webnovel

3E

Sesuai dengan judulnya, cerita ini menceritakan mengenai tiga bersaudara yang memiliki sejenis kekuatan aneh nan misterius. Meski adalah tiga saudara, pada awal cerita ketiganya diceritakan di tiga tempat dan tiga negara yang berbeda. Di sisi lain, terkisahlah seorang Dewa Perak - dewa yang turun ke dunia manusia guna mengumpulkan kembali tiga bintang kemujuran dan mengembalikan sosok dewi yang dicintainya ke wujud semula.

ATua · Celebrities
Not enough ratings
26 Chs

Team Work & Brotherhood

BAB 18

Apa yang terjadi pada malam harinya sudah bisa dibayangkan. Begitu pengumuman tentang pertunjukan mereka di Grand Aston pada malam tahun baru Imlek dan rencana 3E mendaftarkan tim mereka ke turnamen naga se-Asia di Kuala Lumpur pada Maret nanti dilontarkan, semua anggota bersorak-sorai dengan riang gembira menyambut pengumuman tersebut.

Tiga Y memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendekati 3E dan memberi mereka dorongan semangat. Namun, berkali-kali ketika mau mendekati 3E, sudah tampak tiga kekasih pujaan hati mereka mendahului mereka. Lagi dan lagi 3Y gagal melancarkan aksi pelakor mereka malam itu.

Lima T juga menyambut dua kabar baik tersebut dengan penuh semangat. Tampak kelimanya semakin giat dan gigih latihan. Banyak pertanyaan yang mereka ajukan ke 3E guna perkembangan kemampuan mereka yang lebih baik lagi ke depannya.

***

Latihan berlangsung terus. Tiga E mengajari para anggota mereka gerakan-gerakan baru dalam atraksi naga seperti monyet, tidur atas, M2M, sien feng, dan gerakan dadu. Lima menit latihan gerakan tidur atas berjalan ketika dua dari sembilan pemain naga melakukan sedikit kesalahan. Akibatnya, tiang dua dan tiang tiga hampir saja terlepas dari genggaman tangan dan mengenai kepala orang yang ada di depannya. Erick Vildy yang memainkan kepala naga langsung menghentikan latihan untuk sejenak.

"Ada apa?" tanya Erick Vildy dengan pandangan serius.

"Si Steve sering kali melakukan kesalahan dalam menggendong orang, Bang Erick Vildy," tukas Tommy Rido dengan napas ngos-ngosan. "Jika saja tadi aku tidak cepat-cepat melompat turun, sudah jatuh terjerembab aku dibuatnya."

Erick Vildy memperhatikan susunan para pemain naganya sekali lagi. Tommy Rido yang memegang tiang tiga akan diangkat oleh Steve Gabriel yang memegang tiang dua dan Marco Angelo yang memegang tiang empat. Teddy Revan yang memegang tiang lima akan diangkat oleh Marco Angelo yang memegang tiang empat dan Theo Rafael yang memegang tiang enam. Sementara itu lagi, Thomas Robert yang memainkan tiang tujuh akan diangkat oleh Theo Rafael yang memainkan tiang enam dan Timothy Ricky yang memainkan tiang delapan. Dan Quentin Farson yang memainkan ekor, akan bergelantungan pada Timothy Ricky yang memainkan tiang delapan.

"Tidak apa-apa?" tanya Erick Vildy kepada Steve Gabriel dan Tommy Rido.

"Tidak apa-apa. Begitu menyadari tubuh Steve dan Marco gemetaran ketika menaikkan aku, aku langsung melompat turun," kata Tommy Rido.

"Tidak apa-apa, Bang Erick Vildy," kata Steve Gabriel. "Aku akan mencoba untuk lebih berkonsentrasi lagi nanti, Bang."

"Marco bagaimana?" tanya Erick Vildy kepada Marco Angelo.

"Bisa, Bang. Aku akan lebih berkonsentrasi lagi nanti, Bang Erick Vildy," jawab Marco Angelo takut-takut dengan napasnya yang masih tersengal-sengal.

"Oke… Kita break dulu 15 menit. Boleh minum-minum dan habis itu, baru kita lanjutkan lagi latihannya…" kata Erick Vildy.

"Tapi, Bang Erick Vildy… Aku rasa dari tadi kita sudah asyik berhenti-berhenti saja hanya karena beberapa orang yang kerap kali melakukan kesalahan," protes Tommy Rido.

"Iya, Bang Erick Vildy… Mereka setidaknya harus menganggap ini seperti pementasan yang sesungguhnya dong. Kalau asyik-asyik berhenti karena kesalahan-kesalahan yang itu-itu saja, bagaimana dengan pementasan yang sebenarnya nanti? Memangnya kita bisa berhenti dan mengulangi lagi gerakan yang ada kesalahannya itu?" celetuk Thomas Robert sedikit sinis.

"Maafkan aku, Teman-teman," kata Steve Gabriel yang sejak tadi merasa tersindir.

"Aku memang anak baru di sini dan aku kurang bisa menguasai jurus tidur atas, monyet dan M2M. Tapi, aku akan berusaha…" sahut Marco Angelo.

"Iya… Aku akan berusaha mengimbangi kecepatan dan kemampuan kalian. Aku tidak ingin gara-gara aku seorang, latihan jadi terhambat dan kita jadinya tidak bisa berpindah ke gerakan-gerakan yang selanjutnya," timpal Steve Gabriel.

"Teruskan saja latihannya, Bang Erick Vildy," sahut Quentin Farson. "Aku sadar tiang ekorku juga banyak kesalahannya. Tapi, aku akan berusaha memperbaiki dan mengimbanginya dengan teknik permainan yang lain."

"Kalian yakin?" Erdie Vio yang menggantikan saudara sulungnya bertanya pada anggota-anggotanya kali ini.

Semuanya mengangguk dengan mantap. Steve Gabriel, Marco Angelo, dan Quentin Farson meski kurang yakin, mereka tetap menganggukkan kepala mereka. Mereka berpikir, bagaimana pun juga, ini adalah permainan tim. Jangan gara-gara mereka, latihan jadi terhambat dan yang lain tidak bisa berpindah ke gerakan-gerakan yang selanjutnya.

Naga kembali meliuk-liuk di udara dengan jurus kuo ciang long. Musik latar kembali Erwie Vincent mainkan. Akan tetapi, begitu masuk ke gerakan tidur atas, kembali tubuh Steve Gabriel dan Marco Angelo terasa gemetaran. Kali ini, Tommy Rido tidak sempat melompat turun lagi. Dia pun jatuh terjerembab ke lantai. Tiang tiganya terlepas dari tangannya dan langsung menghantam kepala Steve Gabriel dan pelipis kanan Marco Angelo. Mulai tampak darah merah segar bercucuran.

Latihan terhenti. Musik latar pun berhenti.

"Steve! Marco!" pekik 3E berbarengan.

"Cepat bawa mereka ke dalam kamar yang ada di lantai satu ini!" teriak Melisa dan Julia Dewi berbarengan.

"Tidak apa-apa, Bang… Tidak apa-apa, Kak… Hanya luka ringan," kata Steve Gabriel mengangkat tangannya ke udara.

"Kami masih bisa latihan kok… Jangan gara-gara kami berdua, latihan jadi terhambat," kata Marco Angelo berusaha untuk berdiri.

Akan tetapi, kepalanya mulai terasa pusing karena rasa sakit yang berdenyut-denyut mulai menyerang sel-sel sarafnya. Marco Angelo dan Steve Gabriel melorot lemas ke bawah dan secara otomatis, 5T yang menampung badan mereka.

"Maafkan aku, Steve, Marco…" kata Tommy Rido meneteskan beberapa bulir air matanya.

"Latihan sampai di sini saja malam ini," sahut Timothy Ricky. "Akan kita lanjutkan lagi besok malam, Steve, Marco…"

"Malam ini kami akan mengobati luka kalian berdua," sambung Thomas Robert juga dengan beberapa bulir air mata yang menggenang di pelupuk mata.

"Kami akan bawa kalian ke dalam kamar," celetuk Teddy Revan.

"Quentin! Tubuh Marco dan Steve berat sekali. Bisa bantu kami papah mereka ke dalam kamar?" tanya Theo Rafael, kali ini dengan sebersit senyuman hangatnya.

Quentin Farson tampak tersenyum lebar kali ini, "Bisa… Bisa…"

Tiga E dan ketiga kekasih pujaan hati mereka saling berpandangan sesaat. Kira-kiranya 5T sudah mengerti arti sebenarnya dari team work dan brotherhood dan mereka tidak perlu lagi menjelaskannya.

Tiga Y memperhatikan adanya kedekatan antara 3E dengan tiga kekasih pujaan hati mereka. Timbul sebentuk kecemburuan dalam padang sanubari 3Y.

***

Beberapa menit berlalu… Marco Angelo dan Steve Gabriel keluar dari salah satu kamar tamu yang ada di lantai satu.

"Sudah berhenti pendarahannya?" tanya Erwie Vincent kepada 5T.

"Sudah berhenti, Bang Erwie Vincent," kata Timothy Ricky. "Kami sudah menghentikan pendarahannya dan mengoleskan antibiotik juga."

"Oke… Oke…" kata Erwie Vincent sembari mengacungkan jempol kepada 5T. Tampak Thomas Robert dan Tommy Rido yang mendudukkan Steve Gabriel dan Marco Angelo ke kursi ruang makan di lantai satu. Sabrina Marcelina menghidangkan teh manis hangat untuk mereka berdua dan anggota-anggota yang lain.

"Hebat juga ya pertolongan P3K kalian ya, 5T…" kata Erdie Vio dengan senyuman lebar keceriaannya.

"Belajar dari Pramuka, Bang Erdie Vio… Kan kami masih SMA nih semuanya. Setiap Sabtu siang ada Pramuka di sekolah kami, Bang…" sahut Theo Rafael.

"Kalian satu sekolah semuanya?" tanya Erick Vildy. Kali ini, tampak Julia Dewi dan Melisa Rayadi menghidangkan lauk ayam penyet dan nasi putih untuk mereka semua di atas meja.

Mereka mulai menyantap lauk dan nasi putihnya dengan lahap.

"Kami berlima satu sekolah. Marco dan Steve satu sekolah yang sama. Dan Quentin di sekolah yang lain lagi…" kata Thomas Robert.

Tiga E mangut-mangut mendengarkan penuturan Thomas Robert.

"Makan, Bang…" panggil Marco Angelo, Steve Gabriel, Quentin Farson dan 5T berbarengan.

"Oke, makan… Silakan dimakan sebelum pulang… Jangan sungkan-sungkan…" kata Erick Vildy.

Tampak Yenny Mariana yang ingin duduk di samping Erick Vildy.

"Yenny… Duduk di sebelah sana dengan 2Y- mu yang lain. Tiga E tidak boleh diganggu saat mereka makan…" kata Melisa Rayadi menunjuk ke meja lain.

"Hah? Maksudnya?" Yenny Mariana tampak bingung.

"Ngakunya sebagai penggemar 3E, tapi kau tidak tahu cara makan 3E yang unik dan aneh apalagi kalau menu makanannya itu sama," Sabrina Marcelina menimpali. Dia meletakkan satu piring besar di hadapan 3E. Di atas piring terdapat enam potong ayam penyet lengkap dengan bumbunya dan tiga porsi nasi putih.

Mulai tampak 3E saling kongsi makanan mereka dari satu piring yang sama, dan mulai menyuapi satu sama lain. Semuanya, kecuali tiga kekasih 3E, menatap mereka bertiga dengan mata bengong.

"Makanlah… Makanlah… Jangan hiraukan cara makan kami yang aneh," kata Erwie Vincent meneguk jus markisanya yang disodorkan oleh Erdie Vio.

"Jangan tiru ini di rumah ya, Anak-anak… Selain kami 3E, takkan ada saudara-saudara yang lain yang bisa makan dengan cara yang persis sama seperti kami," kata Erdie Vio meneguk sirup Kurnia rasa melonnya yang disodorkan oleh Erick Vildy.

"Makan… Makan… Nanti karena menatap kami bertiga terus, ayam penyet kalian keburu dingin…" kata Erick Vildy meneguk sirup Kurnia rasa raspberry- nya yang disodorkan oleh Erwie Vincent.

Lima T saling berpandangan sesaat. Tiga Y juga saling berpandangan sesaat. Dewa Perak sendiri tertegun melihat cara makan 3E yang bisa dibilang unik dan aneh. Masing-masing tidak menyentuh makanan masing-masing, melainkan menyuapkannya ke mulut dua saudara yang lain. Anehnya adalah, masing-masing sama sekali tidak kelebihan ataupun kekurangan suap.

Teddy Revan masuk ke dapur dan keluar lagi membawa sebuah mangkuk besar.

"Apa yang akan kalian lakukan dengan mangkuk besar itu?" tanya Yuni Mariany tidak mengerti. Semuanya kini menatap 5T dengan tatapan bengong.

Semua makanan 5T diletakkan ke dalam mangkuk besar. Sama seperti 3E, mereka pun mulai menyuapi satu sama lain. Akan tetapi, lima menit berlalu, dan ternyata Theo Rafael dan Tommy Rido sama sekali tidak kebagian suapan makanan, Thomas Robert hanya kebagian sedikit suapan makanan, Timothy Ricky dan Teddy Revanlah yang kebagian paling banyak suapan makanan.

"Aku tidak kebagian," Theo Rafael merengek-rengek.

"Aku juga tidak kebagian," Tommy Rido juga ikut merengek.

Seisi ruangan itu, termasuk Dewa Perak, pecah dalam tawa yang berderai.

"Sudah kami bilang, 5T…" kata Erwie Vincent dengan senyuman santainya.

"Tak ada saudara-saudara yang lain yang bisa makan dengan cara yang persis sama seperti kami," timpal Erick Vildy.

"Lanjutkan kembali makannya dengan cara masing-masing seperti biasa saja. Habis makan, siapa yang akan mengantarkan Marco dan Steve pulang dan menjelaskan secara baik-baik kepada kedua orang tua mereka tentang apa yang terjadi pada mereka malam ini?" celetuk Erdie Vio.

Serentak Quentin Farson dan 5T mengangkat tangan mereka.

"Kami ada bawa mobil, Bang Erdie Vio," kata Teddy Revan.

"Biar mereka bertiga ikut mobil kami saja," kata Timothy Ricky dengan sebersit senyuman lebarnya.

Lima T, Quentin Farson, Steve Gabriel, dan Marco Angelo saling bertepuk tangan secara serempak. Tiga E dan ketiga kekasih pujaan hati mereka kembali saling berpandangan sesaat. Senyum kembali merekah di bibir keenam orang itu.

Dewa Perak juga mengulum senyumannya. Dari satu kecelakaan kecil, sekumpulan anak-anak SMA ini belajar tentang apa yang namanya team work dan brotherhood. Andaikan setiap manusia di dunia ini memiliki jiwa-jiwa yang sepolos anak-anak SMA ini, alangkah baiknya…

Dalam beberapa menit, ayam penyet habis ditelan ke perut masing-masing. Lima T mengantar Quentin Farson, Marco Angelo dan Steve Gabriel pulang ke rumah masing-masing. Tinggallah 3E dan tiga kekasih pujaan hati mereka.

Begitu melihat 3Y mulai bergerak ke sasaran masing-masing, tiga kekasih pujaan hati juga mulai melancarkan aksi pertahanan mereka masing-masing. Mereka sudah membicarakannya dan saling sepakat akan mempertahankan kekasih masing-masing dari ketiga pelakor itu.

Tampak 3E berpencar di tiga tempat yang berbeda.

Tampak Erick Vildy sedang menurunkan pakaian mereka bertiga dari dalam mobil, karena malam ini mereka bertiga masih akan menginap di sanggar. Tampak Erdie Vio yang membereskan naga dan semua alat musik pengiringnya dan mengangkatnya ke lantai dua. Tampak Erwie Vincent yang mencuci segala peralatan makan di dapur.

"Lho, Mel…?" kata Erick Vildy tertegun sebentar mendapati Melisa berdiri di belakangnya. "Ngapain ke sini? Sudah mau pulang kan? Sebentar ya… Aku antar kau pulang nanti…"

Mendadak Melisa Rayadi memeluk sang pangeran pujaannya dengan erat. Yenny Mariana yang hendak mendekati Erick Vildy terpaksa harus menunda langkah-langkahnya dulu.

"Mel… Aku masih keringatan loh…" kata Erick Vildy meledak dalam tawa renyahnya.

"Tidak apa-apa… Begini apa adanya lebih baik…" kata Melisa dan spontan dia mendaratkan satu ciuman lembut ke bibir sang pangeran pujaannya. Apa yang ada dalam genggaman tangan Erick Vildy serta-merta terlepas dan terjatuh ke lantai.

Yenny Mariana menyaksikan adegan itu dengan kesal. Dia menghentakkan kakinya sekali ke lantai dan berlalu meninggalkan tempat itu.

"Sudah mau pulang kan, Rin…?" tanya Erdie Vio dengan sebersit senyuman khasnya, yang penuh dengan semangat dan keceriaan. "Sebentar ya… Habis simpan ini, aku antar kau pulang…"

Mendadak Sabrina Marcelina memeluk sang pangeran pujaan dengan erat. Erdie Vio tertegun sejenak.

"Lho…? Lho…? Lho…? Kok mendadak manja seperti ini?" tanya Erdie Vio setengah cengengesan.

"Karena aku baru sadar semenjak kita jadian sampai sekarang, hanya beberapa kali kau memelukku…" kata Sabrina Marcelina masih tidak mau melepaskan pelukannya. Mendadak, dia langsung mendaratkan satu ciuman mesra ke bibir sang pangeran pujaan.

Apa yang ada dalam genggaman tangan Erdie Vio terjatuh ke lantai dan menciptakan suatu kegaduhan. Adegan tersebut disaksikan oleh Yuni Mariany dengan kesal. Dia berlalu meninggalkan tempat itu dengan segenap kemarahan dan kekesalannya.

"Lho…? Lho…? Lho…? Ada apa ini, Jul? Sudah dua kali kau memelukku dalam keadaan yang masih keringatan begini loh…" ujar Erwie Vincent meledak dalam tawa santainya.

"Kalau tunggu sampai kau selesai mandi, tak sempat lagi. Kan aku sudah mau pulang… Oleh sebab itu, biarkan kita begini untuk beberapa saat lamanya, Wie…" kata Julia Dewi masih membenamkan kepalanya ke dalam pelukan hangat sang pangeran pujaan.

Erwie Vincent diam-diam saja. Tangannya secara otomatis naik dan membelai-belai kepala sang putri pujaannya. Mendadak Julia Dewi mendaratkan satu ciuman hangat ke bibir sang pangeran pujaan. Yenty Marlina menyaksikan adegan itu dengan suatu kecemburuan yang teramat sangat.

Tiga E menyerah dalam panggilan kodrati laki-laki yang sedang jatuh cinta. Tiga Y hanya bisa menyaksikan adegan tersebut dengan penuh kecemburuan, dan menelan kepahitan cinta mereka sendiri… Sebentuk cinta yang tidak berbalas…

Diam-diam Dewa Perak memperhatikan tiga adegan itu. Sejak dulu beginilah cinta… Deritanya tiada akhir… Aku jadi menerka-nerka… Kelak apa ya yang akan dilakukan oleh 3Y ketika mereka mulai sadar cinta mereka itu bertepuk sebelah tangan? Sudah jelas motivasi utama mereka masuk ke sanggar ini adalah karena ingin mendekati 3E. Akankah mereka keluar begitu saja?

Ketika 3E selesai dengan kemesraan masing-masing, mereka tidak melihat 3Y lagi di dalam bangunan sanggar dan sekitarnya.

Medan, 26 Januari 2019

Tak terasa, Imlek sudah di ambang pintu. Kebanyakan masyarakat kota Medan juga sudah tampak mulai mempersiapkan segala sesuatu. Pasar-pasar swalayan juga sudah mulai dibanjiri oleh ibu-ibu yang berbelanja, dipadati oleh gadis-gadis muda dan anak-anak muda yang membeli baju baru, dipadati oleh bapak-bapak yang membeli cat dan perkakas pertukangan lainnya untuk mengecat dan memperbaiki rumah.

Tapi, tidak halnya dengan tim Gagak Hitam… Sama sekali tidak tampak persiapan Imlek di sanggar Gagak Hitam. Pagi ini, sanggar Gagak Hitam diselimuti oleh ketegangan dan kepanikan.

"Coba sebutkan dulu tempat-tempat mana saja yang job kita direbut oleh tim Solidaritas Abadi itu!" kata Rendy Ibrahim memandang tajam ke Ahmad Sentosa dan beberapa anak buahnya yang lain.

"Yang di Grand Aston, di Novotel, di Marriott, dan di Grand Liberty, Bang Rendy…" kata Ahmad Sentosa sedikit tergagap-gagap.

"Cukup! Hentikan! Aku tidak mau dengar lagi!" teriak Rendy Ibrahim menggebrak meja.

Tadi bilang mau dengar. Begitu aku sebutkan satu per satu, langsung teriak marah-marah dan bilang tidak mau dengar. Entah apa-apa saja Bang Rendy Ibrahim ini deh… Kadang aku tidak mengerti apa sesungguhnya yang Bang Rendy Ibrahim ini inginkan deh… Ahmad Sentosa menghela napas panjang, petanda bingung.

"Bukan hanya job kita yang jatuh ke tangan mereka, dua anggota perempuan kita juga sudah pindah ke tim mereka! Kalian itu ada otaknya tidak sih! Oh ya salah… Sorry… Sorry… Aku salah… Kalian itu ada otaknya, tapi tidak dipakai! Iya kan?"

Tidak ada yang berani menjawab. Semuanya diam dan membuang muka ke arah lain.

"Sekarang sudah mau dekat Imlek dan kita satu job di hotel-hotel berbintang atau restoran-restoran ternama pun tidak ada! Yang tersisa hanya job di rumah-rumah makan kecil dan tempat-tempat yang tidak begitu terkenal! Aduh! Menjengkelkan sekali!" kata Rendy Ibrahim dengan amarahnya yang sudah mencapai ubun-ubun. Jika saja lukanya sudah sembuh total, dia sudah mengeluarkan kekuatannya dan memberi pelajaran pada sekumpulan anak buahnya yang tidak berguna ini.

Rendy Ibrahim menggebrak meja sekali lagi, "Keluar dari ruanganku sekarang juga! Keluar sekarang juga! Aku tidak ingin bertemu dengan siapa pun hari ini!"

Satu per satu anak buahnya keluar, termasuk Ahmad Sentosa. Tidak ada yang berani membantah ataupun bertanya apa-apa. Sejurus kemudian, ruangan Rendy Ibrahim menjadi sepi, sunyi, dan senyap. Muncullah asap hitam dalam ruangannya. Asap hitam mulai mengepul dan akhirnya membentuk sesosok manusia yang sedang duduk bersila di hadapannya. Tampaklah sosok Siluman Batu Hitam di hadapannya. Rendy Ibrahim cepat-cepat bangkit dari duduknya dan memberi hormat.

"Hamba memberi hormat pada Dewa Batu Hitam," kata Rendy Ibrahim membahasakan Siluman Batu Hitam sebagai seorang dewa.

"Tiga E sudah menang lagi, Rendy. Rencanamu dulu dengan mengirimkan Stella Kuangdinata untuk memecah belah mereka gagal total. Stella Kuangdinata harus kita singkirkan karena akhirnya ia juga jatuh cinta pada salah satu di antara kembar tiga Makmur itu. Sekarang bahkan kau dan Aldo Morales itu tidak bisa mengalahkan mereka lagi karena mereka sudah kembali berkumpul dan bersatu. Harus berapa kali kukatakan kepadamu, Rendy! Mereka tidak boleh sampai berkumpul bersama, Rendy! Mereka harus dipisah-pisahkan sehingga kita bisa menghadapi mereka dengan lebih mudah. Tapi, kau sama sekali tidak mau mendengarkan perkataanku! Apakah kau berencana untuk memberontak dan melawanku!" terdengar suara Siluman Batu Hitam yang berdentum.

"Hamba tidak berani…" kata Rendy Ibrahim takut-takut.

Siluman Batu Hitam membatin dalam hati. Oh, tidak… Tiga bintang kemujuran itu sudah kembali berkumpul bersama. Aku tidak bisa mengambil dan menguasai mereka lagi. Kekuatan mereka sama sekali tiada tandingannya jika mereka sudah berkumpul bersama. Bagaimana ini…? Bagaimana aku bisa menguasai seluruh alam dewa dan memiliki Dewi Ruby jika aku tidak bisa mendapatkan kekuatan dari tiga bintang kemujuran itu? Sial…! Sial…! Mana lukaku belum sembuh lagi akibat pertarungan yang terakhir itu… Jika saja aku sudah sembuh, aku takkan memerlukan manusia bodoh ini lagi. Aku bisa bergerak sendiri… Tapi, aku sama sekali belum bisa mengeluarkan seluruh kekuatanku secara penuh…

Pikiran Siluman Batu Hitam tak kuasa melayang ke masa-masa silam.

Siluman Batu Hitam terlempar ke dalam lorong waktu begitu gempa dimensi terjadi. Dia masih sempat melihat tubuh Dewi Ruby juga terhempas jauh dan darah merah segar muncrat dari mulut sang dewi. Lorong waktu tertutup. Sekujur tubuh Siluman Batu Hitam merasakan kesakitan yang tiada tara, tiada terperikan akibat pergolakan yang terjadi dalam lorong waktu. Dia terlempar ke sana ke sini. Darah merah segar tampak ada di mana-mana, ada pada seluruh tubuhnya. Namun, Siluman Batu Hitam yang sudah berada di batas kehidupan dan kematian masih bisa berusaha sekuat tenaganya yang tersisa untuk menggapai dan mendapatkan tiga bintang kemujuran yang ada di depan matanya.

"Aku harus mendapatkan tiga bintang kemujuran itu. Hanya mereka satu-satunya harapanku untuk bisa menguasai seluruh alam dewa dan mendapatkan Dewi Ruby di sampingku… Tunggulah, Dewi Ruby… Tunggulah sebentar lagi… Sebentar lagi kau akan menjadi milikku…"

Tangan terus menjamah dan menjamah ke arah depan. Akhirnya, tangan berhasil menggapai tiga bintang kemujuran. Namun, sungguh sial nasib Siluman Batu Hitam waktu itu… Tiga bintang kemujuran memberikan perlawanan. Begitu tersentuh, tiga sinar mulai menyala dengan terang-benderang. Tiga sinar menyerang ke arah Siluman Batu Hitam. Kembali Siluman Batu Hitam merasakan kesakitan yang tiada tara, tiada terperikan pada sekujur tubuhnya. Lorong waktu spontan terbuka dan terjatuhlah Siluman Batu Hitam ke alam manusia di masa lalu.

Siluman Batu Hitam menoleh ke sekelilingnya. Tiga bintang kemujuran tidak ada di sana, tidak ada di dekatnya. Tiga bintang kemujuran sudah terlempar ke dimensi lain, ke zaman lain. Di sana, dia hanya melihat sesosok manusia yang menatapnya dengan takut-takut.

"Tolong aku… Tolong aku… Aku akan mengabulkan segala keinginanmu jika kau menolongku… Tolong aku…"

Rendy Ibrahim yang waktu itu masih merupakan seorang anak jalanan yang berusia 15 tahun, pelan-pelan mulai mendekati Siluman Batu Hitam yang terluka parah. Dia mulai memapah Siluman Batu Hitam berdiri dan membawanya ke tempat yang aman. Di sanalah asal mula perkenalan Rendy Ibrahim dengan Siluman Batu Hitam…

"Kau harus pikirkan cara yang selanjutnya untuk memisahkan 3E itu, Rendy! Kau harus pikirkan cara yang selanjutnya sehingga mereka bisa terpisah-pisah lagi. Kau harus membantuku. Jangan lupa semua yang kaumiliki hari ini adalah apa yang kuberikan. Jangan pernah lupakan itu… Sebagai balas budi, kau harus membantuku mendapatkan tiga bintang kemujuran yang ada pada tubuh kembar tiga Makmur itu. Kau harus mendapatkannya…" teriak Siluman Batu Hitam lagi.

"Tapi, dulu hamba sudah pernah mengirimkan Stella Kuangdinata untuk memecah belah mereka dan ternyata gagal, Dewa Batu Hitam. Kini… Kini… Kini entah mengapa hamba sudah kehilangan ide bagaimana supaya 3E bisa kembali terpisah-pisah di tiga tempat yang berbeda," kata Rendy Ibrahim takut-takut.

"Kau pikirkan sendiri caranya… Pikirkan sendiri caranya dan dalam beberapa minggu ke depan, aku sudah ingin melihat 3E kembali terpisah-pisah di tiga tempat yang berbeda."

Sosok Siluman Batu Hitam kembali berubah menjadi segumpal asap hitam. Asap hitam makin lama makin memudar dan akhirnya menghilang dari ruangan Rendy Ibrahim.

Rendy Ibrahim kembali mengenang bagaimana dia menghabisi Stella Kuangdinata malam itu.

"Aku sudah ketahuan, Ren… Aku tidak mau meneruskan semua kebohongan dan rencana jahat ini lagi. Aku kira aku akan tampil sekali lagi di depan 3E, sebagai seseorang yang baru, sebagai seseorang yang bersih…" kalimat-kalimat Stella malam itu masih terngiang-ngiang di telinga Rendy Ibrahim.

"Apa kau bilang? Apa kau kira dirimu yang hanya seorang anak jalanan pantas bersanding dengan salah satu dari ketiga anak orang kaya itu? Apa kau kira mereka masih akan menerimamu setelah semua kebohongan dan sandiwaramu selama ini? Mimpi jangan ketinggian, Stella… Jangan salahkan aku tidak pernah mengingatkanmu. Cinderella itu hanya sebuah dongeng."

"Aku juga memiliki sedikit kekuatan dari Dewa Batu Hitam kok, Ren. Dengan kekuatan itu, aku bisa menjadi orang yang baru dan muncul kembali di hadapan 3E," kata Stella dengan segenap kemantapan hatinya. "Aku tidak mau selamanya seperti ini, terkatung-katung sebagai anak jalanan, Ren. Aku tidak mau seperti ini terus. Aku ingin hidup seperti manusia normal pada umumnya."

"Jangan bermimpi!" hardik Rendy Ibrahim dengan suaranya yang berdentum. "Terimalah nasibmu… Kita sudah terlanjur berjanji pada Dewa Batu Hitam untuk mendapatkan tiga bintang kemujuran. Dengan mendapatkannya, otomatis keberuntungan dan kemujuran kita juga akan datang. Kau mengerti tidak sih!"

"Tapi, aku merasa kemujuran yang kita dapatkan secara instan itu tetap akan meninggalkan kita secara instan juga, Ren. Yang cepat datang, juga akan cepat pergi. Tidakkah kau mengerti? Aku sudah bosan dengan semua ini. Aku… Aku… Aku memang sangat membenci nasibku selama ini. Aku benci dengan diriku sendiri kenapa harus menjadi seorang anak jalanan. Aku benci dengan kedua orang tuaku, kenapa mereka tega melemparku ke jalanan tanpa sedikit pun beban di hati dan tanggung jawab. Namun, selama setahun belakangan ini, 3E mengajarkanku satu hal, Ren. Dari mereka bertiga, aku belajar satu hal yang teramat sangat berharga buatku. Dengan membenci masa laluku, itu takkan bisa mengubah masa depanku. Untuk mengubah masa depanku, aku harus memulainya, harus mengambil tindakan dan langkah pertamaku dari masa sekarang."

Rendy Ibrahim memicingkan matanya sejenak, "Ternyata… Ternyata oh ternyata… Kau sudah jatuh cinta pada salah satu dari kembar tiga Makmur itu, Stella."

Stella menggeleng-gelengkan kepalanya, "Aku jatuh cinta pada ketiga-tiganya. Aku ingin memiliki ketiga-tiganya. Akhir-akhir ini, tiga bintang kemujuran itu bereaksi terhadapku… Kini… Kini aku tahu siapa yang harus aku perjuangkan, Ren… Aku tahu sekarang demi siapa aku hidup…"

"Diam! Diam! Aku tidak mau dengar!" teriak Rendy Ibrahim.

Satu tapak kekuatan gelap didaratkan Rendy Ibrahim ke dada Stella Kuangdinata. Dengan satu jeritannya yang terakhir nan melengking tinggi, tubuh wanita itu terhempas ke dinding. Dengan tatapan matanya yang hampa nan membelalak lebar, tubuhnya perlahan-lahan melorot ke bawah dan akhirnya ia terduduk di lantai dengan setengah badannya yang bersandar ke dinding. Ajal menjemputnya pada saat itu juga.

"Kau tahu demi siapa kau hidup. Apakah sekarang kau tahu demi apa kau harus mati?" tampak air mata kemarahan dan kebencian bergulir turun dari pelupuk mata Rendy Ibrahim.

"Aku tidak bisa membiarkan kau ke sana lagi, dan membocorkan segala rahasia kami kepada si kembar tiga Makmur itu. Kau harus mati, Stella. Sorry… Sorry… Really really sorry… Jika kau tidak mati, segalanya ini akan berakhir dan aku harus kembali ke hari-hariku sebagai anak jalanan. Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak sanggup hidup di hari-hari seperti itu lagi!"

"Oke…" mendadak Rendy Ibrahim mendapatkan satu ide bagus. "Kubuang mayatnya saja ke dalam bangunan sanggar Solidaritas Abadi, sehingga 3E nantinya yang akan kena getahnya. Mereka kan tidak tahu aku juga memiliki sebentuk kekuatan yang sama seperti mereka."

Detik-detik berlalu. Rendy Ibrahim kembali ke alam realita.

Sekarang aku tidak bisa mengutus Stella lagi ke sana untuk memecah belah 3E… Bahkan Yenny Mariana dan Yenty Marlina juga sudah meninggalkan timku ini dan masuk ke tim mereka. Jelas sekali mereka berdua juga sudah tergila-gila pada 3E dan memutuskan untuk masuk tim Solidaritas Abadi di saat pertama kali mereka bertemu dengan si kembar tiga Makmur itu. Hidup ini kadang sungguh tidak adil… Sungguh tidak adil…

Tapi, tunggu dulu… Mendadak Rendy Ibrahim mendapatkan satu ide yang bagus lagi. Kalau tidak salah, aku dengar 3E kembali ke Medan kali ini membawa kekasih masing-masing. Oh ya... Betul sekali… Si kembar tiga Makmur itu sudah memiliki kekasih masing-masing. Jadi, sangat tidak mungkin Yenny Mariana dan Yenty Marlina ini akan mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan mudah. Oke… Oke… Aku tahu sekarang… Gadis yang patah hati adalah senjata yang paling ampuh untuk dimanfaatkan.

Tampak sebersit senyuman sinis menggantung di sudut bibir Rendy Ibrahim.