webnovel

3 Times

Pertemuan kita selalu di hiasai oleh senyuman. Aku selalu menatapmu dibawah pohon sakura yang bermekaran indah. Aku belum sempat bertanya kepadamu tentang perasaanmu saat kita bersama, namun jika aku menanyakannya saat ini apa kau akan memberikan jawabannya padaku? Jika aku tidak melewati garis yang memisahkan kita ini, apa kau akan melewatinya untukku? Atau, apa kau membalikkan badanmu dan berjalan meninggalkanku?

Tarin_Swan · Teen
Not enough ratings
30 Chs

CHAPTER 28: AKHIR CERITA

Aku berjalan kecil melewati gerbang masuk sambil membaca cacatan kecil di tangan kiriku, angin berhemus kecil membuat konsentrasiku teralih dan mengangkat pandanganku menatap ke sekeliling. Tanpa terasa musim telah kembali berganti, aku melewati semuanya sendiri seakan aku tidak mengenalnya lagi, seperti yang sudah ku duga dia menghilang, sejak hari itu aku terus menunggunya dan melihatnya dari kejauhan. Aku memendam perasaan ini sendirian, memendam rindu yang tidak dapat ku ungkapkan dengan kata – kataku.

Masa ujian akhir pun telah selesai, aku menghembuskan nafas legaa dari mulutku sambil mengangkat kedua tangan meregangkan ototku yang kaku. Teman – teman yang melewati mejaku mengucapkan salam perpisahan sambil melambai kecil, aku pun tersenyum membalas lambaian itu lalu membereskan barang – barangku santai. Aku duduk di bus menatap keluar jendela kosong, aku pun menggerakkan tanganku membuka SNS melihat – lihat hiburan dan kabar teman – teman yang sudah lama tidak ku dengar. Senyum kecil mengembang di ujung bibirku melihat Woo Hee yang membagikan fotonya sedang berlibur di pulau Jeju, aku mengangkat tangan sebelahku meninggalkan komentar singkat pada SNS Woo Hee lalu menutup SNS ku cepat kembali menatap kosong keluar jendela. Tak lama getar kecil terasa dari ponselku, aku mengangkat ponselku dengan sneyuman kecil mengira bahwa itu balasan dari Woo Hee, namun senyum itu meredup melihat nama yang sangat asing muncul di layar ponselku. Aku menggerakkan jariku perlahan membuka pesan itu ragu

"apa kau punya waktu? Bisa bicara denganku sembentar?" tulisnya.

Aku menghembuskan nafas kecilku melihat pesan itu, aku sudah merasakan kecanggungan yang besar dari pesan Yi Ahn kali ini. Aku merasa bahwa sudah saatnya aku mengakhiri semua kebingungan ini dan mendapatkan jawaban yang pasti langsung darinya, aku menggerakkan jariku

"baiklah, katakan saja!" jawabku menyetujui.

Aku membalas pesannya secepat yang aku bisa, aku sudah tidak dapat menahan perasaan aneh yang terus menggangguku. Aku menatap layar ponselku lurus sampai balasan atas pesanku pun akhirnya masuk

"jika kau tidak keberatan, bisakah kau temui aku?" mintanya.

Aku menghembuskan nafas kecil lalu menyetujui permintaan itu, aku segera menekan tombol berhenti di samping jendela Bus dan bersiap turun di Halte terdekat. Aku melangkahkan kakiku secepat mungkin dengan perasaan terbebani sekaligus ingin tahu apa yang ingin Yi Ahn sampaikan padaku kali ini. Kakiku akhirnya berhenti di sebuah taman kecil yang sunyi, aku menghentikan langkahku mempersiapkan diri dan mengatur perasaanku setenang yang aku bisa. Aku menghembuskan nafas besar dari mulutku dengan tangan terkepal kuat dan mengambil langkah berani menghampiri Yi Ahn yang duduk termenung di ayunan membelakangiku. Aku menghentikan langkhaku dekat dengannya, aku mengangguk kecil membalikkan badanku duduk di ayunan kosong sebelahnya. Menyadari kedatanganku, Yi Ahn menegakkan badannya sambil menoleh kecil kearahku, melihatku duduk membelakanginya ia kembali memalingkan wajahnya dan tersenyum kecil

"bagaimana kabarmu?" tanyanya canggung

aku tersenyum pahit sambil menunduk kecil "aku baik, oraenmanieyo(1)" timpalku pelan,

Yi Ahn mengangguk kuat "hmm... olaenmanieyo" jawabnya singkat.

Kami terdiam canggung setelah saling menyapa satu sama lain, hatiku merasa sangat dingin meskipun angin sejuk bertiup di Taman waktu itu. Aku meremas kedua telapakku cemas dan memutuskan untuk mengalah membuka mulutku terlebih dahulu memulai pembicaraan

"apa yang ingin oppa katakan padaku?" tanyaku langsung.

Yi Ahn menopangkan kedua sikunya ke atas lutus lalu menunduk dalam "apa kau marah padaku?" tanyanya hati – hati, ia berdeham kecil sejenak "aku merasa aku lari dari itu" sambungnya merasa bersalah.

Aku menoleh kecil menatap punggungnya yang terlihat terbebani hari itu, aku kembali memalingkan wajahku lalu menggeleng kecil "aniyo" jawabku singkat. Jawabnku membuat Yi Ahn mengangkat kepalanya kaget lalu menoleh ke arahku cepat, aku memakssakan senyum kecil di ujung bibirku "aku... berusaha memahamimu, aku tahu kau tidak punya waktu untukku karena kesibukanmu itu. Aku juga tidak bisa melakukan apa – apa selain memahamimu" jelasku berbohong. Aku menoleh ke arahnya membuat mata kami bertemu lurus

"oppa merasa lari dari apa?" tanyaku,

sorot mata Yi Ahn terlihat meredup, senyumnya terlihat pahit saat matanya bertemu denganku "aku pikir aku ini pengecut yang lari saat kau marah padaku" timpalnya. Ia kembali memalingkan wajahnya dariku "katakanlah jika kau marah padaku, aku akan menerimanya" lanjutnya bersalah. Aku terdiam mendengar perkataannya itu, aku bergerak perlahan membalikkan badanku namun tangan Yi Ahn menahan lenganku, membuatku kembali menatapnya lurus dengan mata melebar kaget. Yi Ahn menatapku lurus

"aku menyadari jika aku melupakanmu, aku sibuk sampai aku benar – benar tidak mengingat hal yang seharusnya aku ingat..." tekannya terhenti, ia terlihat ragu "apa kau benar – benar tidak marah padaku?" tanyanya hati – hati.

Alisku berkerut kecil, sorot mataku meredup sayu. Aku tahu di melupakanku, namun mendengar hal itu sendiri dari mulutnya membuat hatiku terasa semakin sakit. Aku merasa air mata ingin menetes dari ujung mataku, namun aku menahannya, aku berusaha mengembalikan keadaan seperti dulu. Aku belum siap akan akhir yang telah ku ketahui namun ku hindari sebisaku. Aku memaksakan tawa kecilku "aku harus berbuat apa jika kau lupa? Aku tidak punya hak untuk marah bukan?" sahutku, aku mengalihkan pandanganku darinya "aku... hanya bisa mengerti bukan?" tanyaku pahit. Yi Ahn kembali menarik lenganku kecil dan menatapku lurus, aku pun tidak punya pilihan selain kembali mengarahkan mataku menatapnya lurus

"saat ini yang aku inginkan darimu saat ini, kamu tidak marah padaku dan kita masih seperti dulu..." timpalnya terhenti "apa bisa?" mintanya ragu.

Otakku terus berputar agar aku tidak melakukan atau mengatakan sesuatu yang gegabah dan membuatku menyesalinya saat itu juga, aku belum siap jika aku harus kehilangannya, tidak, aku tidak akan pernah siap kehilangannya. Aku pun meyakinkan diriku bahwa ini lebih baik dari pada aku harus kehilangannya, aku masih bisa bersamanya meskipun itu hanya sebagai teman. Aku pun mengangguk kecil

"hmm" gumamku setuju.

Senyum puas mengembang di ujung bibir Yi Ahn, ia melepaskan lenganku perlahan dan mengangkat jari kelingkingnya "berjanjilah padaku, kau tidak marah atau dendam padaku. Aku tidak ingin punya musuh" mintanya, aku pun mengangguk kecil dan menyelipkan jari kelingkingku membuat janji padanya. Dia menatap jari kami yang saling terikat dan membuka mulutnya

"aku ingin berteman, tapi tidak akan seperti dulu lagi... apa itu bisa?" tanyanya begitu saja.

Mataku melebar dan aku menatapnya lurus, air mataku langsung langsung jatuh menuruni pipiku cepat. Aku tidak dapat lagi mengendalikan perasaanku lalu menarik jariku cepat dan membalikkan tubuhku membelakanginya

"apa yang kau katakana barusan serius? Kita... tidak akan seperti dulu lagi?" tanyaku berharap itu hanya kebohongan,

tatapan Yi Ahn menjadi dingin melihat perubahan sikapku itu, ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku menatapku lurus. Ia mengangguk tegas tanpa membuka mulutnya, aku menggeleng cepat

"aku tidak bisa" tolakku tidak terima

"wae?" tanyanya singkat.

Aku membukam mulutku cepat hendak menimpali pertanyaan dingin itu, namun suaraku tertahan. Aku tidak bisa mengungkapkan isi hati yang susah payah ku tutupi dengan kebohongan agar aku bisa bersamanya kembali, aku tidak bisa mengatakan yang sejujurnya. Aku tahu apa yang akan terjadi jika aku mengatakan padanya perasaan yang ku pendam selama ini, aku tidak mau kehilangan dia. Air mataku terus menetes deras namun tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutku. Mata Yi Ahn melebar perlahan setelah menatapku dan sikap anehku lurus – lurus, ia perlahan membalikkan badannya berpaling dariku. Pandanganku semakin kabur mengathuinya membalikkan badan dariku, bukan itu yang ku inginkan tapi aku tidak bisa mnegatakan isi hatiku dengan jelas. Yi Ahn pun akhirnya berdiri dari ayunan yang di dudukinya cepat, ia terus diam dan mengambil langkah besar menjauh dariku, aku pun yang berusaha menahannya pun berdiri dan membalikkan badanku sambil membuka mulutku lebar

"AKU MENYUKAIMU" teriakku menghentikan langkahnya.

Yi Ahn berhenti mematung di tempatnya, aku pun menarik nafas dalam kembali berusaha membuatnya kembali padaku "aku menunggumu, sampai oppa mengatakan bahwa kita tidak bisa berteman seperti dulu lagi, aku menunggumu kembali!" teriakku putus asa. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuknya lagi, nafasku tercekat dan air mata terus mengalir membasahi pipiku, aku mengepalkan tanganku "aku hanya bisa mengerti oppa tidak punya waktu untukku dan menunggumu memberikan waktumu untukku, tapi aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku.." sahutku cepat. Aku mengangkat pandanganku menatap punggungnya lurus

"aku menyukaimu..." ungkapku lembut.

Itulah kata – kata terakhir yang bisa ku ungkapkan padanya saat itu, aku benar – benar menyerahkan diriku pada rasa putus asa yang memenuhi hatiku hari itu. Yi Ahn hanya berdiri diam di tempatnya, aku terus menatap punggungnya dengan tangan terkepal kuat, hari itu adalah hari dimana aku menaruh semua harapanku padanya. Namun, setelah terdiam beberapa detik, tanganku yang terkepal kuat perlahan melemas seiring langkah kaki menjauh yang di ambil Yi Ahn. Benar, dia menggerakkan kakinya pergi meninggalkanku di Taman malam itu. Tanpa kata dan tatapan mata, dia menghilang dari hadapanku begitu saja. Aku tidak pernah mendengar kabarnya lagi sejak hari itu, meskipun aku melihatnya dari kejauhan.. aku hanya bisa melihatnya.

Akhir yang tidak ingin ku temui, akhirnya datang menjemput, aku tidak pernah membayangkan bahwa akhir kami akan seperti ini. Terkadang aku menemukan diriku menunggu kehadirannya kembali, terkadang aku bersedih karena perpisahan ini, dan terkadang aku sangat merindukannya. Aku tidak pernah membayangkan bahwa akhir yang kami temui akan seperti ini, tapi setelah waktu berjalan, aku belajar. Aku belajar untuk menerima, merelakannya, dan mengehargai keputusannya. Inilah akhir cerita kami, akhir dari peretemuan ketiga sekaligus terakhir kami. Cerita ini berawal saat aku menatapnya di bawah pohon sakura yang bermekaran indah, cerita ini berakhir pula saat bunga sakura berterbangan tertiup angin sejuk yang membekukan hatiku. Cerita tentang 3 pertemuan, 2 pribadi, dan 1 akhir.

"Saat itu, aku belajar merelakannya, tapi aku tidak bisa melupakan kenagan dengannya. Saat itu juga, aku menunggunya bagai musim semi yang akan kembali suatu hari nanti."

– Yoo So Eun

***

(1)Lama tidak berjumpa.