23 Story 23 : Rio, Revan & Andara.

Andara melangkah perlahan setelah dirinya mengantar Dita pulang untuk beristirahat. Andara masih diselimuti oleh kesedihan yang mendalam. Rasanya Algar baru saja tertawa bersama dirinya beberapa jam yang lalu, namun sekarang lelaki itu hanya terkulai lemas di atas bangkar.

Andara kembali ke rumahnya, mungkin besok Andara akan menjenguk Algar di rumah sakit. Punggung perempuan itu juga masih sedikit terasa nyeri. Andara membuka handle pintu rumahnya.

"Bunda?" Andara tidak mendengar jawaban apa pun. Perempuan itu memilih menuju ruang tamu.

Andara menaikkan satu alisnya ketika melihat sebuah kertas berisi tulisan tangan bundanya. Di sana tertulis bahwa bundanya memiliki pekerjaan darurat yang mengharuskannya datang saat itu juga. Andara tidak kaget, itu sudah biasa. Andara menghela napasnya. Di kertas itu juga tertulis perintah untuk Andara, perempuan itu harus makan dan meminum obatnya tepat waktu.

Andara menyentuh punggungnya, sedikit menekannya. Andara mendesah berat, ternyata masih terasa.

Andara menghabiskan makanan yang disiapkan bundanya kemudian meminum obat pereda nyerinya. Andara menatap ke depan dengan tatapan yang kosong. Andara teringat dengan ucapan Tasya saat itu.

'Kalau emang lo gak mau jauhin Algar, Elvan yang akan turun tangan untuk misahin kalian berdua.'

Andara mengepalkan tangannya. Jangan bilang Elvan yang membuat Algar hingga koma seperti ini? Jika benar, itu akan sangat keterlaluan.

"Elvan ... semoga dugaan gue salah." Andara baru ingin melangkah, namun terdengar suara ketukan pintu. Sejujurnya Andara sangat takut jika membuka pintu di saat dirinya sedang sendirian.

Andara menarik napasnya, mencoba mengumpulkan keberanian. Perempuan itu melangkah sedikit demi sedikit mendekati pintu rumahnya.

Pada akhirnya Andara membuka handle pintu rumahnya. Sepertinya Andara membuat keputusan yang salah kali ini. Andara menatap lelaki dengan hoodie biru tuanya itu. Lelaki itu menyunggingkan senyum iblisnya.

"Akhirnya tidak akan ada yang mengganggu kita, Andara." Andara menundukkan wajahnya.

"Ma-maksud lo apa?" Andara tidak berani menatap mata lelaki itu, sangat kelam hingga membuat Andara sangat ketakutan.

"Kamu tahu? Setiap kali aku ingin menghabiskan waktuku denganmu, lelaki sialan itu selalu datang mengganggu kita." Andara membulatkan kedua matanya. Apa Elvan yang benar-benar membuat Algar koma?

"Sekarang lelaki itu sedang sekarat, dia tidak akan mengganggu kita, Andara. Mari kita habiskan waktu bersama." Andara menggeleng tegas. Andara bingung, apa yang harus ia lakukan? Bundanya sedang tidak di rumah, bahkan Algar sedang koma, lelaki itu tidak akan datang untuk menyelamatkannya.

Elvan mengulurkan tangannya, telapak tangan itu menyentuh pipi Andara yang sangat hangat. Andara terdiam mematung. Andara sungguh kesal dengan dirinya sendiri yang tidak bisa melakukan pemberontakan. Andara mengepalkan tangannya. Andara membulatkan tekadnya, perempuan itu menjauhkan tangan Algar dari pipinya.

Elvan terkejut. Andara merasakan napasnya yang lebih cepat dari biasanya. Andara mendongakkan wajahnya, berusaha menatap lensa lelaki itu.

"Udah cukup lo ganggu hidup gue!" Elvan tertawa renyah. Lelaki itu mendekati Andara, Andara melangkah mundur hingga punggungnya kembali membentur tembok, Andara merasakan nyeri yang luar biasa.

Elvan mencengkram tangan Andara, Andara berusaha melepaskan itu walaupun sangat sulit, bagaimana pun Elvan adalah lelaki, sangat berbeda jauh tenaganya dengan Andara yang notabenenya seorang perempuan.

"Lepasin!" pekiknya. Elvan justru mengencangkan cengkramannya. Andara menahan rasa sakitnya.

"Berhenti ganggu hidup gue, pergi dari sini sekarang!" Elvan menatap Andara dengan wajah datarnya. Sepertinya lelaki itu tidak suka dengan ucapan Andara tadi. Andara merasakan pergelangan tangannya yang mulai memanas, Elvan mencengkramnya terlalu keras.

"Ucapanmu sungguh menyakitkan, Andara. Kira-kira hukuman apa yang pantas kamu dapatkan?" Andara sedikit terkejut, tubuhnya bergetar.

Andara sudah tidak kuat lagi berdiri, perempuan itu terjatuh lemas di lantai. Elvan menatap Andara kemudian menyunggingkan senyumnya. Lelaki itu mendekati Andara sebelum akhirnya---

Bruk!

Andara terkejut karena tubuh Elvan terpental ke sampingnya. Andara menoleh dan mendapatkan Revan serta Rio berada di sampingnya. Andara mengatur napasnya, syukurlah.

Rio membantu Andara untuk kembali bangkit sementara Revan berhadapan dengan Elvan. Elvan bangkit dan menyentuh pipinya yang terasa panas, sepertinya Revan memberinya bogem mentah.

"Lo siapa?" tanya Revan hanya dibalas seringaian oleh Elvan.

"Siapa sangka pengganggu akan kembali datang. Sepertinya permainan ini akan semakin menyenangkan," ucapnya kemudian berlari keluar rumah Andara. Andara hanya menatap punggung itu dengan rasa cemas.

Apakah Elvan juga akan menyakiti Rio dan Revan?

Andara sangat harap itu tidak terjadi.

♡♡♡

Andara menyuguhkan dua cangkir air putih kepada Rio dan Revan. Andara duduk di seberang mereka.

"Lo gak apa-apa?" Andara mengangguk kecil.

"Makasih ...," lirihnya. Rio menatap Revan, kemudian keduanya mengangguk.

"Sebenernya gue sama Revan ke sini mau minta maaf sama lo." Andara terdiam untuk mendengarkan kelanjutannya.

"Gue sama Revan udah kasar sama lo, gue tahu, seharusnya gue gak seperti itu. Gue sama Revan sempet denger percakapan lo berdua di UKS, dan gue tahu, lo sama Algar udah menjalin hubungan spesial. Gue akhirnya paham kalau lo gak seburuk itu. Gue akhirnya paham seberapa besar tekad Algar untuk ngelindungin lo. Pada kenyataannya, Tasya-lah yang udah nyakitin lo," jelasnya. Andara mengangguk kecil.

"Jangan benci Tasya," balas Andara.

"Gimana pun juga dia temen kalian," lanjutnya. Rio dan Revan mengangguk kecil.

"Sebagai temennya Tasya, gue minta maaf atas semua sikap kasarnya sama lo selama ini." Andara tersenyum kecil. Andara pikir mereka akan membenci dirinya selamanya, mungkin tuhan mulai menyayanginya, sehingga banyak orang yang berdatangan untuk melindunginya.

"Sebagai permintaan maaf kita, kita pasti akan ngebantu lo dan ngejaga lo selagi Algar dalam keadaan koma." Andara terdiam, sebenarnya ada sesuatu yang ingin perempuan itu lakukan.

"Gue ... bener-bener mau ngucapin makasih banget ke kalian. Kalau gak ada kalian, gue gak tahu harus gimana ...," lirih Andara.

"Kalau lo butuh apa-apa, lo bisa hubungin kita." Rio memberikan sebuah kertas sobekan kecil berisi nomor telepon dirinya dan Revan.

Andara menatap Rio dan Revan bergantian, mungkin kedua orang ini bisa membantunya. Andara ingin memberontak pada Elvan, Andara tidak ingin seperti ini terus. Selalu dibayang-bayangi oleh psychopath gila itu.

Andara juga tidak mengerti kenapa Elvan bersikap sangat kejam seperti itu, Andara sama sekali tidak tahu masa lalu lelaki itu.

"Lo kenapa? Ada masalah lagi?" tanya Revan. Andara terdiam, perempuan itu gelisah. Langkah apa yang harus ia ambil selanjutnya? Andara mengepalkan tangannya.

Andara yakin, Elvan-lah yang menyebabkan Algar koma, kata-kata lelaki itu membuatnya semakin yakin. Elvan harus membayar semuanya. Pada akhirnya, Andara akan mengambil langkah ini. Mungkin ini memang yang terbaik.

"Gue ... gue mau minta bantuan sama kalian, boleh?" tanya Andara dengan ragu. Rio dan Revan saling bertatapan, sepertinya ini masalah serius sampai Andara terlihat sangat gelisah.

avataravatar
Next chapter