1 Musim Penghujan

Gina menemani putri kesayangannya bersantai di teras rumah dengan menikmati teh hangat di tengah derasnya guyuran hujan.

Sudah sepekan hujan terus mengguyur kota Makassar, membuat Fania tak dapat beraktivitas seperti biasanya, waktu diluarnya jadi terbatas akibat hujan yang selalu turun.

Jam menunjukan pukul 17.45 tapi Hendra sang ayah belum sampai di rumah karena itu Fania dan Gina memutuskan untuk bersantai sambil menunggu lelaki kebanggaan mereka pulang.

"Fania, kamu tidak kedinginan ?"

"Tidak mah, tenanglah Fania senang dengan ini, hujan ini memberikan angin yang menenangkan."

Gina mengangguk, sudah terbiasa Fania memang selalu menikmati setiap keadaan yang dirasakannya.

Gina merasa sangat bersyukur memiliki putri seperti Fania Anggraeni.

Fania adalah anak yang sangat didambakan Gina dan Hendra sejak awal pernikahan, saat dulu Gina cukup sulit untuk bisa mengandung, penantian setelah 5 tahun akhirnya Gina mendapat kesempatan untuk bisa merasakan rahimnya diisi oleh buah cintanya bersama Hendra.

Sejak lahir, Fania diberikan perhatian dan kasih sayang sepenuhnya meski terlihat sangat di manja tapi hal itu tidak membuat Fania tumbuh menjadi sosok yang manja.

"Mah, kenapa Papah masih belum pulang ?"

"Sabar, mungkin sebentar lagi"

"Baiklah, gak biasanya Papah pulang terlambat, ini sudah hampir 1 jam"

"Gak masalah sayang mungkin Papah sedang ada urusan lain diluar kantor

Fania mengangguk dan kembali meneguk teh hangat miliknya.

Fokusnya terpecah saat ponselnya berdering, tertulis nama Anggi disana, dengan cepat Fania menjawabnya.

"Iya hanny ...."

Gina menggeleng kemudian berlalu meninggalkan putrinya sendiri, kebiasaan Fania jika sudah berbincang dengan sahabatnya adalah dia akan lupa dengan apa yang ada didekatnya.

"Permisi bu, tadi ada telpon dari bapak katanya bapak ada pertemuan mendadak jadi akan pulang malam"

"Oh ya, kenapa gak ke hp ya bi ?"

"Sudah bu, tapi katanya ibu tidak menjawab panggilannya"

Gina menepuk jidatnya, jelas saja tak menjawab toh ponselnya Gina tinggal di kamar.

"Iya bi, makasih ya bi"

"Iya bu, permisi"

Bi Asih berlalu dari hadapan Gina, bi Asih adalah ART di rumah Gina, selama 8 tahun bi Asih telah melayani keluarga Gina.

Tak heran jika bi Asih begitu disayang oleh keluarga majikannya selain dari kerjanya yang bagus juga kejujurannya yang patut dibanggakan.

"Mamah, Maah, Mamaaah"

Fania berteriak memanggil Gina sambil menuruni tangga, Fania sudah tampak rapi dan siap untuk pergi meninggalkan rumahnya.

Gina mengernyit melihat putrinya, disaat hujan masih mengguyur kemana putrinya akan pergi.

"Mah, Fania ke rumah Anggi ya, disana ada anak-anak lagi kumpul"

"Fania, diluar masih hujan"

"Mamah ayolah, Fania kan pergi pakai mobil gak akan kehujanan kan"

"Ya tetap saja Fania, lagian kamu belum bertemu sama papah nanti gak sempat"

"Mamah, Fania bukan pergi selamanya nanti juga pulang lagi pasti ketemu sama papah, sudah ya jangan khawatir doain Fania biar selamat sampai rumah Anggi"

"Ya sudah, sampai sana nanti kabari mamah"

"Siaap komandan"

Fania menunjukan sikap hormat sambil nyengir memamerkan gigi rapi nan putihnya pada Gina.

Gina menggeleng dan memeluk putrinya untuk sesaat sampai akhirnya Fania menghilang dari pandangannya.

Fania adalah karyawan dari salah satu perusahaan di Makassar, Fania enggan melanjutkan kuliahnya Meski orang tuanya sempat memaksa Fania tapi keputusannya tak dapat lagi diubah.

Fania memutuskan berhenti kuliah dan memilih bekerja, tentu saja pekerjaannya sekarang adalah hasil kerja tangan Papahnya.

Hendra memasukan Fania ke perusahaan sahabatnya dan beruntung Fania betah bekerja disana.

"Sejak kapan kalian disini hah ?"

Fania bertanya dengan kesal pada sahabatnya, Fania telah sampai di rumah Anggi dan benar saja 6 orang sahabatnya sedang berkumpul disana.

Anggi, Wulan, Gilang, Andra, Raka dan Yuda adalah sahabat Fania, mereka 7 bersahabat bertemu saat mereka kuliah dikampus yang sama, dan meski Fania tak lagi kuliah mereka tetap melanjutkan persahabatannya.

"Kamu tahu Fan, si Raka punya gebetan baru"

"Dan parahnya wanita itu adalah dosen di kampus"

"Parah abis, gak waras memang satu orang itu"

Fania mengernyit mendengar penuturan Gilang dan Anggi, rupanya mereka telah bercerita banyak hal selama dirinya tidak ada.

"Tuh tuh tuh tuh lihat sepertinya ada yang gak rela nih Raka punya gebetan"

Celetukan Yuda menghasilkan jitakan dikepalanya dari Fania, Yuda telah salah mengartikan wajah kesal Fania.

"Gue gak rela kalian bercerita tanpa ada gue disini, sekarang apa .... gue gak tahu topik pembahasannya apa"

Kekesalan Fania malah mendapat tertawaan renyah dari para sahabatnya, tentu saja Fania selalu menjadi yang terakhir karena sahabatnya selalu bareng dan Fania terpisah sendiri.

"Tenang gadis manis, kita juga baru sampai"

"Jangan cemberut gitu, apa mau kita kerjain ?"

Gilang dan Andra berusaha menggoda Fania yang terlihat kesal pada mereka, Fania selalu seperti itu tapi itu bukan hal serius.

Fania tak pernah memperpanjang masalah apa lagi hanya hal sepele seperti itu.

"Sekarang ayo, minum dulu ini ada banyak minuman dan makanan, ayo ayo anak manis jangan ngambekan gitu jelek"

Andra mencubit pipi Fania, hal itu mampu membuat Fania tersenyum, salah satu kelemahan Fania saat ngambek adalah dicubit pipinya.

Fania akan merasa geli sendiri jika pipinya dicubit seperti itu jika layaknya anak kecil apa Fania semenggemaskan itu.

Gina membawakan tas kerja suaminya, jam 9 Hendra baru kembali ke rumah dan sayangnya gantian Fania yang tak ada di rumah.

"Mana Fania ?"

"Di rumah Anggi, belum pulang"

"Malam seperti ini ?"

"Gak heran Pah, mereka sedang kumpul kapan Fania ingat pulang kalau lagi kumpul"

"Baiklah"

Hendra duduk di sofa ruang tamunya dan bi Asih dengan cepat memberikan segelas teh hangat, keluarga Hendra memang penikmat teh, tak ada kopi yang tersedia disana.

Gina duduk disamping suaminya, mengusap lembut tangan suaminya hal yang memang selalu dilakukan Gina untuk tetap menjaga hubungan baik keduanya.

"Mamah sudah makan ?"

"Sudah, kan papah pulang telat jadi makan duluan"

"Sendirian ?"

"Mau gimana lagi, Fania juga gak ada"

Hendra tersenyum dan mengecup lembut kening istrinya, keduanya terlihat begitu saling mencintai jarang sekali terdengar pertengakaran diantara mereka.

Keluarga Hendra termasuk kedalam golongan rumah tangga bahagia yang jauh dari permasalahan besar dalam rumah tangga.

"Coba telpon Fania, ini sudah malam mau pulang jam berapa dia ?"

"Iya, Mamah telpon dulu"

Kegiatan rumpi di rumah Anggi seketika terhenti saat ponsel Fania berdering, dengan jahil Yuda menjitak Fania karena dianggap merusak suasana.

"Sakit, ini nyokap"

"Jawab, jawablah"

Ucap Yuda acuh tak acuh, Fania mendelik kemudian menjawab panggilan Gina.

"Iya mah"

"....."

"Iya, Fania pulang sekarang, Fania gak pakai jam tangan jadi lupa waktu"

avataravatar
Next chapter