26 Story 26 : Penggoda.

Andara melangkahkan kakinya menuju kelas. Ini sudah beberapa hari sejak Algar siuman dan kini pastinya lelaki itu sudah kembali bersekolah. Andara sangat-sangat bersyukur dengan pemulihan Algar yang sangat cepat.

Andara mengusap punggung tangannya, ciuman lelaki itu rasanya masih terus membekas. Sepertinya Andara tidak akan bisa menatap Algar untuk beberapa waktu ke depan. Kalian tahu? Perempuan itu sangat malu ketika mengingat kejadian itu.

Andara menundukkan wajahnya ketika melewati tempat duduk Algar. Algar tersenyum kecil dan menyapa perempuan itu.

"Pagi," sapanya. Andara menghentikan langkahnya.

"Pa-pagi ...," balasnya kecil. Andara langsung berlari menuju tempat duduknya dan menyembunyikan wajahnya yang terasa sangat panas.

Algar heran dengan kelakuan Andara yang sedikit berbeda dari biasanya, biasanya perempuan itu selalu bersikap dingin padanya, entah kenapa pagi ini sedikit berbeda. Algar menaikkan satu alisnya seraya terus memandangi Andara yang masih menyembunyikan wajahnya.

"Lo apain Andara?" tanya Rio membuat Algar kembali menoleh pada lelaki itu.

"Gak gue apa-apain. Jangan ngaco." Rio dan Revan tertawa dengan jawaban Algar. Algar melirik Andara yang terlihat tidak ingin menatapnya. Apa perempuan itu marah padanya?

Saat jam istirahat tiba, Algar berencana menemui perempuan itu di perpustakaan, tentunya dengan sepengetahuan Rio dan Revan. Algar tersenyum kecil ketika menemukan Andara yang sedang membaca buku. Algar menyentuh bahu perempuan itu, sepertinya dia sedikit terkejut dengan kedatangan Algar.

"Lo gak ke kantin?" Andara menundukkan wajahnya.

"Gue ... gue udah makan roti kok tadi. Lo sendiri?" Algar terdiam. Andara menjawab pertanyaanya tanpa menatap matanya, jangankan menatap, perempuan itu tidak menoleh ke arahnya.

"Gue baru aja dari kantin." Andara mengangguk kecil kemudian perempuan itu terdiam. Andara merasakan kecanggungan di antara mereka berdua. Ya, kalian tahu? Mereka sudah pacaran lho, ditambah kejadian di rumah sakit itu membuat Andara semakin malu jika bertemu dengan Algar.

"Lo marah sama gue?"

"Eh?" Andara spontan menolehkan wajahnya. Perempuan itu kaget dengan pertanyaan Algar tadi. Jangan-jangan di mata Algar Andara terlihat marah bukan malu. Andara dengan panik menggeleng.

"Gue gak marah kok! Suer!" paniknya. Andara mendekatkan wajahnya, perempuan itu menatap Algar dan membuat mimik wajah yang serius agar lelaki itu percaya padanya.

Algar tertegun dengan jarak keduanya yang lumayan tipis. Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ba-baguslah ... kalau lo gak marah," ucapnya. Andara tersadar dengan jarak mereka yang sangat dekat, perempuan itu kembali menjauh dan membuang mukanya. Andara tidak mengerti lagi. Sebenarnya apa yang terjadi dengan dirinya?

Keduanya terdiam untuk sejenak, mereka terjebak dalam situasi yang sangat canggung. Kemudian Algar mengukir senyumnya kemudian berdiri dari duduknya.

"Syukur deh kalau lo gak marah. Em ... sebenernya gue mau ngajak lo jalan, berhubung kita ... udah jadian." Algar berjalan ke depan Andara, perempuan itu mendongakkan wajahnya. Algar menyentil hidung Andara pelan.

"Gimana, lo mau?" tanyanya dengan senyuman yang manis. Andara terpana dengan senyuman itu. Ah, sepertinya dirinya sudah gila. Kenapa lelaki itu selalu ada di pikirannya?

Sayangnya sebelum Andara menjawab, bel masuk telah berbunyi.

"Gue tunggu hari Sabtu, jam 10 pagi. Gue gak terima penolakan." Algar berbalik, melangkah meninggalkan perpustakaan.

Andara masih terdiam membisu. Kenapa lelaki itu selalu menggodanya? Senyum lelaki itu selalu terukir di pikiran Andara. Ah, Andara tidak bisa menghilangkannya, ini akan mengganggu fokusnya dalam belajar. Andara memukul kepalanya pelan beberapa kali. Hasilnya nihil, senyumnya terlalu candu.

Dasar lelaki penggoda.

♡♡♡

Andara terdiam menatap makan malamnya. Bagaimana ini? Lusa Algar mengajaknya jalan. Jalan, lho. Bundanya terheran dan langsung menegur Andara.

"Sayang, kenapa diem aja?" Andara tersadar dari lamunannya, perempuan itu hanya menjawab dengan gelengan kemudian terkekeh kecil seraya menyendok makanannya.

"Bunda dengar Algar kecelakaan. Apa itu benar?" Andara mengangguk kecil.

"Tapi bunda tenang aja, sekarang Algar udah masuk sekolah lagi, kok." Bundanya tersenyum kecil.

"Syukurlah. Bunda sangat ingin meminta maaf karena tidak bisa menjenguknya saat itu, bunda terlalu banyak pekerjaan." Andara tersenyum kecil.

"Pasti Algar ngerti kok, bun," jawabnya.

Setelah selesai dengan makan malamnya, Andara langsung berlari menuju kamarnya. Perempuan itu menatap pantulan dirinya di cermin rias. Andara memegang kedua pipinya yang sedikit memerah. Entahlah ini kencan atau bukan, yang jelas Andara sangat menantikannya.

"Aneh, ya. Kok gue malah seneng, sih."

Di sisi lain, Algar terus berpikir kira-kira ke mana dia harus pergi bersama Andara? Kalian tahu? Algar saat itu hanya berbicara spontan dan tanpa sadar mengajak Andara jalan! itulah sebabnya Algar harus membuat rencana kencan pertamanya dengan Andara.

Haruskah mereka pergi ke toko buku? Atau pergi membeli makanan yang perempuan itu suka? Ngomong-ngomong Algar tidak mengetahui makanan kesukaan perempuan itu, astaga.

"Bang, disuruh minun obat sama mama!!" pekik Lidya dari arah ruang tamu.

Ah, maskipun Algar sudah lumayan pulih, lelaki itu masih harus mengkonsumsi obatnya setiap hari setidaknya dalam jangka waktu satu bulan kedepan.

Algar beranjak dari kamarnya menuju ruang tamu. Lelaki itu mengkonsumsi obat-obatannya dan kembali ke kamarnya. Algar mengabaikan panggilan Lidya yang terus mengganggu pendengarannya, itu pasti hal yang tidak penting, Algar akan lebih mementingkan rencananya dulu kali ini.

Bagaimanapun caranya, Algar harus membuat Andara bahagia dan nyaman saat jalan bersamanya. Ah, Algar sangat gugup.

Lelaki itu membuang napasnya berat. Algar menatap benda pipih yang sedari tadi digenggamnya. Kalau dipikir-pikir, Algar sudah lama tidak berbicara dengan Andara lewat telepon. Algar juga ingin membicarakan sesuatu dengan Andara untuk memperlengkap rencananya.

Algar menatap jam dinding di kamarnya, sudah menunjukkan pukul 21.00, apa perempuan itu belum tidur? Algar hanya takut mengganggunya malam-malam begini.

Algar memijat pelipisnya, sangat bimbang.

Pada akhirnya Algar mencari kontak Andara dan menekan tombol hijau,Algar menghubungi Andara. Lelaki itu menunggu cukup lama, namun sama sekali tidak ada balasan. Apa Andara benar-benar sudah tidur? Algar memutuskan untuk menghubunginya sekali lagi. Semoga terjawab.

Lumayan menunggu lama hingga akhirnya terdengar suara Andara yang membuat Algar sedikit lega. Suara Andara di telepon sangatlah halus, lumayan berbeda ketika di sekolah.

Cukup lama tidak ada suara membuat Algar mendesah berat. Sepertinya Andara tidak akan mengeluarkan suaranya jika tidak disapa. Bagaimana Algar harus menyapanya? 'Halo, sayang?' 'Hay, baby?' 'Malam, sayang?'

Algar menggelengkan kepalanya tegas, mana mungkin dia akan menyapa seperti itu, sangat aneh. Sepertinya sapaan biasa saja sudah cukup.

"Halo?" sapa Algar pada akhirnya. Perempuan itu terdiam sejenak dan tidak langsung membalasnya.

"Iya ...," balasnya kemudian. Terdengar sangat kecil.

Tiba-tiba saja Algar mendapatkan ide untuk menggoda perempuan itu. Entahlah ini berhasil atau tidak, Algar akan mencobanya.

"Gue kangen sama lo," godanya.

avataravatar
Next chapter