30 Srory 30 : Alasan Elvan.

Andara kini sedang mencuci piring yang baru saja perempuan itu gunakan untuk makan malam. Andara masih terus memikirkan cerita Resta. Andara tidak bisa bilang jika cerita itu hanya karangan saja karena memang Elvan yang seperti itu.

Jika memang seperti itu, artinya Resta menerima hal dan perlakuan yang lebih buruk dari dirinya. Andara mengeratkan genggamannya pada piring yang sedang ia cuci. Andara tersadar dari lamunannya setelah sang bunda menyentuh bahunya.

"Kalau kamu lelah biar bunda aja," ucapnya. Andara tersenyum lirih kemudian menggeleng.

"Bunda pasti lebih lelah dari aku, bunda istirahat, ya?" bundanya terkekeh kemudian berlalu ke kamarnya. Andara terdiam dan merubah ekspresinya menjadi datar kemudian melanjutkan kegiatannya.

♡♡♡

Andara membalik halaman buku yang sedang ia baca, perempuan itu sedang membaca buku yang baru saja ia beli saat kencan dengan Algar. Andara menyukai kisah dalam buku itu, entah kenapa mirip sekali dengan kisahnya.

Andara menoleh ketika seseorang duduk di sampingnya, kini keduanya sedang berada di perpustakaan.

"Lo suka bukunya?" Andara terdiam kemudian mengangguk kecil.

"Kisahnya gak terlalu bahagia, tapi gue suka. Peran utamanya selalu kuat menghadapi berbagai macam masalah," jawabnya. Algar menatap Andara dari samping, ingin sekali mulutnya berbicara 'Sama kayak lo, selalu kuat.' tapi Algar mengurungkan itu.

Algar tahu Andara kuat. Setelah Elvan mendekam di penjara, masalah tidak lagi datang pada mereka. Namun Algar tahu jika suatu saat masalah akan kembali mendatangi mereka.

Andara menutup bukunya kemudian perempuan itu menatap Algar.

"Resta udah cerita semuanya ke gue," ucapnya. Algar mengangguk kecil.

"Bagus." Andara terlihat gelisah membuat Algar menaikkan satu alisnya.

"Kenapa?" tanyanya. Andara menggeleng kecil.

"Gue cuma heran aja kenapa sifat Elvan sekejam itu, kenapa dia berani ngelakuin itu. Pasti ada pemicunya." Algar terdiam, yang dikatakan Andara tidaklah salah. Pasti ada sesuatu yang menyebabkan Elvan bersifat seperti itu. Bahkan lelaki itu tidak ragu untuk membunuh Algar, untunglah Algar masih selamat.

"Lo bener. Terus, apa yang mau lo lakuin selanjutnya?" Andara mengepalkan tangannya.

"Gue mau nemuin dia. Gue mau tanya sesuatu sama dia," jawab Andara.

"Lo mau nemuin dia di kantor polisi?" Andara mengangguk kecil. Algar menghembuskan napasnya berat kemudian menyetujuinya. Algar juga tidak bisa menghalangi Andara, yang bisa lelaki itu lakukan hanyalah mendukungnya.

Andara hanya merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, seperti sebuah rahasia besar yang harus ia ketahui. Entah kenapa, Elvan selalu menjadi seseorang yang Andara curigai. Elvan terlalu terobsesi padanya, itu tidak wajar. Hal itulah yang membuatnya penasaran dengan Elvan. Kenapa lelaki itu terobsesi padanya? Apa yang menyebabkan Elvan memiliki sifat yang kejam?

Andara akan menanyakan semuanya pada Elvan. Pasti.

"Mau gue anter?" Andara tersadar dari lamunannya kemudian menggeleng.

"Gue sendiri aja." Algar terlihat khawatir dengan Andara. Perempuan itu tersenyum kecil pada Algar guna membuatnya percaya. Algar pasrah dan mengangguk.

"Kalau ada apa-apa langsung hubungin gue, oke?" Andara mengangkat ibu jarinya tinggi-tinggi.

Bel masuk berbunyi bertepatan dengan pembicaraan mereka yang selesai. Algar menyentuh bahu Andara dan berpamitan dengan perempuan itu, Algar melangkah meninggalkan perpustakaan duluan. Andara menatap buku yang baru saja ia baca. Andara meremas buku itu.

Andara mengingat satu kalimat dari sang peran utama dalam buku itu, Andara mengubah raut wajahnya menjadi datar.

"Perasaan sayang yang berlebihan, justru bisa menghasilkan kebencian tak terhingga ... kah?"

♡♡♡

Andara mendongakkan wajahnya menatap kantor polisi yang ada di depannya. Setelah membulatkan tekadnya perempuan itu bergegas memasuki kantor polisi.

Andara izin kepada salah satu polisi untuk mempertemukannya dengan Elvan, polisi itu mengangguk dengan syarat 20 menit saja. Andara setuju, Andara hanya ingin bertanya dan itu tidak mungkin lama.

Andara duduk di kursi yang telah disediakan. Tak lama kemudian, Elvan datang bersama beberapa polisi penjaga, Elvan duduk di seberang Andara dengan wajah datarnya.

Andara menatap tubuh Elvan yang terlihat semakin kurus. Apa orang tuanya tidak pernah mendatangi Elvan?

"Elvan," panggil Andara membuat lelaki itu mendongakkan wajahnya. Elvan tidak membalas apa pun dan kembali menundukkan wajahnya.

"Gue mau tanya sesuatu sama lo." Elvan masih tidak menjawab apa pun.

"Gue harap lo jawab pertanyaan gue. Kenapa lo sangat terobsesi sama gue?" Elvan mendongakkan wajahnya kembali, lelaki itu menatap Andara. Elvan menarik satu sudutnya membentuk senyuman iblis, Andara berusaha menahan traumanya.

"Apa kamu sangat penasaran tentang itu, Andara?" Andara menelan salivanya susah payah kemudian mengangguk kecil.

"Ini semua aneh. Lo gak mungkin segila ini sama gue tanpa sebuah alasan. Lo pasti punya alasan." Elvan tertawa meremehkan.

"Ya. Kamu benar, Andara. Aku memiliki sebuah alasan." Andara tertegun, ternyata perasaannya benar.

"Tolong lo kasih tau gue alasan itu!" Elvan tersenyum mengerikan.

"Aku tidak akan memberitahunya, And---

"Kenapa?! Apa itu---

"Tapi, cobalah tanya kepada bundamu. Mungkin dia tahu sesuatu tentang ini, alasan kenapa aku sangat menginginkan dirimu," jawabnya. Andara membulatkan kedua matanya. Andara tidak mengerti, apa ini juga memiliki hubungan dengan bundanya?

"Ma-maksud lo ap---

"Maaf, waktu berbicara sudah habis," potong seorang polisi yang sedari tadi berada di balakang Elvan. Polisi itu membawa Elvan kembali ke dalam selnya. Sebelum pergi, Elvan tersenyum miring kepada Andara. Sial, semuanya semakin membingungkan.

"Apa bunda nyembunyiin sesuatu dari gue?" monolognya kemudian melangkah meninggalkan kantor polisi.

Andara tidak ingin mempercayai perkataan lelaki brengsek itu, tapi Andara juga tidak bisa bilang jika kata-katanya hanyalah bualan. Sepertinya Andara harus berbicara dengan sang bunda.

Andara membawa langkahnya menuju taman sebelum pulang ke rumah. Andara hanya ingin mendinginkan kepalanya. Jika memang bundanya menyembunyikan sesuatu, apa yang harus Andara lakukan?

Andara menaiki ayunan yang saat itu sedang kosong. Andara hanya ditemani oleh cahaya senja di sore hari. Andara menundukkan wajahnya. Andara memutuskan untuk tidak langsung bertanya, mungkin perempuan itu akan bertanya jika sudah menemukan waktu yang tepat.

Setelah merasa cukup untuk mendinginkan pikirannya, perempuan itu melangkah menuju rumahnya.

Berjalan perlahan seraya menikmati senja yang sebentar lagi akan tenggelam. Andara menyaksikan senja yang tenggelam dengan mata kepalanya sendiri, sangat indah. Andara mengulum senyum kecil.

Ketika melihat senja yang tenggelam, entah kenapa di pikiran perempuan itu justru muncul wajah Algar. Andara lupa jika lelaki itu akan selalu ada untuknya, Andara menarik napasnya dan membuangnya lega. Perempuan itu sedikit tenang ketika wajah Algar muncul di pikirannya.

Lelaki itu yang selama ini melindungi dan membantunya, Andara berharap jika Algar mau membantunya sekali lagi.

"Elvan ..., gue pasti akan tahu alasan itu." Andara tersenyum miring kemudian melanjutkan langkahnya menuju rumah, saatnya istirahat, Andara lelah sekali.

avataravatar
Next chapter