3 Pengantar 3

Disaat mereka sedang bercanda satu sama lainnya, tiba-tiba saja seseorang masuk kedalam ruangan itu sembari membawa kamera. Orang itu lalu meminta kepada mereka semua untuk berfoto bersama pengantin terlebih dahulu, berhubung pengantin prianya juga baru saja sampai dan acara akan dimulai sebentar lagi.

"Acaranya akan segera dimulai, karena pengantin prianya sudah datang. Kalian bisa bersiap-siap di posisi yang sudah ditentukan." Seorang ibu-ibu yang merupakan adik dari ibunya datang untuk memberitahukan kepada Alisya dan yang lainnya.

"Baik, Tante. Kami akan keluar sebentar lagi," ucap Karin yang langsung memberikan kode kepada teman-temannya untuk segera bersiap-siap.

"Jangan gugup, kami akan mendoakan yang terbaik untuk kelancaran hari ini." Aurelia memberikan dukungannya kepada Yani sebelum keluar dari ruangan tersebut.

"Kami pergi dulu, yah." Akiko dan yang lainnya meminta izin untuk pergi setelah terlebih dahulu menyalami Yani dengan menempelkan pipi mereka.

Meski Yani sudah berusaha untuk tidak gugup, namun tubuhnya sepertinya tidak bisa menuruti keinginanya sehingga ketika Alisya dan Karin juga akan beranjak pergi dari tempat itu, Yani dengan cepat menahan keduanya.

"Bisakah kalian berdua tetap disini dan menemaniku?" pinta Yani dengan suaranya yang terdengar bergetar.

Alisya dan Karin saling menatap satu sama lainnya dan tersenyum lebar. Keduanya lalu menatap kepada Ibu Yani, untuk mendapatkan izin agar bisa menemani Yani lebih lama disana sampai ijab kabul selesai dan Yani diizikan untuk keluar dari ruangan tersebut.

"Temanilah dia. Sepertinya dia lebih nyaman jika bersama dengan kalian. Saya akan berada di luar saja dan memantau seluruh jalannya acara," ucap Ibunya dengan senyum lebar yang tulus.

Setelah mendapatkan izin dari Ibunya, Yani jadi merasa lebih nyaman. Meski berada di ruangan yang berbeda, namun Yani bisa melihat seluruh jalannya acara dari monitor yang sudah ada di ruangan tersebut.

Gani mulai memandu jalannya acara, dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-qur'an, dilanjutkan dengan Ijab kabul dimana sebelumnya Yani dan Rinto mendapatkan pertanyaan mengenai kesiapan mereka dalam menikah dan ada atau tidaknya paksaan dalam pernikahan tersebut. Saksi dari kedua belah pihak juga memberikan kesiapan mereka untuk menjadi saksi dalam pernikahan tersebut, hingga memberikan tanda tangan mereka.

Rinto terlebih dahulu melakukan latihan Ijab kabul bersama dengan sang penghulu, agar membuat Rinto bisa lebih rileks dan lancar. Meskipun tidak memakai mikrofon, namun bisa terlihat dengan jelas kalau dia benar-benar sangat gugup. Dia bahkan beberapa kali menoleh kepada ayahnya ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa?" tanya Ayahnya bingung, sebab Rinto terlihat sangat gusar.

"A-aku ingin buang air kecil," pinta Rinto sudah tidak bisa menahan hajatnya lagi.

Plakkk….

Bukannya memberikan izin, Rinto malah mendapatkan pukulan gemas dari ayahnya yang kesal dengan sikap anaknya tersebut. Semua orang yang melihat itu seketika tertawa, namun mereka juga memaklumi kegugupan Rinto. Akan tetapi, Rinto tetap tidak mendapatkan izin dari ayahnya.

"Tapi aku benar-benar ingin buang air kecil, Pa." Rinto setengah merajuk ketika berbisik kepada ayahnya.

"Yang benar saja. Ini sudah yang ke sepuluh kalinya kamu katakan ingin buang air kecil. Memangnya ada yang keluar saat kamu pergi ke toilet?" tanya Ayahnya dengan gertakkan gigi.

"Ti-tidak ada," jawab Rinto gagap.

"Kalau begitu tahan saja panggilan alammu itu dan kuatkan dirimu. Jangan berulah lagi, karena kamu membuat kita semua jadi malu." Ayah dengan tegas menatap Rinto agar bersikap lebih berani.

Rinto yang pasrah tidak punya pilihan selain menarik napas dalam-dalam dan membulatkan tekadnya. Dia tahu kalau semua yang dia rasakan hanyalah buah pemikirannya yang terlalu takut dan gugup.

"Sepertinya bukan hanya kamu saja yang gugup. Dia justru lebih gugup dari semua hal yang pernah dia hadapi selama ini," ucap Karin sembari tertawa pelan melihat tingkah Rinto dari balik layar monitor.

"Apa dia bisa?" ucap Yani dengan rasa gugup yang juga semakin besar.

"Aku yakin, dia pasti bisa." Alisya kembali mengenggam erat tangan Yani, untuk menenangkannya.

Setelah Rinto benar-benar terlihat siap, sang penghulu mulai memegang tangan Rinto untuk

"Saudara Rinto Prawiryo, saya dikuasakan oleh walinya almarhum bapak Suitomo untuk menikahkan engkau dengan anaknya bernama Sriyani binti Suitomo, dengan mas kawin cincin emas 5 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai karena allah." Sang penghulu mulai melakukan ijab kabulnya dengan lantang dan tegas.

"Saya terima nikahnya Sriyani binti Suitomo dengan mas kawin cincin emas 5 gram dan seperangkat alat sekolah dibayar TU NAI karena allah," ucap Rinto dengan suara yang menggelegar.

Mendengar ucapan Rinto yang salah, sontak saja semua orang langsung tertawa terbahak-bahak. Mereka tidak menduga kalau Rinto ternyata bisa juga melakukan kesalahan, padahal sebelumnya saat sedang latihan meski dia terlihat sangat gugup namun bisa mengucapkannya dengan baik dan jelas.

"Sepertinya kamu sangat gugup. Tarik napas dalam-dalam," ucap sang penghulu dengan suara yang menyejukkan.

Rinto yang malu malah semakin merasa gugup dan gusar. Pikirannya malah membuatnya menjadi semakin tidak percaya diri kalau dia bisa melakukan hal tersebut atau tidak. Adith yang melihat Rinto sangat gugup, segera menepuk pundaknya dari belakang.

"Tenangkan dirimu. Tutuplah matamu dan bayangkan wajah Yani yang saat ini sedang menunggumu. Jika kau gugup, kamu seharusnya bisa membayangkan akan segugup apa juga dia diruangannya. Kamu harus menunjukkan padanya, kalau kamu bisa melewati apapun." Adith dengan lembut berbisik untuk menenangkan Rinto.

"Tarik napas dalam-dalam dan yakinkan dirimu." Zein juga ikut memberikan dukungan.

"Sebuah kesalahan adalah awal dari sebuah kesuksesan. Jangan takut, aku yakin kamu pasti bisa." Yogi menepuk kuat pundak Rinto untuk memberikan dukungannya.

Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh teman-temannya, Rinto mulai menenangkan dirinya dengan mengatur napasnya terlebih dahulu. Sang penghulu tampak memberikan waktu kepada Rinto, agar dia bisa lebih siap. Yani yang melihat itupun ikut menutup matanya dan mengatur napasnya serta berdoa demi kelancaran pernikahan mereka hari itu.

Rinto yang membayangkan wajah Yani yang tersenyum manis kearahnya membuat Rinto menjadi lebih tenang. Hatinya semakin kuat dan mantap untuk bisa menyelesaikan semua itu dan membuat Yani menjadi miliknya seutuhnya.

"Bagaimana? Apakah kamu sudah siap?" tanya Sang penghulu kepada Rinto ingin memastikan.

"Insya Allah, siap pak!" Rinto tampak terlihat tegas dan lebih siap dibadingkan dengan sebelumnya.

"Baiklah, mari kita mulai lagi." Sang penghulu mulai menjulurkan tangannya lagi untuk kembali memulai ijab kabulnya.

"Saudara Rinto Prawiryo, saya dikuasakan oleh walinya almarhum bapak Suitomo untuk menikahkan engkau dengan anaknya bernama Sriyani binti Suitomo, dengan mas kawin cincin emas 5 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai karena allah," ucap sang penghulu dengan tegas.

"Saya terima nikahnya Sriyani binti Suitomo dengan mas kawin cincin emas 5 gram dan seperangkat alat sholat dibayar TU NAI karena allah," ucap Rinto dengan suara yang lebih mantap dan tegas.

"Bagaimana saksi? Sah?!" tanya sang penghulu ingin memastikan.

"SAH!!!" ucap Saksi yang menyaksikan pernikahan tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan teriakan Adith dan teman-temannya yang lain dengan suara menggelegar. Semua orang ikut bahagia dengan resminya Yani dan Rinto sebagai suami istri.

Yani yang mendengar teriakan Sah itu langsung merinding seluruh tubuh. Air matanya tak terasa menetes haru dan jantungnya berdetak semakin kencang hingga ia merasa kalau tubuhnya lemas.

"Selamat! Kau akhirnya sah dan resmi menjadi seorang istri. Istri dari seorang Rinto Prawiryo," ucap Alisya sembari menatap Yani dengan penuh kasih sayang. Tatapan Alisya dan suara lembutnya yang penuh ketulusan membuat mata Yani berkaca-kaca dan ingin menangis haru.

"Selamat, yah. Sriyani Prawiryo," ucap Karin langsung menambahkan nama Rinto di belakang nama Yani. Yani yang mendengar itu sedikit tertawa namun semakin ingin menumpahkan air matanya.

Eits…

"Kamu tidak boleh menangis. Rinto harus melihat wajahmu yang cantik ini dulu," ucap Karin langsung memberikan tisu agar Yani segera menghapus air matanya.

Tepat setelah itu, ibu Yani masuk dengan mata yang berkaca-kaca juga. Melihat anaknya yang kini resmi menjadi istri orang, membuat dia tidak bisa menyembunyikan tangis haru penuh bahagia yang dia rasakan.

"Ayo, sudah waktunya kamu keluar dan bertemu dengan suamimu," ucap Ibu Yani dengan suara yang serak.

"Mama…" Yani hanya bisa memanggil ibunya tanpa melanjutkan kata lagi. Ibunya masih belum ingin merusak momen bahagia mereka, sehingga dia hanya bisa mengangguk pelan lalu tersenyum penuh kasih dan memegang pipi Yani dengan hangat. Tatapan penuh syukur terpancar dari kedua bola matanya yang mana kelopaknya sudah mulai mengkeriput.

"Ayo…" ajak ibunya lagi yang kemudian menuntun Yani untuk melangkah ditemani oleh Alisya. Karin segera membukakan pintu untuk mereka, namun tiba-tiba saja Eil dan Yu menyeruak masuk dan jatuh tepat dihadapan Yani.

Eil dan Yu tampak terpukau melihat kecantikan wajah Yani yang dibalut oleh gaun putih yang sangat indah. Tatapan terpaku kedua bocah menggemaskan itu membuat Yani tersipu malu. Yani akhirnya setengah menunduk dan membantu Yu dan Eil untuk bangkit.

"Kalian tidak apa-apa?" tanya Yani dengan suara lembut.

"Wah… Tante Yani yang paling cantik hari ini," puji Yu dengan suara yang nyaring. Semua orang langsung tersenyum lebar mendengar apa yang dikatakan oleh Yu.

"Tante Karin tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kecantikan Tante Yani," tambahnya lagi masih dengan suara nyaring dan memasang wajah polos. Karin yang mendengar itu langsung merasa kesal, sedangkan Yani akhirnya tumpah dalam tawa.

"Alisya, aku tau dia belum cukup umur. Tapi sepertinya mulutnya ini ingin aku beri pelajaran matematika," ucap Karin dengan geram. Yu langsung berlari ke sebelah Yani, untuk berlindung.

"Terimakasih atas pujiannya yah, Yu. Tapi semua orang yang hadir hari ini juga cantik dan tampan. Seperti Yu dan Mama Alisya juga," ucap Yani sembari mencubit pipi Yu dengan gemas. Eil menatap tajam pada Yani, ingin namanya disebutkan.

"Eil dan Al juga." Yani dengan tulus memuji mereka. Hal itu langsung membuat ketiga bocah itu memerah malu.

"Oke anak-anak, tugas pengawalan kalian untuk sementara mama gantikan dengan tugas lain," pinta Alisya sembari menatap ketiga anaknya dengan senyuman lebar.

"Apa, Ma?" tanya Eil dan Yu hampir bersamaan.

"Mengawal dan mengantar tante Yani, menuju ke pelaminan menemui Om Rinto." Alisya memberikan perintah dengan suara tegas. Ketiga anaknya saling menatap satu sama lainnya dengan senyuman yang lebar.

"Siap laksanakan!" Ketiga menjawab dengan tegas sembari memberi hormat.

Yani lalu keluar dari kamarnya dimana Al memegang gaun bagian belakang Yani yang menjuntai panjang agar tak terseret di lantai, sedangkan Eil memegang gaun bagian tengah di sebelah kanan dan Yu memegang gaun tepat di bagian belakang Yani di sebelah kiri. Apa yang dilakukan oleh ketiganya sontak membuat gemas semua orang yang melihat, sebab membuat Yani bak seorang Bidadari surga yang sedang diantar oleh malaikat kecil surga.

avataravatar