1 Hampir Hilang dan Mati Gunung di Lawu

Udara dingin dan suara para pendaki yang berlalu-lalang membangunkan kita. Vira nampaknya begitu bersemangat padahal sebelumnya dia diam saja selama perjalanan.

Setelah selesai mandi dan bersiap–siap. Kita berdoa, lalu memulai pendakian pada pukul 07:40.

Di pintu masuk Cemoro Sewu masih pagi sekali aku sudah melihat ada yang menjaga, sosok gaib berwajah gosong, mata memerah di kiri dan hitam penuh di kanan, berambut panjang, serta memiliki gigi yang tajam dan ada bercak darah disetiap tubuhnya. Aku mengira dia seperti menyambut kedatangan kami dengan tingginya yang melebihi lima orang.

Aku abaikan saja, karena tak ingin banyak cerita hal gaib kepada temanku. Aku melanjutkan perjalanan dan menikmati udara segar. Tetapi teman ingin cepat-cepat ke Pos 1.

"Go! Gua duluan ya mau ke Pos 1," ucap Bilal yang ingin cepat-cepat ke Pos 1.

"Sama gua juga, Go," balas Inggil.

Dengan wajah cemberut, ku jawab. "Terserah lu dah!"

Dalam hati aku terus menggerutu, "egois sekali mereka. Seharusnya jangan seperti ini." tapi Vira membiarkanya, karna dia pernah kesini tahun kemarin dan hafal jalan Gunung Lawu jadi tak apa, katanya.

Aku berdua dengan Vira menuju Pos 1. Entah kenapa lama-kelamaan Vira bersikap aneh, kadang banyak bicara lalu diam ketakutan.

"Vir kenapa? Kadang diam kadang banyak omong?" tanyaku saat sedang istirahat bersamanya.

Vira menggelengkan kepala, "Nggk kok, emang ga boleh, ya?" tanyanya dengan alis keatas.

"Bukan gitu, jangan banyak diam di gunung. Ga baik!" jawabku.

"Jangan ngajarin aku, deh! Aku sama kamu lamaan aku mendaki gunung". jawabnya begitu sombong.

"Diem jangan ngomong begitu!" Aku sontak menyuruh dia diam karena melihat dibalik pepohonan seperti ada yang memantau. Sosok mata merah begitu cerah.

Vira menundukan kepala seperti takut, aku curiga dia tahu ada yang sedang mengintip padahal aku tidak memberi tahunya.

Aku menyikut pundaknya, "Heh kenapa, Vir?" tanyaku.

"Eh, enggak ... Ini tali sepatu kurang kencang," jawabnya menundukan kepala, sambil mengikat tali sepatu.

Aku tahu dia berbohong aku membaca pikiran dan auranya. Tapi aku berpura - pura bodoh saja di hadapanya lalu melanjutkan perjalanan.

"Yaudah kalo tidak apa-apa, yuk lah lanjut! masa segini doang capek" Aku berdiri mengulurkan tangan untuknya.

"Hmm ... Dekat aku terus ya, Go!" Vira memegang tanganku.

Selama perjalanan Vira memegang mesra tanganku layaknya orang sedang berpacaran.

Dia selalu berjalan menundukan kepala seperti merasakan ada sosok yang mulai bermunculan di balik pepohonan. Aku memilih diam dan tak ingin menceritakan padanya, takut dia semakin khawatir dan cemas.

Dikit lagi sampai Pos 1 tapi persediaan air minum tinggal sedikit.

Sebelum Pos 1 ada tempat sumber air minum. Sendang Penguripan, disana ada sosok gaib memakai blankon dan baju adat Jawa, makhluk gaib ini baik. Dia memberi tahu agar berhati-hati saja, karena salah satu dari kita ada yang di-incar. Mendengar itu aku langsung berterima kasih dan harus ekstra hati-hati menjaga teman-temanku.

****

Akhirnya, sekitar jam 9:30 kita sampai Pos 1.

Bilal dan Inggil sudah terlebih dahulu sampai bahkan sudah mengopi di warung. baru juga aku dan Vira sampai, mereka ingin melanjutkan lagi. Kita ini seakan asing, aku begitu kesal pada mereka yang egois.

"Baru sampai? Gua mau lanjut lagi nih."

"Tega amat! Baru dateng langsung pergi," ucapku begitu kesal.

"Entar di Pos 2 kita barengan, bentar doang kok, Go." jawab Bilal sambil menyeruput kopi.

"Lu jagain Vira aja dulu! dia tahu kok jalan ke Pos 2. iya kan, Vir? Gua lomba doang siapa cepat kesana, sebentar saja kok!" ucap Inggil.

Vira menggangukan kepala "Iya.. Eh, kamu tenang tenang aja, Igo. Takut banget kesasar kamu," jawab Vira.

"Bukan gitu … em, gimana, ya?"

Aku mengkhawatirkan mereka berdua tetapi aku tak mau cerita apa yang akan terjadi. "Gimana nih, Go?" tanya Bilal.

"Ya udalah.. terserah lu!" jawabku.

"Yaudah. duluan, ya!" Bilal dan Inggil beranjak pergi ke Pos 2.

Aku masih kesal dengan keegoisan mereka.

"Kamu kenapa sih, Vir? mengizinkan mereka untuk pergi duluan," aku merajuk seperti anak kecil.

"Hm. enggak, Igo. aku tidak ingin buru-buru, tenang aja aku tahu jalannya, kok."

"Bukan begitu, mereka sama sekali tak ada solidaritasnya dan tidak melihat ada perempuan"

"Ya tenang aja, kan mereka bilang nanti di Pos 2 kita barengan, lagianpun ada kamu ini jagain aku. Aku merasa aman aja sama Igo," jawab Vira sambil siap-siap melanjutkan perjalanan kembali.

"Lanjut?" tanyanya.

Kita melanjutkan perjalanan. Perjalanan menuju Pos 2 begitu jauh dan menyeramkan. Aku kelelahan rasa-rasanya ingin istirahat.

Kita berdua memutuskan istirahat sambil bercerita. seperti ada suara jejak kaki dan suara manusia. Aku menunggu, mungkin nanti ada pendaki lewat.

Sekitar 20 menit menunggu, ternyata tidak ada yang melintas juga. Suasana hening nan sepi, tapi aku mendengar jelas di belakang ada suara raungan hewan.

*Grrrrr!!*

"Apa itu?" Vira terkejut ketakutan menengok ke kiri kanan.

"Itu suara Macan!. Ayolah buruan, bahaya disinikan masih ada macan asli" kataku.

Aku melihat dengan mata batin kebelakang, ada Macan Gaib setinggi 5 meter. Perasaanku mulai tidak enak.

Perjalanan begitu seram. Kita berdua diselimuti kabut yang tidak terlalu tebal. Vira selalu merasa ada yang mengikuti, padahal memang benar, kita sedang diikuti. Sering kali Genduruwo mendekati Vira, tetapi aku menahannya dengan Al Hikmah.

Ditengah perjalanan, Vira ingin buang air kecil. Aku diminta menemani lebih dekat karna dia begitu ketakutan.

Aku menurutinya. Menengok ke kiri kanan. Melihat kebawah kakiku ada rambut yang begitu panjang.

"Ini kan rambut? ... Panjang banget" aku ambil dan tarik, ternyata terlalu panjang. Karena penasaran, aku ikuti sampai mana rambut ini habis dan sedikit menjauh dari Vira. Ternyata rambut ini mengarah ke pohon yang tinggi.

Perasaan sudah tak enak. Karna penasaran aku coba lihat keatas.

"Hm. Mimpi apa gua samalam?" gumamku. Aku disenyumin Kuntilanak Merah. Menatap ke bawah melihatku dan tertawa cengengesan. Aku takut jika ini hanya jebakan. Tanpa menghiraukan, langsung kupercepat langkahku kembali menghampiri Vira.

"Igo!!! Kemana sih? Aku jadi ingin menangis!" ternyata Vira sedang mencariku, karena dia mengira aku kabur pergi.

"Maaf, Igo juga buang air, kebelet." jawabku bohong.

"Kalo mau buang air tuh bilang! aku takut banget, tau." ucap Vira memegang tanganku.

"Sssttt! jangan ngomong takut! Kamu kalau ngomong sembarangan banget," tegurku. Karena semakin Vira takut semakin banyak pula yang hadir.

"Emang kenapa?" tanyanya.

"Ya ga bolehlah! Sudahlah jalan lagi" Jawabku seadanya.

Kami pun melanjutkan perjalanan karena sedikit lagi sampai di Watu Gedeg Pos 2. Tetapi sebelum ke Watu Gedeg Pos 2. Kita melewati batu besar Watu Jago. Watu Jago banyak yang bilang itu batu besar keramat.

Didepan aku melihat sosok siluman setinggi Pohon Lantoro. Dia menatap kearahku begitu tajam dengan mata yang begitu hitam pekat dan wajah putih pucat seolah-olah menghadang tidak mengizinkan kami kesini.

Tapi aku nekat, Vira disini merasakan ketakutan yang luar biasa seolah-olah dia melihat sosok itu. Tapi di antara kami tidak ada yang berani membuka mulut untuk bercerita. Dan larut dalam perasaan cemas masing-masing.

Dia langsung memeluk aku sambil berjalan.

"Kenapa kamu, Vir?" tanyaku.

"Dingin, dan takut, Igo." jawabnya sambil memeluk.

Mau tidak mau harus melewati makhluk gaib itu.

Aku bicara menggunakan batin.

"Permisi, kami hanya ingin bertamu di sini, izinkan kami berdua lewat."

Dia tidak menghiraukan omonganku. Terpaksa aku lewat saja sambil berdzikir. Vira keliatan begitu sangat ketakutan.

Aku terus lewat dan menjauhi makhluk gaib itu dengan doa dan dzikir.

Akhirnya kami berhasil melewatinya walaupun masih banyak suara-suara aneh. Semacam burung dan manusia yang begitu keras dan juga suara kaki orang berjalan menginjak ranting pohon, padahal aku tak menemukan pendaki menuju Pos 2 selama perjalanan.

Aku dan Vira terus berjalan, sedangkan Bilal dan Inggil mungkin sudah sampai di pos 2. Dijalan setapak dan bebatuan kita langkahi sedikit demi sedikit.

Sampailah kita jam 12 siang di Pos 2 ternyata cuma ada 3 Pendaki yang sedang bersiap untuk melanjutkan perjalananya.

Bilal dan Inggil sudah menunggu. Aku menegur mereka agar besok tidak ada yang boleh duluan karena Vira tadi kedinginan.

Kita istirahat sekitar 30 menit lalu lanjut berjalan kembali. Tanjakan semakin curam. Vira kelelahan karena fisiknya yang sudah tak kuat. Pendakian menuju Pos 3 tidak begitu menyeramkan tetapi diselimuti kabut yang tebal.

Aku menjaga mereka semua dan tak menceritakan apa yang terjadi. Sore hari pun tiba. Kami sampai di Pos 3 Watu Gede. Kami memutuskan bermalam disini sampai esok pagi untuk lanjut mendaki kembali. Karena kasihan, Vira dia semakin lemah saja. Hari sudah mulai gelap dan alunan suara jangkrik pun mulai terdengar. Maghrib tiba aku bertenda dengan Vira.

***

Jam 8:00 malam, alarm handphone membangunkan kita semua. Bilal dan Inggil langsung bersiap-siap memasak.

Aku memperhatikan sekitar begitu ramai sekali yang melihat kita. Aku sudah bersangka buruk itu sebabnya aku tidak ingin berbicara dengan semua makhluk yang ada disini. Masakan sudah matang, saatnya kita makan sambil bercerita. Aku masih heran dengan Vira yang sedari tadi diam dan enggan bercerita.

"Vir, kenapa kamu takut banget, sih? Emang lihat sesuatu, ya?" tanyaku berbisik.

Lagi-lagi, dia hanya menggelenggkan kepala dan tak menjawab apapun. Bilal dan Inggil yang mendengar perkataanku mereka langsung berucap sembarangan.

"Lihat setan kali dia, Go" kata Inggil.

"Takut kok sama setan haha." Lanjut mereka bersamaan.

"Jangan ngomong begitu bego!" aku langsung menegur mereka.

"Masih aja takut kan situ indigo" mereka tertawa lagi.

Ketika mereka asyik tertawa, tiba-tiba ada yang ikut tertawa entah dari arah mana. "Hihihi" terdengar jelas dan kami semua mendengarnya.

"Tuh ada yang ketawa. kalian sih!!" Vira yang tadinya terdiam sekarang nampak kesal dan langsung masuk kedalam tenda.

"Parah! Kacau kalian berdua," kataku.

"Nanti kalau di takutin minta tolongnya ke gua. Udah lah, tidur! lanjut besok. Awas lu pada jangan ke gua kalau nanti diikutin!" lanjutku kesal.

"Iya, iya. Maaf."

Aku melihat kesamping di arah bebatuan, ternyata sosok wanita berwajah merah menggunakan gaun berwarna hitam.

Aku langsung meminta maaf karena ulah teman-temanku tadi yang mungkin telah mengusiknya

"Maafin temanku, aku yang akan tanggung jawab. Kita semua mau istirahat dulu, kami lelah" Aku pergi ke tenda untuk istirahat.

Didalam tenda Vira kesal dengan mereka. "Maafin aku ya, Go. Aku diam karena takut, soalnya aku lihat ada bayangan hitam gitu yang ngikutin dari awal perjalanan kita" Vira akhirnya mau bercerita bisik - bisik.

"Kamu jangan terlalu takut, nanti mereka berani. Tenang aja ada aku, kok. aku akan jagain kamu, Vir!"

"Aku lagi PMS sebetulnya," celetuk Vira

Pantas saja banyak yang mengikuti dia. Aku langsung menyuruhnya tidur di dalam tenda. Di luar aku menahan dingin demi menjaga temanku. Semakin malam semakin banyak di antara mereka yang berkeliaran. Siluman-Siluman mulai berdatangan. Suasana semakin mencekam.

Di jam 11 malam aku memilih dzikiran, menggelar matras, dan duduk bersila. Meminta agar diselamatkan dalam pendakian ini sama Allah.

Tepat didepanku, ada sosok Siluman Ular, berbadan ular dan berkapala manusia memiliki 1 tanduk di jidatnya. Dia mencoba menganggu, tapi aku terus fokuskan dzikir untuk hajatku.

Tak lama dia pergi suasana menjadi begitu ramai. Rasanya aku di jebak oleh banyak setan disini.

Bilal dan Inggil mencoba mencolek pundaku 3 kali, tetapi dzikiran tak ku hentikan sambil membaca Ayat Kursi sebanyak 111 kali. Mereka faham dan menunggu sampai selesai.

Setelah selesai mereka nampak ketakutan karena ada suara tertawa pelan di tenda mereka dan aroma parfum bunga melati. Bilal juga bermimpi dibawa ke 'dunia lain'.

"Makanya jangan menantang, ini rumah mereka!" tegurku.

"Udah, semua masuk aja ke dalam tenda Vira, kalau lu pada takut" lanjutku.

Vira terbangun dan risih.

"Kenapa nih cowok pada disini semua, Go?" tanya Vira dengan wajah cemberut.

"Diganggu. songong sih" jawabku.

"Syukur!!" celetuk Vira.

"Maafin kita, Go." ucap Bilal.

"Sudahlah tenang aja, lebih baik kita tidur. Gua dekat Vira."

Aku keluar tenda beberapa menit untuk memasang pagar gaib setelah selesai aku masuk kembali kedalam tenda.

Pukul 2:30 dini hari. Aku terbangun karena merasa tidak enak karena seperti ada energi besar yang membuatku ketakutan.

"Heh mau kemana lu ?" tanya Bilal saat ku hendak membuka tenda. Ternyata dia terbangun karenaku.

"Ssstttt. Gua mau keluar. Udah lu tidur aja" lirihku

Aku keluar merasakan energi besar yang ingin datang kesini. Energi ini membuatku sangat merinding.

"Mampus gue dah" gumamku dalam hati.

Semakin lama semakin mendekat dan muncul satu persatu yang bisa dibilang sesepuhnya!

Author Facebook: Iqbal

avataravatar
Next chapter