1 Pengantar 1

Pagi hari, Alisya dan Adith sudah bersiap-siap untuk ke suatu tempat. Dia yang sudah berdandan serta berpakaian rapi, membuat Ibu Adith mengerut kebingungan. Dia lupa akan rencana Adith dan Alisya pada hari itu.

"Se pagi ini kalian sudah rapi. Kalian ada rencana hari ini?" tanya Ibu Adith kepada Alisya yang tengah menyiapkan sarapan.

"Mama lupa, yah? Hari ini kan rencana mau melakukan pemeriksaan. Sekalian USG, untuk memastikan kondisinya," ucap Alisya sembari menatap perutnya penuh kasih.

"Oh iya. Mama lupa," ucap ibu Adith dengan wajah terkejut.

"Kami boleh ikut kan, Ma?" tanya Al kepada ibunya yang di barengi tatapan antusias dari El dan Yu.

"Tentu saja. Kalian pasti sangat ingin melihat adik kalian juga kan?" jawab Adith membelai rambut ketiga anaknya yang langsung di balas senyum lebar bahagia ketiganya.

"Kalau begitu, kami juga ikut." Ayah Adith juga dengan antusias ingin ikut bersama dengan Adith dan Alisya. Ibu Adith tampak menatap Adith dan Alisya menunggu jawaban keduanya.

"Baiklah… Semuanya boleh ikut." Adith tidak bisa menolak setelah mendapatkan tatapan penuh keinginan dari kedua orangtuanya tersebut.

Setelah selesai sarapan, mereka semua besiap-siap untuk menuju ke rumah sakit. Adith mengemudikan mobil dengan ayahnya di sampingnya, sedang Alisya dan Ibunya duduk di kursi belakang. Al, Eil dan Yu duduk dengan nyaman di kursi paling belakang. Beberapa saat kemudian, mereka akhirnya sampai di rumah sakit. Rumah sakit yang merupakan tempat dimana Adith bekerja sekaligus menjadi pemimpin di rumah sakit tersebut, dan juga merupakan tempat dimana Yuli bekerja.

"Wow… Ramai sekali. Sepertinya kalian benar-benar tidak sabar ingin bertemu dengan si bayi yah?" ucap Yuli terkejut melihat semua orang berada disana untuk mengantar Alisya.

"Mereka semua sudah lama menunggu moment ini, meski hanya bisa melihat dari layar monitor saja." Alisya segera masuk dan duduk begitu Yuli menyambut mereka.

"Baiklah kalau begitu, sebaiknya kita lansung mulai pemerikasaannya." Yuli yang melihat wajah tak sabar mereka dengan segera memulai pemeriksaan kepada Alisya.

Setelah terlebih dahulu melakukan timbangan berat badan dan mengukur tekanan darah, Alisya segera naik ke ranjang pasien dan berbaring dengan nyaman. Yuli mulai mengarahkan alatnya pada perut Alisya, hingga perlahan-lahan bentuk dan ukuran bayi yang ada di dalam perutnya mulai terlihat jelas.

"Bayi nya sehat sekali, tidak ada masalah dalam perkembangannya. Seluruh organ-organnya juga sudah terbentuk dengan baik." Yuli memberikan penjelasan sembari mengarahkan satu persatu organ yang dia tunjukkan kepada mereka semua. Penjelasan Yuli membuat semua yang mendengar itu menjadi sangat legah dan bahagia.

Deg… deg… deg…

"Aku rasa kau sudah bisa mengira-ngira jenis kelaminnya berdasarkan bunyi denyut jantungnya," ucap Yuli sembari menatap Alisya dengan penuh bahagia. Dia seolah merasa sangat senang meski belum benar-benar mengarahkan alatnya untuk mengetahui jenis kelaminnya.

Alisya tersenyum penuh syukur sembari menatap layar monitor lalu perutnya. Tanpa dikatakan pun, Adith serta kedua orangtuanya sudah bisa menebak apa maksud dari yang mereka bicarakan. Adith lalu membelai lembut rambut Alisya, sedang ayah dan ibu Adith tampak sangat bahagia dan mengucap syukur.

"Jenis kelamin itu apa, Ma?" Yu datang mendekat kepada ibunya dan bertanya dengan polos. Nada suaranya yang menggemaskan membuat Yuli sedikit tertawa lepas. Yang lainnya pun juga tertawa pelan mendengar pertanyaan Yu.

"Itu yang jadi pembeda antara Laki-laki dan perempuan. Misalnya Yu punya banyak ciri yang sama dengan Papa, karena kalian laki-laki. Sedangkan Tante Yuli dan Mama punya banyak persamaan, karena kami perempuan. Sama seperti adik yang sekarang ada di dalam perut Mama." Alisya memberikan penjelasan dengan cukup singkat.

"Berarti kami punya adik perempuan yah, Ma?" tanya Eil dengan penuh semangat.

"Benar!" jawab Yuli cepat.

"Punya satu adik yang sedikit berbeda dari mereka, sepertinya tidak buruk. Aku ingin bertemu dia secepatnya, Ma." Al juga tak kalah semangatnya.

Hal itu membuat semua orang dewasa hanya bisa tertawa gemas melihat tingkah polos mereka.

Beberapa bulan berikutnya, tepat di 7 bulan masa kandungan Alisya. Mereka melakukan acara 7 bulanan yang cukup meriah karena banyak dihadiri oleh keluarga, kerabat dekat dan juga teman-teman. Kehamilan Alisya sebelumnya disembunyikan oleh Adith dari rekan-rekan bisnisnya, untuk melindungi Alisya dari saingan bisnisnya. Namun karena sudah menginjak usia 7 bulan dan mereka mengadakan acara, Adith mau tidak mau harus memberitahukan berita bahagia tersebut.

Acara itu dilaksanakan di rumah Adith, dengan banyak pengawalan ketat sebab Adith takut kalau saingan bisnisnya akan melakukan tindakan buruk kepada Alisya. Meski dia tahu, kalau Alisya tidak akan mungkin bisa di lukai dengan mudah. Akan tetapi, pengalaman sebelumnya dimana mereka mendapatkan teror, membuat Adith menjadi lebih waspada.

Tanpa ada acara ritual adat apapun, Adith dan Alisya hanya menggelar pengajian bersama. Alisya mengenakan gamis dan hijab berwarna peach lembut yang membuat auranya terpancar dengan sangat cantik.

Adith juga mengenakan baju kokoh dengan warna yang senada dengan Alisya. Auranya serta ketampanannya juga memancar keluar hingga membuat semua orang yang melihat Adith terpesona karenanya. Meski keduanya terlihat sangat muda, namun Aura keduanya benar-benar terpancar jelas dan terlihat di wajah Alisya dan Adith. Tidak jauh berbeda, si kembar tiga yang menggemaskan juga mengenakan baju kokoh dengan warna yang sama membuat mereka terlihat semakin tampan dan menggemaskan. Ayah Adith, Ibunya serta Ayah Alisya juga ikut hadir disana.

Acara itu berlangsung dengan penuh khidmat dan haru. Baik Adith maupun Alisya, keduanya kembali mengingat bagaimana penderitaan mereka dalam melewati ujian yang begitu banyak dan berat hingga mereka bisa kembali bersama seperti saat ini. Bayang-bayang masa lalunya membuatnya semakin protektif kepada istri terkasihnya tersebut.

Adith lalu menggenggam tangan Alisya, seolah takut kalau hal yang sudah lalu kembali terjadi. Dia tidak ingin tangan itu lepas lagi dari genggamannya, meski hanya sedetik saja. Alisya yang merasakan betapa erat genggaman tangan Adith, mulai menatap suaminya itu dengan lembut dan tersenyum tipis. Alisya tahu akan kekhawatirannya dan apa yang sedang dipikirkan oleh Adith saat ini. Dia akhirnya mendekap tangan Adith dengan kedua tangannya lalu memegang pipi Adith dengan sapuan lembut.

"Aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan sekarang. Aku tahu juga kalau kamu sangat mengkhawatirkan aku, tapi satu hal yang harus kamu tahu bahwa bagimanapun usaha seorang manusia untuk memisahkan kita. Tidak akan ada yang bisa menentang kuasa tuhan jika sudah menakdirkan hambanya untuk bersama." Alisya berkata dengan suara yang penuh kelemah lembutan untuk meyakinkan Adith agar tak perlu tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Semua yang sudah terjadi adalah ujian yang hanya akan membuat kau dan aku semakin bersama dan tak terpisahkan. Selain itu, aku juga tidak punya keinginan untuk pergi dari pria tampan sepertimu." Alisya menatap Adith dengan wajah mesum menggoda hingga membuat Adith tertawa pelan.

"Maafkan aku, karena sudah membuatmu khawatir." Adith dengan cepat mengembalikan eskpresinya yang tertekan sebelumnya dan menatap Alisya dengan hangat. Alisya menggeleng cepat lalu menatap ketiga anaknya.

"Kau juga tak perlu khawatir, karena ada tiga jagoan hebat yang akan melindungi aku. Bukan begitu sayang?" tanya Alisya kepada ketiga anaknya yang membuat ketiganya saling berpandangan bingung.

"Tentu saja. Kami akan melindungi Mama dan juga Queenby." Al menjawab dengan penuh percaya diri.

"Queenby?" Adith mengerutkan keningnya tak paham, sebab yang dimaksud oleh Al adalah orang yang sama.

"Ya. Kami memutuskan untuk memberi nama panggilan sayang untuk dia," ucap Eil sembari membelai perut ibunya dengan lembut.

"Karena dia akan jadi satu-satunya perempuan ditengah-tengah kami." Yu juga ikut menambahkan dengan penuh semangat.

"Queenby, yah?" Alisya tampak berpikir hingga membuat ketiga anaknya jadi ragu.

"Apa mama tidak suka nama itu?" tanya Al dengan tatapan khawatir.

"Tentu saja tidak." Adith yang menjawab pertanyaan Al membuat kedua anaknya menunduk kecewa. Alisya langsung menyikutnya dengan kuat hingga membuat Adith meringis kesakitan.

"Tidak salah lagi kalau mamamu pasti suka, maksud Papa." Adith kembali menjawab sembari menahan rasa sakit di perutnya.

"Benarkah?" tatap ketiga anaknya dengan wajah ceria.

Belum sempat Alisya menjawab, seseorang tiba-tiba saja datang menghampiri mereka dan merebut jawaban Alisya.

"Tentu saja mamamu akan suka, sebab itu juga panggilan mama kalian saat masih kecil dulu. Meski setelah dewasa dia jadi malu kalau ada yang memanggilnya dengan nama itu," ucap Ayah Alisya sembari membelai kasar kepala anaknya yang tertutupi oleh hijab. Alisya yang masih ingin protes segera terhenti setelah ayahnya memberitahukan kepada keduanya untuk menyapa semua udangan yang sudah datang.

Satu persatu dari tamu udangan datang untuk memberikan selamat kepada Alisya sembari sebagian dari mereka kadang menyentuh perut Alisya dan memberikan doa. Hal yang sama juga dilakukan oleh Karin dan teman Alisya yang lainnya dengan penuh semangat.

"Selamat yah, Alisya." Karin datang menghampiri Alisya di dampingi oleh Ryu.

"Omedetou, A Chan." Ryu juga ikut memberi selamat dengan tulus kepada Alisya.

"Terima kasih banyak. Aku tidak menyangka kalian berdua akan datang, di tengah kesibukan kalian mempersiapkan pernikahan kalian." Alisya sangat bersyukur melihat ada Karin dan Ryu disana.

"Selamat menjadi ibu, Alisya." Emi, Feby, Gina, serta Dora menyerbu memberikan selamat sembari tak lupa mereka mengelus lembut perut Alisya.

"Jangan terlalu heboh, kalian bisa membuat bayi dalam kandungannya menjadi trauma." Yogi yang melihat mereka terlalu bersemangat segera mengingatkan.

"Biarkan saja, mereka seperti itu karena berharap kalau mereka juga bisa berada di posisi yang sama suatu hari nanti. Hamil kan impian semua perempuan," ucap Rinto sengaja menyindir mereka.

"Kalau soal itu, tidak perlu diragukan lagi." Yani menanggapi dengan tatapan mantap yang disambut anggukan setuju oleh yang lainnya.

"Makanya... Kalau jadi perempuan jangan pasang harga diri terlalu tinggi, laki-laki jadi ragu untuk maju." Apa yang dikatakan oleh Yogi sontak mendapatkan tatapan tajam dari semua teman-teman wanitanya yang belum menikah.

Geplakkkk...

"Jangan asal bicara kalau kau tidak tahu situasi mereka. Banyak hal yang menjadi kendala dan tidak semuanya berasal dari ego perempuan." Aurelia datang dan langsung memukul Yogi atas ucapannya. Semua teman-temannya sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh Aurelia.

"Dan... Nih! Gendong anakmu. Jangan bergaya seperti seorang jomblo," Aurelia segera mengoper Amel kepada ayahnya, Yogi. Aurelia sengaja melakukan itu untuk tidak membahas apa yang baru saja mereka katakan lebih lanjut.

"Tidak! Amel tidak mau sama Papa." Amel menolak dengan sangat tegas karena tidak ingin bersama ayahnya.

"Amel mau main sama Yu saja," ucapnya sekali lagi yang langsung membuat semua orang tersenyum.

Yu yang mendengar Amel akan menghampirinya, segera melarikan diri. Semua orang tertawa melihat tingkah menggemaskan mereka.

"Sekali lagi selamat yah, Alisya." Mereka semua memberi selamat dengan kompak sembari sama-sama mengelus perut Alisya.

"Kalian sadar tidak? Kalau cewek hamil atau teman kalian hamil, kalian pasti akan mengucapkan selamat sambil memegang perutnya. Tapi tidak ada siapapun yang datang, memegang si burung yang sudah menghamili dan berkata kerja yang bagus kawan." Apa yang dikatakan oleh Yogi sekali lagi membuat semua wanita yang ada disana langsung mengeroyoknya.

"Sebenarnya, apa yang dikatakan oleh Yogi memiliki filosofi yang mendalam. Hanya perumpamaannya saja yang sedikit vulgar," ucap Zein membela Yogi yang sudah babak belur di hajar masa.

"Apa maksudmu?" tanya Dora bingung.

"Maksudku adalah kerja keras seseorang kadang tidak pernah dihargai. Karena yang penting adalah hasil yang dia capai," jawab Zein dengan nada yang santun agar bisa di terima oleh para wanita yang tengah panas.

Mereka semua terdiam membenarkan apa yang dikatakan oleh Zein. Baru saja mereka akan melanjutkan percakapan, si artis Beni sudah mengambil alih suasana dengan menyanyikan sebuah lagu islami yang di dampingi oleh Gani yang memegang gitar. Rinto yang paham segera menuju ke panggung untuk memegang drum, sedang Yogi dengan cepat mengambil piano.

avataravatar
Next chapter