7 Belanja Bersama

Hoooohh... Kakakku sungguh tidak bermodal, menitipkan anaknya kepadaku dan selalu saja melupakan susu beserta popok dan pakaian anaknya.

Dan alhasil aku harus bersusah payah berdiri seperti orang goblok di depan puluhan jenis susu formula dengan berbagai usia. Aku berdiri cukup lama di tempat itu dengan Rembulan yang berada di gendongan kodok untuk anak bayi yang saat ini berada di bahu Tandri.

"Aku bingung susu formula mana yang harus aku ambil." Ucapku pada Tandri dengan tatapanku yang masih terfokus pada susu formula.

"Bodoh, kamu bahkan tidak tahu susu apa yang di minum adikmu." Aku menatap Tandri dengan sangat jengkel, setelah menindasku dia langsung mengambil susu formula dengan usia 6–12 bulan dan memasukannya ke dalam troli.

"Apa yang ingin kamu beli?"

"Popok." Setelah mengatakan itu kami berduapun menuju ke tempat popok bayi berada.

Berbelanja keperluan bayi telah selesai, dan sekarang aku mendorong troli mengikuti Tandri yang berjalan ke depan.

"Apa masih ada yang ingin kamu beli?" Aku bertanya dengan jengkel, sedari tadi pria gila ini mengelilingi supermarket yang bisa di katakan cukup luas ini tampa ada tujuan untuk membeli sesuatu.

"Jika tidak ada yang ingin kamu beli..."

"Ketemu." Potongnya, "Dorong trolinya kemari."

Akupun mendorong troli ke sampingnya, "Sedikit rapatkan di raknya." Perintahnya, dan aku mengikutinya.

Dia mengambil satu kotak kecil berwarna hitam dan melihatnya beberapa saat kemudian memasukannya ke dalam troli.

Beberapa saat kemudian pria gila ini membuatku terkejut bukan main, dia memborong hampir setengah dari kotak kecil itu, dia menyapunya dari rak dengan satu kali sapuan lenganya.

"Ayo membayar."

"Kenapa banyak sekali cemilan yang kamu beli?"

"Cemilannya enak."

Aku menatap penasaran cemilan yang ada di dalam troli, "Boleh aku meminta satu?"

"Semuanya juga boleh." Ucapnya sambil tersenyum aneh padaku.

(Sedikit info: Pembayaran di supermarket ini di lakukan oleh si pembeli sendiri. Intinya, hitung sendiri, bayar sendiri, dan kemas sendiri)

Selesai melakukan pembayaran, kami tidak langsung kembali ke rumah. Kami berdua menuju ke restoran untuk mengisi perut kami yang kosong, serta memsan air hangat untuk membuat susu pada si kecil Rembulan.

"Kamu sangat pandai menjaga anak bayi." Ucapku padanya.

"Kamu saja yang terlalu bodoh."

Sepanjang makan siang di restoran, pria gila ini sama sekali tidak henti-hentinya mengatakan kata bodoh padaku. Dan aku merasa sangat kesal sekarang, ingin memarahinya tapi tidak memiliki nyali untuk memarahinya. Aarrggghhhh... Ini membuatku sangat stres.

Sampai di dalam mobil aku mengambil alih si kecil Rembulan dan sedikit bermain-main dengannya.

"Kamu sangat cocok menjadi seorang ibu."

"Makasih kakak Tandri~" Ucapku sedikit manja sambil melambai-lambaikan tangan kecil dan mungil milik Rembulan pada Tandri.

Tandri, "..." (っ°Д °; )っ

Sreiiiikkk...

Sialan, aku terkesiap ketika mobil yang di kendarai Tandri berhenti mendadak di tepi jalan.

"Sialan, jangan berhenti mendadak. Bagaimana jika Rembulan terlepas dari tanga...hmm."

Aku membulatkan mataku terkejut. Apa-apaan ini dia menciumku di depan anak bayi. Sungguh memberi contoh yang buruk.

"Tunggu... Hentikan." Aku mendorongnya degan satu tanganku namun tidak berhasil. Alhasil dia kembali menyerang leherku dan menggigit serta mengisapnya dengan kuat.

"Ah Tandri. Ada anak kecil."

Dia menghentikan aksinya dan menatap ke bawah tepatnya pada Rembulan yang kini sedang menatap kami berdua dengan tampang polos. Kemudian dia menatapku kembali dan berkata,

"Jangan mengeluarkan suara manja seperti tadi lagi. Jika kamu tidak ingin aku memperkosamu."

Tandri kembali ke posisinya semula dan mulai menjalankan mobilnya kembali. Aku mengalihkan pandanganku ke luar jendela dan berguman cukup pelan, "Memperkosa pantatmu, setiap hari kamu sudah melecehkanku."

Tandri, "Apa yang kamu bicara barusan?"

"Tidak ada."

Sesampai di rumah sambil menggendong Rembulan, aku berjalan mengikuti Tandri ke dapur.

"Rembulan sudah tidur, pergi beristirahatlah di kamar." Akupun mengikuti apa yang dia katakan. Sejujurnya aku ingin meminta cemilan yang dibelinya tadi di supermarket. Tapi sekarang tidak jadi ( – _ – )

Aku berjalan menuju ke tempat tidurku dan membaringkan Rembulan secara perlaha-lahan, dan kemudian akupun ikut berbaring di samping si kecil sambil menusuk pelan pipi si kecil yang sangat imut itu. Beberapa saat kemudian Tandri masuk ke dalam kamar dengan sekantung sedang berisi cemilan yang dia beli tadi di supermarket, pada saat aku ingin bangun, dia mengatakan padaku untuk berbaring dan tidak perlu bangun. Dia menaruh kantung cemilan itu di atas meja dan hanya mengambil satu kotak, setelah itu Tandri naik ke tempat tidur dan berbaring di sampingku.

"Apa itu untuku?"

"Hmm."

Akupun dengan bersemangat mengambilnya.

Saat ini Tandri berbaring menyamping ke arahku dengan satu tangan menyanggah kepalanya.

Akupun membuka kotak kecil berwarna hitam tersebut.

Elen, "..."

Aku menatap tandri dengan wajah aneh. Sialan, sialan, sialan, dasar bajingan. Ini kondom.

"Ada apa dengan wajah kusut itu?"

"Kamu bilang ini cemilan." (╯°□°)╯︵(\ .o.)\

"Hmm... Emang itu cemilan?"

"Cemilan apaan, ini kondom." Ucapku pelan takut membangunkan si kecil Rembulan yang tidur nyenyak di sampingku.

"Hmm, itu kondom." Jawabnya santai.

"Kamu memakan kondom sebagai cemilan?"

"Hmm."

Elen, "..."

Apa yang ada di otak pria ini(?) Dia tampak... Sangat gila.

"Kamu ingin memakan satu?"

Aku menatapnya aneh dan sedikit tertawa paksa, "Haha... Tidak terima kasih atas tawaranya."

"Aku sudah membeli semua cemilan ini untukmu."

"Aku tidak memintanya, kamu yang membelinya sendiri." Protesku.

Dia menatapku marah, "Jadi kamu tidak ingin menerimannya?"

Merasa tertindas dan takut, akupun langsung mengiyakannya, bahwa aku akan menerimanya.

"Bukan hanya satu. Kamu harus mengambil semua kondom yang aku beli."

"O,ok." Jawabku ragu-ragu.

"Bagus." Ucapnya sambil tersenyum kecil.

Aku balik membelakanginya dan menatap si kecil Rembulan dengan pandangan kosong. Sialan kenapa aku tiba-tiba menjadi sangat gugup(!)

Beberapa detik setelah aku membelakangi Tandri, pria gila itu tiba-tiba saja memeluku dari belakang dan menariku ke dada bidangnya, serta menggunakan salah satu lengannya untuk di jadikan bantal kepalaku. Ini membuatku bergidik.

"Rembulan sangat cantik dan imut... Dan juga sangat mungil." Ucapnya, kemudian menjilat belakang telingaku dengan lidah cabulnya.

"Aahh..." Aku membulatkan mataku karena terkejut dengan apa yang baru saja keluar dari mulutku. Aku mendesah, aku baru saja mendesah, aaaaa... Mengapa bisa aku dengan mudahnya mendesa. Kamu sudah tidak waras Elen sialan.

"Kamu sangat sensitif di belakang telinga."

Tandri memasukan tangan kedalam kaosku dan meraih dada rataku, tidak lupa bibir cabulnya itu membabat habis leherku, sontak aku langsung menutupi mulutku dengan kedua tanganku.

"Aku akan mengajarimu, bagaimana cara memakan kondom." Ucapnya dengan suara serak.

Aku berteriak keras dalam diriku, bahwa aku sama sekali tidak ingin tahu bagaimana cara memakan kondom. Sialan, aku bahkan menjadi bodoh sekarang.

Rasanya aku ingin menagis, aku tamat, aku benar tamat malam ini.

"Tandri, ada Rembulan di sini."

"Aku tahu."

"Dia berada di tempat tidur yang sama dengan kita saat ini."

"Ada keranjang bayi di samping nakas."

Apah, sejak kapan keranjang bayi di taruh dalam kamarku(?)

Mengerti dengan kebingunganku dia menambahkan kembali, "Sebelum berbelanja aku membawanya dari kamar kakakmu."

"Bagaimana kalau si kecil terbangun dan menagis?"

"Maka jangan mendesah dengan keras."

Ini tidak boleh terjadi, aku harus mendoronganya, ayo Elen kamu harus bisa.

Aku mendorong Tandri menjauh dan akupun dengan cepat dudk di tempat tidur.

"Jika kamu ingin melakukan seks, pergilah cari seseorang untuk kamu tiduri, dan jangan meniduriku. Aku ini seorang pria, dan kamu juga seorang pria... Dan lagi, aku ini normal, aku menyukai seorang wanita bukan seorang pria...!!" Marahku.

"Jadi... Dimatamu, aku ini tidak normal?!"

"Aa ma–maksudku bukan seperti itu,"

"Lalu maksudmu seperti apa?"

"Aku, aku..."

Tandri menatapku dengan marah, dia beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar.

"Tandri tunggu," Aku juga beranjak dari tempat tidur dan keluar mengejarnya. Tandri berjalan menuruni tangga.

"Tandri tunggu, bukan maksudku mengatakanmu tidak normal... Tandri."

Tandri berhenti dan berbalik menatapku, "Kenapa kamu mengikutiku?"

"Aku ingin meminta maaf atas ucapanku barusan, sebelum kamu kembali ke rumahmu."

Dia menatapku dan menaikan sebelah alisnya, "Siapa yang ingin kembali ke rumah. Aku hanya ingin ke dapur untuk membuat makanan berat sebelum olahraga malam."

Mendengar itu aku langsung menjatuhkan rahangku dan kalau bisa sampai ke tanah sekalian.

Tandri membuka kulkas dan mengambil bahan-bahan untuk di masak.

Aku menatapnya yang tengah sibuk dengan pekerjaanya, "Di sini tidak ada tempat olahraga seperti di rumahmu. Bahkan barbel pun tidak ada. Jadi olahraga apa yang ingin kamu lakukan di malam hari?"

"Hanya olahraga ringan, namun mengeluarkan banyak keringat."

"Berlari?"

"Bukan."

"Emm, pus up?"

"Bukan."

"Sit up?"

"Bukan."

Kenapa jadi seperti kuis tebak-tebakan.

Tandri, "Olahraga yang dapat mengencangkan otot perut, betis, paha, lengan, dan melatih pernapasan."

Olahraga ringan macam apa yang masuk dalam ucapan Tandri barusan.

"Kembali ke kamar, jangan meninggalkan si kecil sendirian. Aku akan membawa makanan di atas."

Bersambung . . .

avataravatar
Next chapter