1 Story 1 : Andara.

"Pergi ke kota Tuban, buat beli rambutan," ujar Algar membuat kedua temannya menatapnya dengan tatapan yang aneh.

"Lo berdua kok natap gue gitu? Bilang cakep kek, apa kek, gitu." Rio mengangkat tinggi-tinggi ibu jarinya.

"Cakep ..."

"Bentar-bentar, emang di Tuban ada rambutan, anjir?" tanya Revan membuat Algar merotasikan bola matanya malas.

"Rusuh lu, van. Orang gue lagi pantun," sewot Algar. Revan dan Rio hanya bisa tertawa melihat kelakuan temannya yang satu itu.

Algar yang menyadari sesuatu yang aneh segera mengedarkan pandangannya ke kiri dan kanan. Lelaki itu berharap menemukan seseorang yang ia cari.

"Eh, Siti mana? Dari tadi gak kelihatan, baru mau gue godain pake pantun." Revan menaikkan satu alisnya.

"Siti gak masuk, sakit. Lo gak jenguk doi?" Algar menempeleng kepala Revan.

"Doi pala lo gendut!" tandasnya. Revan dan Rio tertawa.

Selagi Revan dan Rio tertawa, Algar menatap seorang perempuan di pojok kelasnya. Perempuan itu baru saja bergabung dengan kelas Algar beberapa hari yang lalu. Anehnya, perempuan itu sama sekali tidak berbicara dan mencoba mencari teman.

"Liatin apa lo? Udah kayak geliat kakel seksi aja, gak kedip tuh mata." Rio mengikuti arah pandang Algar dan menaikkan satu alisnya.

"Mau selingkuh lo dari si Siti?" Algar menatap sinis Rio.

"Kuping Siti panas pasti, lo berdua ngomongin dia mulu soalnya." Revan terkekeh.

"Lagian, lo sendiri ngapain ngeliatin tuh cewek aneh?" Algar menaikkan satu alisnya.

"Aneh gimana? Cantik gitu," balasnya.

"Cantik sih, tapi dia gak pernah ngomong. Gak pernah bersosialisasi." Algar hanya ber'oh' ria seraya menatap perempuan itu.

Perempuan itu sepertinya sedang menulis atau mungkin menggambar sesuatu. Karena sedari tadi, perempuan itu tak kunjung mengalihkan tatapannya dari buku yang ia genggam.

"Gue mau godain, ah. Lumayan, pengganti si Siti." Algar berjalan menuju meja perempuan itu yang letaknya di pojok kelas.

Algar menaikkan satu alisnya ketika melihat perempuan itu sedang menggambar sesuatu dan menuliskan sebuah nama.

"An---dara---" perempuan itu menoleh dan refleks menutup bukunya. Algar mengerutkan dahinya.

"Kenapa ditutup?" perempuan itu tidak menjawab, ia menundukkan wajahnya.

"Gue gak sempet baca nama lengkap lo," lanjut Algar, perempuan itu masih diam. Revan menghampiri Algar dan menyentuh bahu lelaki itu.

"Udah lah, gar. Ngapain sih ngeladenin dia?" Algar masih menatap perempuan itu.

"Ayok lah kantin. Kita juga gak tau dia sebenarnya bisa bicara atau engga?" Revan beranjak diikuti Algar di belakangnya.

Entah kenapa, Algar jadi penasaran. Tentang perempuan itu, Andara.

Ketiganya melangkah menuju kantin, sementara perempuan itu berusaha menahan kalutnya setengah mati. Perempuan itu mengepalkan tangannya.

♡♡♡

Seorang perempuan dengan surai sepunggungnya berjalan dengan wajah yang tertunduk, namanya Andara. Andara berusaha untuk mengabaikan seluruh pasang mata yang menatapnya dengan aneh.

Semenjak kejadian mengerikan beberapa bulan yang lalu, Andara memutuskan untuk berhenti bersekolah. Perempuan itu trauma berat dengan apa yang ia alami. Ibunya kembali memaksanya bersekolah beberapa hari yang lalu di sekolah yang berbeda dari sebelumnya. Dengan harapan, putrinya itu tidak lagi mendapat perlakuan yang tidak baik.

Andara berjalan menuju kantin dengan wajah yang tertunduk, sehingga perempuan itu tidak dapat melihat apa yang ada di depannya. Alhasil, tubuhnya menabrak punggung seseorang. Andara terjatuh dengan posisi duduk. Banyak yang menatapnya, membuat perempuan itu risih.

"Maaf," lirihnya. Andara mendongak, mendapati seorang lelaki yang membuatnya dengan cepat kembali berdiri dan memutuskan untuk berlari.

Algar. Lelaki itu adalah Algar.

Algar yang baru saja akan melangkahkan kakinya terpaksa mengurungkan niatnya karena Rio dengan cepat mencekal pergelangan tangannya.

"Lo mau nyusul tu cewek?" Algar menggeleng cepat.

"Gue mau ke toilet sebentar, pesenin gue soto yang pedes," alibinya kemudian segera berlari. Tantu saja Algar berbohong, nyatanya lelaki itu benar-benar mengejar Andara. Algar tahu, Andara pasti belum pergi terlalu jauh.

Algar berhenti sejenak, lelaki itu mengatur napasnya kembali. Algar menaikkan satu alisnya ketika mendapatkan Andara yang sedang duduk di kursi halaman belakang sekolahnya. Algar menghampiri perempuan itu.

"Kenapa langsung kabur?" Andara menoleh terkejut, kemudian membuang kembali mukanya.

"Kenapa gak jawab? Tadi gue denger lo ngomong maaf kok, itu artinya lo bisa bicara, kan?" Andara mengepalkan tangannya, perempuan itu bangkit dari duduknya.

"Dari awal juga ... gue bisa bicara. Kalian yang terlalu cepat menyimpulkan," balasnya dengan suara yang sangat kecil. Algar menaikkan kedua alisnya.

"Lo ngomong apa barusan?"

"Bukan urusan lo. Satu lagi, tolong jangan ikut campur masalah gue." Andara berlalu pergi meninggalkan Algar dengan banyak tanda tanya yang memutari kepalanya.

Tidak biasanya Algar tertarik dengan seseorang.

♡♡♡

Algar kembali menuju kantin setelah urusannya dengan Andara selesai, meskipun lelaki itu masih penasaran dengan beberapa hal. Algar menghampiri meja pojok, di sana sudah ada Revan, Rio, dan Tasya. Tasya juga merupakan teman Algar, namun mereka berbeda kelas.

"Lama banget lo. Tuh liat, soto lo udah mangkak." Algar terkekeh.

"Biasa, panggilan alam. Kayak gak pernah aja lo." Algar melirik Tasya karena sedari tadi perempuan itu terdiam. Biasanya, Tasya tak henti-hentinya mengoceh.

"Tumben kalem, tas." Tasya merotasikan bola matanya.

"Habis diputusin Bima, tuh," jawab Rio membuat Tasya geram sendiri.

"Kan gue udah bilang, cowok preman kayak dia gak baik, tas. Mending sama si Rio tuh, pinter, baik, gak pelit." Tasya menatap Rio dengan sinis.

"Ogah banget gue," tandasnya membuat Rio kesal.

Keempatnya memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahat mereka di kantin. 20 menit berlalu, waktu istirahat telah berakhir dan jam pelajaran terakhir akan segera dimulai.

"Gue duluan," ucap Tasya seraya meninggalkan Algar, Revan dan Rio.

"Pelajaran siapa sekarang?" Revan dan Rio saling bertatapan.

"Bu Nasmi kayaknya." Algar menghembuskan napasnya berat.

"Bu Nasmi segala, gak bisa bolos, deh," keluh Algar diangguki keduanya.

Pasalnya, mereka sudah tertangkap basah tidak menghadiri pelajaran bu Nasmi selama 2 kali. Jika sekali lagi mereka tertangkap basah, habislah sudah.

"Ya udah, yok masuk. Bentar lagi juga pulang." Algar melangkah malas mengekori Revan dan Rio.

1 jam berlalu, Algar masih saja memijat dahinya. Revan yang melihat itu terkekeh disusul oleh tawa Rio yang terlihat mengejek. Pelajaran telah berakhir dan bu Nasmi baru saja meninggalkan kelas Algar.

Yang membuat Algar pening adalah ujian dadakan yang diadakan oleh bu Nasmi. Algar memukul mejanya dengan keras membuat kedua temannya berhenti tertawa.

"Bu Nasmi sialan!" geramnya. Revan dan Rio kembali tertawa.

"Makanya gar, belajar. Jangan lawak aja bisa lu," balas Revan.

"Otak gue gak nerima rumus, anjir. Gue udah coba buat belajar, tapi malah pening." Rio menyentuh bahu Algar.

"Otak lo kekecilan, sih." Rio tertawa terbahak-bahak. Ekor mata Algar menangkap Andara yang baru saja meninggalkan kelasnya, Algar langsung memegangi perutnya, seakan-akan sedang merasakan sakit.

"Aduh!" keduanya refleks berhenti tertawa.

"Kenapa lo? Mau lahiran?"

"Mata lo!" tandasnya

"Gue ada panggilan alam lagi, nih. Gue duluan, deh." Revan menaikkan kedua alisnya.

"Baru aja tadi istirahat panggilan alam, sekarang panggilan alam lagi. Gak beres." Revan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Setelah berhasil membohongi kedua temannya lagi, Algar segera menuju parkiran dan mengendarai motornya. Matanya menyipit ketika melihat seorang perempuan yang ia yakini adalah Andara. Algar menarik satu sudut bibirnya.

Algar menghentikan motor besarnya di hadapan seorang gadis yang tampaknya sedang menunggu jemputan. Andara memutuskan untuk tidak menatap Algar.

"Woi!"

"Gue punya nama," balasnya dengan volume yang kecil. Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Andara ..."

"Mau apa lo ke sini?" Algar menaikkan satu alisnya.

"Ngajakin pulang bareng, mungkin?" Andara menatap sinis Algar.

"Gue gak butuh. Sebelumnya udah gue bilang, jangan ikut campur masalah gue dan tolong menjauh dari gue, jangan coba-coba masuk ke dalam kehidupan gue." Andara berlalu. Perempuan itu menghampiri mang ojek yang sedari tadi dipesan oleh Andara.

Algar mengepalkan tangannya dan segera menancap gas menuju rumahnya. Ada yang mengganggu pikirannya, entah apa itu.

avataravatar
Next chapter