15 Sahabat Si Kasmaran

"Kak Andreiiiiii…."

Angela mendesah kesal mendengar nada manja sok imut itu, dengan cepat memasukkan alat tulisnya ke dalam tas. Ulangan Fisika akhirnya usai dengan cukup memuaskan untuknya. Semangatnya yang telah muncul mendadak redup kembali melihat kedatangan Agatha, lagi, seperti beberapa hari sebelumnya, untuk mengapeli Andrei di kelas mereka.

Junior tak tahu diri!

Jam istirahat pertama biasanya membuat kelas nyaris kosong melompong karena para siswa menyerbu kantin untuk sarapan yang telat. Angela mengambil kartu perpus, ponsel, serta dompetnya, bersiap pergi.

"La!"

Andrei meraih tangan Angela yang sudah berdiri, membuat Angela keheranan. Agatha yang kini melangkah ke arah mereka kontan berhenti. Wajah cerianya berubah suram dalam satu kedipan mata, melenyapkan kesan imut dan manja palsunya, dan menampilkan kemarahan yang membuatnya tampak menyeramkan. Andrei menoleh sekilas ke arah kekasihnya, berubah gugup melihat kemarahannya, dan dengan enggan melepas pegangannya di tangan Angela.

"Kenapa, Rein?" tanya Angela, menyentak tangannya jauh-jauh dari lelaki itu. "Mau bicara apa? Penting? Kalo enggak, gue pergi dulu."

Angela lalu beradu pandang sengit dengan Agatha. Dengan semua yang terjadi diantaranya dengan Valdy, pikirannya kini sudah cukup penuh, dan ia bersyukur bisa mengalihkan perhatiannya dari kecemburuannya pada Andrei dan Agatha. Tunggu sampai ia berhasil menemukan cowok lain untuk dicintai, Andrei akan lenyap selamanya dari kepala dan juga hatinya, terkubur dalam onggokan puing bernama 'cinta pertama' yang sama sekali tak berharga.

Sahabat macam apa yang tega seperti Andrei? Tega-teganya memilih Agatha, lalu berharap Angela akan bersikap baik pada hubungan mereka. Agatha. Adik tiri yang sangat dibenci Angela.

Kehadiran Agatha adalah jawaban atas dibuangnya Angela oleh papa kandungnya, alasan mengapa mama kandung Angela depresi saat mengandung dan menyebabkannya meninggal akibat pendarahan saat melahirkan. Agatha, si anak haram yang entah benar anak papa kandungnya atau bukan, yang kehadirannya bagai duri dalam daging. Angela akan baik-baik saja, bahagia dengan paman dan bibinya yang mengadopsinya menjadi anak mereka, jika saja Agatha dan ibunya tak seringkali menggerecoki hidup Angela dengan banyak tuntutan. Iri, dengki, karena Angela ternyata bernasib lebih mujur dibanding mereka dalam banyak sisi, termasuk soal uang.

Andrei tahu hubungan rumit Angela dan Agatha sedari masa SD dulu, namun tetap tega menyakiti Angela dengan memilih Agatha, memaksakan bahwa persahabatan mereka akan selalu baik-baik saja. Berkali-kali menebar pesona dan membuatnya baper, karena Andrei tahu seperti apa perasaan Angela padanya. Angela tak akan pernah bisa memaafkannya.

Angela tak menunggu jawabannya dan melenggang ke luar kelas, siap menuju perpustakaan saat sebuah lengan merangkul bahunya di ambang pintu. Angela tersentak, lalu menghembuskan napas lega melihat Roni yang nyengir geli melihat kekagetannya.

"Kantin?" tanya Roni.

"No. Perpus."

"Kantin." Roni lalu menyeretnya dalam rangkulannya. "Lama amat lo keluar kelas, La."

"Kalo emang niat ngajakin, dari tadi dong. Kenapa nunggu di luar?" Angela berkilah.

"Soalnya gue penasaran melihat interaksi lo sama Andrei. Mau apa bocah itu?" tanya Roni ingin tahu.

"Entahlah. Nggak jelas. Sengaja bikin pacarnya jealous kali!"

"Lo masih suka sama dia?"

"Gue masih kesel ngelihat mereka jalan bareng, lebih ke si cewek sih. Kalo sama Andrei, gue kesel karena tingkahnya. Sok care. Tarik ulur terus. Lama-lama gue enek. Gue mau melupakan dia. Gue bakal menemukan cowok yang lebih sempurna daripada dia!"

"Nah, gitu dong! Jangan gampang baper sama tingkahnya." Roni mengacak rambut Angela dengan gemas. "My good girl."

Mereka melintasi lapangan sepak bola untuk memotong jarak menuju kantin. Masih ada kelas yang tengah mengikuti jam olahraga. Saat mereka berdua melewati kerumunan siswa kelas 12 SOS 1 di lapangan, kerumunan bubar. Roni bertegur sapa dengan beberapa siswa, sementara Angela hanya tersenyum pada mereka yang menggodainya karena berjalan berangkulan dengan Roni.

"Kita bakal digosipin, Ron!"

"Cuek aja!"

Sosok Valdy berjalan berpapasan dengan mereka. Roni menyapanya, dibalas anggukan dan senyum singkat dari Valdy. Angela hanya mendelik padanya, sementara Valdy meliriknya sinis dan berlalu begitu saja.

Sialan!

***

"Tugas satu berdua. Nanti dikumpulkan ke ketua kelas." Bu Rinda si pengajar PKn berseru dari depan kelas. "Andrei dan Wawan, tolong awasi teman sekelas kalian. Saya tinggal dulu. Nanti pulangnya tunggu bel, jangan kabur duluan."

"Ya, Buuuuuuuuu…"

Bu Rinda lalu keluar kelas dengan bergegas. Angela menggeliat dengan lega, jam terakhir yang menyenangkan karena tak membosankan. Hanya perlu membuat tugas menganalisis satu persoalan yang ada di buku paket. Cukup dianalisis dalam tiga paragraf, dikerjakan berdua. Ia mengeluarkan kertas folio bergaris dari dalam tas untuk bersiap menulis analisisnya.

"Eh, Rei, boleh sama siapa aja kan tugasnya? Nggak mesti teman sebangku?" tanya Leni yang duduk di meja depan mereka. Pertanyaannya memantik pertanyaan bernada sama dari yang lainnya. Andrei melirik sekilas pada Wawan, wakil ketua kelas, yang duduk di belakangnya. Wawan hanya mengangkat bahu.

"Tadi nggak disebut sih, tapi kayaknya boleh."

Suasana langsung ramai, semua berebut memilih pasangan yang mau diajak bertukar pikiran, bukannya numpang nama doang. Angela memandang kertas folionya yang masih kosong dengan ragu.

"Ayo, La. Tulis namanya." Andrei bergerak merapat ke arah Angela, mengedikkan dagunya pada kertas di tangan Angela. Angela melirik ke arah Roni yang tengah menulis di belakangnya, melihatnya menulis nama Wawan juga di kertasnya selain namanya. Angela tak punya pilihan lain.

"Oke, Rein."

Nama sudah ditulis, lalu mereka mulai membaca bab dimana soal yang perlu dianalisis itu berada. Angela menandai beberapa paragraf yang dianggapnya membantu dalam tugasnya nanti.

"Rein, lo cariin di Google juga dong. Materi wawasan kebangsaan kan luas banget, pasti ada artikelnya." Angela berkata pada Andrei yang tengah sibuk dengan ponselnya.

"Hah? Lo bilang apa, La?"

Angela mengangkat wajahnya.

"Lo ngapain dari tadi?" tanyanya, jengkel.

"Balas chat."

"Bantuin gue, cariin di Google tentang wawasan kebangsaan, untuk nambah analisis kita. Buruan!"

"Oke, oke."

Angela berdecak. Setelah lima menit ia melirik Andrei yang tengah sibuk dengan ponselnya, mengetik sambil tersenyum.

"Mana hasilnya?" tanya Angela, membuat Andrei tersentak.

"Belum sempat." Andrei lalu mendesah dan Angela melihatnya masuk ke browser untuk melakukan tugas yang diminta Angela. Angela mulai muak menghadapinya yang lebih mementingkan Agatha dibanding apapun, tugas sekolah sekalipun.

"Reiiii…. Dicari pacar lo tuh!" Seseorang berseru dari arah depan kelas. Angela melihat Agatha berdiri di dekat pintu, tersenyum ke arah Andrei.

"Woi! Ketua kelas! Jangan kabur lo! Emang tugas lo udah kelar?" Reza menyindirnya dari meja seberang.

"Sebentar ya, La." Andrei lalu bangkit.

"Rein, 2 menit lo nggak balik, nama lo gue coret. Dan gue nggak main-main soal ini!" Angela berkata keras, membuat suasana sontak hening. Ia memandang Andrei dengan menantang.

"Kerennnn!!" Wawan berseru pada Angela, sementara Roni mendengus geli.

Andrei berdiri dengan wajah memerah, memandang antara Angela dan Agatha dengan bingung. Angela bersedekap di depannya sambil menelengkan satu kepala.

"Silakan pergi. Tapi ingat, gue nggak punya sisa toleransi untuk orang yang mangkir dari tugas cuma buat pacaran di jam belajar!"

Tawa meledak di sekitar mereka diselingi tepuk tangan. Andrei benar-benar emosi sekaligus heran melihat Angela. Ia membatalkan niat berdiri, duduk kembali untuk menghadapi Angela yang bersikap angkuh di depannya.

"Lo kenapa sih, La? Masih aja nggak terima gue jalan sama Agatha!" Andrei berkata pelan.

"Kata siapa gue nggak terima? Silakan aja pacaran, tapi ingat tugas lo ini. Lo membebankan ini ke gue? Nggak apa-apa, tapi nama lo nggak akan ada di tugas gue, oke? Silakan. Pacaran aja sana!" Angela melambaikan tangan mengusirnya. Andrei menangkap pergelangan tangannya, mencekalnya kuat.

"Gue hanya ketemu dengannya sebentar."

"Makanya gue bilang jangan lewat dari 2 menit!"

"Sejak kapan lo berubah begini? Angela yang dulunya sahabat gue benar-benar sudah hilang!"

"Andrei yang katanya sahabat gue juga nusuk gue dari belakang, mengkhianati persahabatan gue. Andrei yang dulu udah mati kali ya!"

"Angela!"

"Apa?"

Mereka berdua saling membelalak dalam jarak dekat, dengan semua mata tertuju untuk menonton pertengkaran mereka. Angela menyentak tangannya, namun Andrei bertahan, tak mau melepasnya.

"Lepas!"

"Kita bisa bicara dengan lebih baik, La."

"Ngomongin apa memangnya? Penting? Penting banget?"

"Soal kita berdua."

"Kita masih temenan. Udah, gitu aja. Nggak usah disetir kemana-mana, menduga gue cemburu sama elo berdua. Lo salah tafsir selama ini, Rein!" Angela menarik tangannya lagi, namun Andrei yang kembali merah padam tak melepasnya sama sekali.

"Gue nggak salah tafsir."

"Silakan berasumsi sendiri. Lo lupa kalo gue lumayan dalam berakting. Yang lo lihat selama ini, hanya sekadar akting, bukan Angela yang sesungguhnya. Zonk!"

"Reiiiiiii…. Pacar lo ngambek tuh!"

Kelas kembali ramai. Angela melirik ke arah Agatha yang bertampang masam dan mata berkaca-kaca. Cih! Sok ngenes banget!

"Udahhh… Pergi aja. Cewek lo yang lemah dan imut itu membutuhkan lo." Angela meringis saat mengucapkannya saking jijiknya. "Ntar buat sendiri tugas lo. Dari tadi lo nggak membantu sama sekali. Nanti gue yang bicara ke Bu Rinda, tenang aja!"

"Rei, udah!" Roni mendadak muncul di sebelah Angela dan melepaskan tangan gadis itu dari cekalan Andrei. "Gue nggak suka melihatnya."

Angela memandang pergelangan tangannya yang memerah dan mengusapnya sambil mengernyit. Ia mendongak memandang Roni, yang tengah menatap Andrei dengan dingin, bukan seperti Roni yang biasanya.

"Terserah lo deh, La! Gue nggak akan pernah merepotkan lo lagi setelah ini!" Andre berkata dengan gusar dan memilih bangkit, lalu berderap ke luar kelas untuk menemui Agatha.

Siul-siul nyaring mengiringi kepergiannya. Beberapa kepala menoleh ke arah Angela disertai bisik-bisik yang terdengar samar. Susah payah, Angela menjaga ekspresinya tetap biasa. Roni lalu kembali ke bangkunya.

"Thanks, Ron." Angela berkata padanya. Roni tak menanggapi, hanya memandangnya tajam selama beberapa saat, lalu kembali melanjutkan menulis seolah tak terjadi apa-apa.

Angela kembali menghadap depan, lanjut menuliskan analisisnya. Ia menghapus nama Andrei dengan stipo, lalu menulis paragraf berikutnya. Ia merasakan ponselnya di kolong meja bergetar, lalu mengambilnya.

Valdy : Pulang sekolah, pulang bareng. Kita bicara.

Angela : Aku tunggu dimana?

VAldy : Depan sekolah. 15 menit setelah bel.

Angela : Kalo masih rame?

Valdy : Tunggu sepi

Valdy : Ijin dulu sama pacarmu

Angela mengerutkan alis membaca pesan Valdy. Pacar?

Angela : Pacar?

Valdy : Pacarmu!

Angela : Aku masih jomblo, Pak Valdy!

Valdy : Tapi sudah ciuman? Terserahlah.

Angela : Kapan aku ciuman?? Fitnah!

Valdy : Oh, bukan urusanku juga.

Valdy : Di luar jam pelajaran, di luar sekolah, nggak usah pake 'Pak'. Aku belum setua itu, La.

Angela : IYA DEH, OM!

Valdy : Haisshh…

Angela : Inget tuh, ngomong ke Karina! Aku hampir celaka hari ini, gara-gara kamu! Jadian sana! Biar kamu bisa jadi milik dia selamanya. Capek!

Valdy : Nanti kita bahas ini.

Angela : Cari tempat yang aman.

Valdy : Oke.

Angela mematikan layar ponselnya dengan gemas. Bicara via chat saja sudah bikin seemosi ini, apa kabarnya jika mereka benar sampai dinikahkan? Perang terus setiap saat. Melelahkan.

***

avataravatar
Next chapter