webnovel

A Boy Named Wei Wuxian

namanya Wei Wuxian. seorang pemuda yatim piatu yang tumbuh dibawah asuhan sahabat ketntal sang ayah, Jiang Fengmian. Wei Wuxian tumbuh menjadi anak yang ceria dengan aura positif yang membuat orang lain mudah jatuh hati padanya, hingga mampu menaklukan hati tiga pemuda tampan nan populer dari sekolahnya. namun, tentusaja, hidup tidaklah sesempurna itu. Wei Wuxianpun memiliki liku dalam hidupnya, kisah kelam yang menjadi bagian hidupnya. dan inilah kisahnya. Disclaimer! I own the story but the characters inside is belong to MXTX

Bluesheart01 · LGBT+
Not enough ratings
23 Chs

chapter sixteen

Pasangan baru Lan sampai di paris pukul 06.10 pagi.

Keduanya baru saja sampai di kamar hotel yang mereka sewa dan Wei Wuxian sudah langsung menjatuhkan diri ke tempat tidur.

"Ah, lelah sekali!" Ia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Duduk selama kuramg lebih 7 jam dalam pesawat bukanlah hal yang terlaku bagus, meskipun mereka berada di kelas bisnis, tetap saja terasa pegal jika terlalu lama.

Lan Wangji membaringkan Xiao Yu yang kembali tertidur dalam perjalanan dari bandara ke hotal, pria Lan itu menempatkan putranya ditengah-tengah kasur.

Wei Wuxian langsung memeluk Xiao Yu dan mendusel ditubuh gempal itu.

"Wei Ying, mandi dulu." Wangji duduk disamping istrinya sambil mengusap kepalanya lembut.

"Lan Zhan, aku ngantuk." Kesadaran Wei Wuxian sudah diambang batas, matanya bahkan hanya terbuka setengah.

Ia berencana akan tidur seharian ini sebelum berjelajah menyusuri setiap sudit kota paling romantis ini.

"Lan Zhan!"

Namun sepertinya gagal, suaminya sudah mengangkat tubuhnya dalam gendongan dan membawanya ke arah kamar mandi.

"Kau harus mandi." Bisik pria itu.

Wei Wuxian yang mengerti hanya tersenyum lebar dan mengalungkan kedua lengannya dileher Lan Wangji. "Kau saja yang kerja, aku ngantuk. Mau tidur."

Pria Lan itu tidak menjawab melainkan hanya mengecup kening Wei Wuxian.

Lalu keduanya menghilang dibalik pintu.

Menyelesaikan urusan weding night yang tertunda karena perjalanan honeymoon semalam.

.

.

Wei Wuxian mengernyitkan dahinya. Matanya masih terpejam erat, namun telinganya mulai terganggu akibat suara giggles anak kecil.

Perlahan ia membuka matanya, hal yang pertama ia lihat adalah langit-langit kamar hotel. Lalu tangannya meraba sekitar tempat tidurnya dan tak menemukan siapapun.

Ia bangkit dan memijat kepalanya yang terasa berat akibat terlalu banyak tidur.

"Lan Zhan?" Suaranya serak, ia kemudian mengambil air putih yang tersedia disamping tempat tidurnya.

Wei Wuxian turun dari ranjangnya dan mendapati suara TV yang memutar kartun favorit puteranya, ia kemudian menghampiri ruang keluarga dan mendapati suami serta puteranya yang anteng menonton.

Xiao Yu duduk dipangkuan Wangji sambil tertawa lebar, sedang sang dada asik mengelusi kepala bocah itu dan sesekali menciumnya.

"Mamaa!!" Sang putera berseru senang melihat sang mama akhirnya bangun, "hai sayang." Wei Wuxian mencium kedua pipi puteranya lalu mendudukan dirinya disamping Lan Wangji, ia kembali merebahkan kepalanya dipundak lebar sang suami.

"Apa kau masih lelah?" Tanya Wangji, istrinya itu malah merengut dan memukul bahunya. "Kau berani bertanya begitu setelah menghajarku habis-habisan? Lan Zhan, aku tidak tau bahwa kau bisa sebuas itu." Ia mendengus.

Lan Wangji merasa bersalah pada istrinya itu, tapi bagaimana lagi? Itu sudah nalurinya sebagai pihak diatas.

Sebelah tangannya melingkari bahu Wei Wuxian, "kau boleh meminta apapun padaku sebagai gantinya."

"Benarkah?" Seketika Wei Wuxian merasa semangat.

Kepalanya sudah membayangkan berbagai hal menyenangkan yang bisa ia minta pada sang suami.

Ia terkikik. "Baiklah, kalau begitu sebaiknya kita bersiap!" Ia sudah bangkit hendak berlalu ke kamar mandi. Namun Lan Wangji malah menahannya, menatapnya dengan bingung.

"Kemana?"

"Lan Zhan, kita sudah kehilangan setengah hari dari bulan madu kita, setidaknya aku sudah cukup tidur dan sekarang saatnya menjelajah! Benarkan Wei junior?" Ia menoel pipi puteranya.

Lan Wangji yang mendengar itu merasa tak senang.

"Lan Junior." Ia mengoreksi.

Wei Wuxian bertingkah seolah terkejut, ia menutup mulut dengan mata membola. "Ya ampun. Apa tuan muda ini sudah bukan seorang Wei lagi?" Ia mengangkat puteranya tinggi-tinggi lalu menduselkan kepalanya di perut gembul itu membuat Xiao Yu tertawa kegelian. "Maa, geyii! Dada, mama gelitik gelitik A Yu maca." Anaknya itu malah mengadu pada sang dada.

Wangji meraih kedua orang itu dalam pelukannya dan mencium mereka satu persatu, "aku merasa kesulitan membedakan umur kalian." Ujarnya yang terdengar seperti ejekan ditelinga Wei Wuxian.

"Maksudmu aku seperti bayi begitu?" Ia mendelik judes.

Lan Wangji terkekeh sambil membawa kembali Xiao Yu dalam gendongannya. "Mandilah, kau bilang ingin jalan-jalan."

"Ah benar! Kalian juga harus bersiap-siap!" Ia segera melesat kedalam kamar mandi, meninggalkan Lan Wangji yang menggeleng maklum.

.

.

"Mama, Lampunya walna walni, kedip kedip lucuu!" Untuk kesekian kalinya Xiao Yu meracau.

Anak itu tak bisa diam bahlrang sejenak.

Hampir seharian mereka mengunjungi berbagai tempat wisata di kota ini, meski belum semua tapi Xiao Yu terlihat yang paling bersemangat.

Saat ini mereka tengah berada di area menara Eiffel, dan Xiao Yu tak berhenti mengagumi lampu yang menghiasi menara tinggi itu.

"Indah kan?" Tanya sang mama, Xiao Yu mengangguk, "dada, A Yu mau iti ada di kamal A Yu nanti." Pintanya polos.

"Apapun untuk pangeran kecil." Balas Wangji, sedang sang istri sudah melotot tajam, "kau berniat membawa benda itu masuk ke rumah kita?" Tanyanya sableng yang langsung dihadiahi sentilan di dahi mulusnya.

"Apa kau tidak tau yang namanya miniatur?"

Mendengar itu Wei Wuxian hanya nyengir.

"Mama, cucu." Xiao Yu menggoyangkan botol susunya yang sudah kosong.

"Ah Lan Zhan, bagaimana ini? Aku lupa membawa persediaan susu untuk A Yu?" Ia bertanya panik. Ia lupa untuk mempacking kebutuha Xiao Yi yang satu itu karena terburu-buru pergi ke bandara.

"Kita mampir ke supermarket sebelum pulang ke hotel."

Wei Wuxian mengangguk.

Mereka menyudahi acara jalan-jalan mereka dihari pertama ini. Selain sudah cukup lelah, mereka juga belum membereskan apapun di hotel, barang-barang mereka masih tersusun rapi dalam koper.

Jam menunjukan pukul 21.00 ketika mereka sampai di supermarket.

Tempat ini memang dibuka selama 24 jam penuh karena banyakmya turis serta warga setempat yang sering belanja tak kenal waktu.

Wangji mendorong troli belanja mereka sementara Wei Wuxian menggendong Xiao Yu.

"Lan Zhan, kenapa harus bawa itu? Kita hanya akan membeli susu kan?"

"Kita juga perlu beberapa kebutuhan lain yang tidak sempat dibawa, juga camilan untukmu dan A Yu."

Wei Wuxian tersenyum lebar, "ya ampun, kau memang benar-benar suami idaman ya?" Godanya, Wangji mencium pelipis istrinya dan kembali fokus memasukan beberapa kebutuha .

"Mama, mau itu!!" Xiao Yu menunjuk pada biskuit bayi kesukaannya, "waah, matamu cukup jeli ya?" Ia mengusak rambut puteranya gemas.

Wangji melihat trolinya sudah penuh dengan berbagai camilan, beberapa bahkan terjatuh ke lantai.

"Maa, ituu!" Telunjuk Xiao Yu kembali mengarah kearah rak, menunjuk rak paling atas berisi camilan favoritnya yang lain.

Itu terlalu tinggi, namun melihat Wangji yang sedang sibuk menata troli ia jadi urung untuk meminta bantuan.

"A yu, turun sebentar okay? Mama ambilkan dulu biskuitnya."

Akhirnya ia memilih menurunkan Xiao Yu sebentar dan berjinjit untuk mengambil biskuit yang berada di rak paling atas.

"Akh, kenapa ini tinggi sekali sih!" Ia mendumal kesal. Tangan dan kakinya terasa kebas karena harus meregang sekian jauh.

Wangji tersenyum melihat itu, sebagai seorang suami yang baik dan tajir ia tak akan pernah tega menolak permintaan istri dan anaknya.

Meski mereka meminta seluruh isi supermarket, akan ia berikan.

Lebay sih.

Namun saking asiknya memilih dan mengambil biskuit pesanan puteranya, Wei Wuxian sampai tidak sadar bahwa bayinya telah menghilang.

"Fyuh, apa ini tidak berlebihan?" Tanyanya, ia kaget sendiri melihat trolinya yang menggunung.

"Tidak, kau bisa menambahkan lagi apapun yang kau mau."

"Kau bercanda? Ini bahkan sudah seperti gunung everest yang menjulang, Lan Zhan!"

Keduanya terkekeh, namun kemudian, Wei Wuxian menyadari bahwa puteramya sudah tak lagi disampingnya.

"Lan Zhan, dimana Xiao Yu?" Tanyanya panik.

Wangji ikut mengedarkan pandangannya berharap menemukan anak itu.

Namun nihil, pengunjung disini terlalu ramai, ia kesulitan mencari jejak mungil Xiao Yu.

"Lan zhan, bagaimana ini? Bagaimana jika A Yu diculik?" Wei Wuxian sudah terisak, hatinya bertalu talu dan pikirannya sudah dipenuhi hal negatif.

Bagaimana jika seseorang menculik puteranya dan ia tidak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi? Ia tidak sanggup membayangkannya.

"Ini salahku, hiks. Kenapa aku harus menurunkannya tadi." Wangji memeluk kepala istrinya dan mengusapnya lembut, "tenanglah, ayo kita cari. A Yu pasti belum jaih dari sini."

Wei Wuxian mengangguk, mereka berpencar untuk mencari Xiao Yu.

"Xiao Yu!"

Ia memanggil, sesekali ia bertanya pada pengunjung sekitar tentang Xiao Yu, namun tak ada dari mereka yang melihat.

Tangan Wei wuxian gemetar, ia sudah sangat panik sekarang.

"Xiao Yu!" Ia kembali memanggil.

"A Yu, sayang!" Suaranya ikut gemetar dengan isakan kecil, hatinya sudah tak karuan sekarang.

"Mamaa" Wei Wuxian tersentak, ia memutar tubuhnya dan menemukan Xiao Yu yang berlari tertatih kearahnya.

Ia segera menghampiri puteranya dan memeluknya erat, "A Yu, kau kemana saja, hm? Mama dan dada mencari kemana-mana. A Yu jangan peegi tiba-tiba seperti itu lagi." Sang mama  menciumi wajah Xiao Yu dan mwncelos ketika melihat garis air mata dipipi puteranya.

"Tadi A Yu liat Balon Lucu, maa, hiks." Wei Wuxian kembali mwmeluk puteranya, "maafkan mama, harusnya mama tetap menggendongmu seperti ini." Bisiknya.

"Dada mana?" Anak itu bertanya sambil sesegukan.

"Dada juga sedang mencari A Yu. Dia jiga pasti sangat panik sekarang" Ia mencium kepala puteranya dan berjalan ke arah troli yang tadi sempat dititipkan suaminya ke salah satu petugas supermarket, mereka berjanji bertemu lagi disana.

Sesampainya disana, mereka melihat Wangji dengan raut khawatir memandang kearahnya.

"A Yu!wei Ying!" Wangji segera menghampiri keduanya, ia meraih Xiao Yu dalam gendongannya dan memeluknya erat. "A yu, kau tidak apa-apa?" Tanyanya panik.

Ia mengecek tubuh Xiao Yu, takut ia terluka. Ia menghela napas lega setelah mendapati puteranya baik-baik saja.

"A Yu kenapa pergi tidak bilang?" Wangji bertanya lembut.

"Maapin A Yu dada." Anak itu kembali menangis sambil menyembunyikan wajahnya dileher sang dada.

Wangji mengelus punggungnya, "sudah, tidak apa-apa. Mama dan dada sangat khawatir tadi." Ia ikut memeluk Wei Yingnya yang masih gemetar, istrinya itu masih sedikit shock atas hilangnya sang putera barusan.

.

.

Disisi lain, Jin Jixuan yang diam-diam mengikuti Wei Wuxian merasa langit dunianya runtuh.

Ia merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Pertama Wei Wuxian yang dipanggil mama oleh bocah kecil yang tadi ia temui, dan sekarang, pemandangan dimana rival terberatnya dulu, Lan Wangji, tengah memeluk erat keduanya dengan mesra dan penuh kasih sayang.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Kenapa Wei Wuxian bisa bersama Lan Wangji?

Apa selama ini Wei Yingnya berada disini?

Bagaimana bisa Lan Wangji menemukannya?

Itu adalah pertanyaan yang berputar dikepalanya, ia memijat keningnya yang terasa berat.

Rasa rindu dan penasaran juga khawatir bergumul dihatinya. Ia merasa tak bisa mampu menahan semuanya sekarang.

Ia melihat mereka mulai berlalu pergi, hatinya menyuruhnya untuk berlari mengejar Wei Wuxian dan kembali membawanya dalam pelukannya.

Namun tubuhnya menolak, ia rmtetap diam terpaku melihat merek menghilang diantara pengunjung.

.

.

Begitu sampai apartemen, Jin Jixuan menjatuhkan belanjaannya begitu saja.

Ia segera menuju ruang kerjanya dan mendudukan dirinya disana. Kedua tangannya meremas rambutnya frustasi, kembali mengingat apa yang tadi ia lihat.

Ia bahkan mengabaikan deringan ponsel dengan Caller Id 'istriku'.

Saat ini, Jin Jixuan sedang dipenuhi kekalutan.

Bayangan bocah mungil kembali muncul dikepalanya. Bocah itu sangat mirip dengannya, bahkan Jin Ling saja tak semirip itu dengannya.

Lalu, siapa anak itu?

Kenapa memanggil Wei Yingnya mama?

Apakah?

Jika diingat lagi, anak itu berusia sekitar satu tahun, dan Wei Wuxian menghilang tanpa jejak dua tahun lalu, seolah sedang menyembunyikan sesuatu.

Tangannya gemetar ketika kepalanya mengambil kesimpulan bahwa bocah itu kemungkinan besar adalah puteranya dari Wei Wuxian.

"Tapi dia laki-laki." Bisiknya lemah. Akan sangat tidak mungkin jika seorang lelaki bisa mengandung bahkan melahirkan.

Jin Jixuan meraih ponselnya dan menghubungi dokter kenalannya. Ia tak bisa menahan rasa penasarannya lebib lama lagi.

"Ji Xuan, kenapa?" Tanya seseorang diseberang telepon.

"Ge, apa menurutmu seorang pria bisa hamil?" Ia bertanya to the point, membuat seseorang yang ia tanyai langsung tersedak oleh air yang dia minum.

"Uhuk, Ji Xuan, kau bercanda?" Pekiknya sebal, hidung dan tenggorokannya terasa perih karena pertanyaan konyol pria itu.

Namun Jin Jixuan tak memperdulikannya, ia menganghuk kecil, "benar, laki-laki tak mungkin hamil." Bisiknya.

Orang diseberang telepon mulai tenang, ia kembali mengingat-ingat pertanyaan temannya barusan.

"Ah aku ingat, ada beberapa rekanku yang pernah menangani male pregnant. Tidak banyak sih, hanya sekitar 1 berbanding seribu dari setiap negara. Kenapa kau menanyakan itu? apa kau baru saja tidur dengan pria?" Laki-laki itu tertawa keras, tak tau saja jika seseorang yang meneleponnya sudah dag dig dug mau meledak.

Sambungan diputus paksa oleh Jin Jixuan.

Apa itu berarti?

Ia kembali menghubungi seseorang, jeda beberapa saat sampai aeseorang mengangkatnya.

"Cari tau semua informasi tentang Wei Wuxian dan Lan wangji. Cari setiap detilnya dan jangan sampai terlewat. Ah, jangan lupakan anak bernama Xiao Yu dan apa hubungannya dengan mereka."

Ia menutup teleponnya dan meremas tangannya kalut.

Ia sedang tidak berada dinegaranya, artinya ia bisa lebih leluasa untuk mencari tau tentang Wei Wuxian.

Selama ini ia hanya berani bertanya pada Jiang Fengmian saja, meski tak pernah menerima jawaban memuaskan.

Kali ini, ia pastikan akan menemukan pemuda itu.

Bagaimanapun caranya.

.

.