang dilayangkan Wei Wuxian.

"Jin Jixuan, sadarlah!! Aku sudah tidak bisa bersamamu!! Aku sudah memiliki kehidupanku sendiri--"

"Bersama Lan wangji bajingan itu?!!" Jin Jixuan memotong kalimatnya.

"Kau yang bajingan, bukan Lan Wangji." Wei Wuxian menggeram.

Jin Jixuan merasa tertohok.

Wei Wuxian baru saja menyebutnya bajingan?

Ia hampir tak mempercayai telinganya.

Jin Jixuan menarik napas dalam-dalam, mencoba menekan emosinya yang sedikit tersulut.

"Mandilah, sebentar lagi sarapan datang." Jin Jixuan kembali menormalkan ekspresi wajahnya, ia bahkan tersenyum kecil pada Wei Wuxian.

Ia berbalik meninggalkan Wei Wuxian, "lepaskan aku dan A Yu." Pinta Wei Wuxian.

"Setelah sarapan, kita akan jalan-jalan. A Yu pasti akan lebih menyukai kota ini dibanding Jerman."

Pria itu tak mendengarnya.

Lutut Wei Wuxian terasa lemas, ia ambruk diatas lantai dingin.

Ia hanya tak pernah menyangka, jika Jin Jixuan bisa melakukan hal sejauh ini.

Bagaimana dengan Lan Wangji? Shijie? Juga Jin Ling?

Wei Wuxian merasa kepalanya berat. Kenapa hal mengerikan selalu datang secara bertubi-tubi padanya?

Kebahagiaan seperti halnya permen untuknya, yang hanya bisa ia kecap sesaat lalu lenyap.

.

.